Pola-pola Hereditas - Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, insiden inheritansi baik pada hewan, tumbuhan, maupun insan akan mengikuti polapola hereditas. Kemudian, bagaimanakah sifat individu gres yang akan dihasilkan tersebut? Berikut akan kalian pelajari ihwal pola-pola hereditas pada pewarisan sifat keturunan.
1. Tautan Autosomal
Bagian kromosom yang berperan dalam insiden pewarisan sifat keturunan yaitu gen. Telah kalian pelajari bersama bahwa satu kromosom sanggup mengandung ratusan bahkan ribuan gen. Nah, kondisi di mana dalam satu kromosom yang sama terdapat dua atau lebih gen inilah yang disebut tautan atau berangkai (linkage). Gen-gen yang ber ada pada kondisi tautan ini disebut gen-gen berangkai (Gambar 1).
Gambar 1. Gen A tertaut dengan gen B, pada 1 kromosom yang sama. Alel-alelnya a dan b tertaut pada kromosom homolognya. |
Gen-gen berangkai juga terdapat pada kromosom seks. Berdasarkan daerah terdapatnya, kromosom dibedakan menjadi kromosom autosom (terdapat pada sel-sel tubuh diploid atau sel-sel somatis) dan kromosom seks atau gonosom (terdapat pada sel-sel kelamin). Oleh lantaran itu, tautan gen yang terjadi pada kromosom autosom disebut tautan autosomal. Sementara itu, gen yang terdapat kromosom seks disebut tautan seks.
Penemuan adanya tautan gen diawali oleh penelitian Morgan pada lalat buah (Drossophila sp.). Lalat buah dipilih sebagai objek penelitiannya lantaran gampang dan cepat berkembang biak, jumlah kromosomnya hanya 4 pasang (8 kromosom) sehingga kromosomnya mudah diamati dan dihitung, serta gampang dibedakan antara lalat jantan dan betina (lalat betina mempunyai ukuran tubuh lebih besar). Morgan melaksanakan persilangan dihibrida pada lalat buah, yaitu antara lalat buah betina (tubuh abu-abu dan sayap normal) dengan lalat buah jantan (tubuh hitam dan sayap keriput). Simbol vg+ mengatakan alel penentu warna tubuh abu-abu, vg sebagai penentu tubuh hitam, b+ penentu sayap normal, dan b penentu sayap keriput. Warna tubuh hitam dan sayap keriput menunjukkan fenotip yang berlawanan (tidak normal) dengan fenotip yang dimiliki oleh induk betina. Fenotip tersebut sanggup terjadi karena adanya perubahan gen di dalam kromosom (mutasi). Oleh karena itu, fenotip ini disebut fenotip mutan. Perkawinan kedua lalat buah dengan kedua induk yang mempunyai fenotip saling berlawanan tersebut merupakan insiden test cross antara sifat dihibrida dengan resesif homozigotnya. Dengan demikian, perbandingan fenotip yang akan dihasilkan yaitu 1:1:1:1. Namun, hasil tersebut tidak terjadi pada persilangan Morgan lantaran mengatakan perbandingan jumlah fenotip yang jauh berbeda (tidak proporsional). Dari hasil tersebut, Morgan mendapatkan kesimpulan bahwa pewarisan warna tubuh dan bentuk sayap umumnya terjadi bahu-membahu dalam kombinasi yang spesifik. Hal ini disebabkan gen-gen penentu kedua sifat atau fenotip tersebut terdapat pada satu kromosom yang sama sebagai peristiwa tautan gen.
Gambar 2. Peristiwa tautan gen pada lalat buah |
Fertilisasi antara gamet jantan dan betina akan terjadi secara acak. Pada persilangan lalat buah tersebut, terbentuk individu keturunan de ngan fenotip yang berbeda dengan fenotip dari kedua induknya. Fenotip pada individu menyerupai ini disebut fenotip rekombinan (abu-abu, keriput dan hitam, normal), sedangkan fenotip individu keturunan yang sama dengan yang dimiliki induk disebut fenotip induk (abu-abu, normal dan hitam, keriput). Individu-individu yang dihasilkan tersebut mengalamivariasi genetik yang disebabkan adanya pindah silang. Peristiwa pembentukan keturunan melalui kombinasi-kombinasi gres dari fenotip induknya ini disebut rekombinasi genetik.
2. Pindah Silang
Berdasarkan daerah terjadinya, pindah silang dibedakan menjadi pindah silang tunggal dan pindah silang ganda. Nah, semoga lebih jelasnya perhatikan insiden pindah silang berikut.
a. Pindah silang tunggal
Pindah silang ini hanya terjadi pada satu daerah saja. Hasil dari pindah silang ini akan membentuk 4 gamet. Gamet tersebut adalah gamet tipe parental, yaitu gamet yang mempunyai gen-gen menyerupai induknya dan gamet tipe rekombinasi, yaitu gamet tipe gres hasil pindah silang.
Gambar 3. Terjadinya pindah silang tunggal |
b. Pindah silang ganda
Pindah silang ini terjadi pada 2 daerah (kiasmata). Seperti halnya pada pindah silang tunggal, pindah silang ganda ini juga menghasilkan 4 kromatid dan 4 gamet.
Gambar 4. Terjadinya pindah silang ganda |
Pindah silang tersebut terjadi pada individu trihibrid (dengan 3 gen berangkai). Gamet no 1 dan 4 merupakan gamet tipe parental, sedangkan gamet no 2 dan 3 merupakan gamet tipe rekombinasi.
Dengan dihasilkannya individu-individu tipe parental dan tipe rekombinasi, maka sanggup dihitung besarnya persentase kombinasi baru yang dihasilkan sebagai jawaban terjadinya pindah silang. Nilai ini disebut nilai pindah silang (NPS).
Rumus perhitungan nilai pindah silang yaitu sebagai berikut :
Jumlah tipe rekomendasi
NPS = ----------------------------------------- X 100%
Jumlah seluruh individu yang dihasilkan
Persentase nilai pindah silang tersebut mengatakan kekuatan pindah silang antara gen-gen yang tertaut.
3. Tautan Seks
Jumlah kromosom pada manusia, lalat, dan binatang yang lain tentunya mempunyai perbedaan. Kromosom insan terdiri dari 23 pasang, berupa 22 pasang kromosom autosom dan 1 pasang kromosom kelamin atau gonosom (kromosom X dan kromosom Y). Jagung mempunyai 10 pasang kromosom, sedangkan lalat buah mempunyai 8 pasang kromosom termasuk kromosom kelamin. Seperti halnya tautan kromosom, insiden tautan seks ini sanggup dipelajari juga pada lalat buah. Tautan seks dibedakan menjadi tautan kromosom X dan tautan kromosom Y. Seperti apakah tautan seks tersebut? Simaklah uraian berikut ini.
a. Tautan Kromosom X
Tautan kromosom X berarti kromosom X membawa gen yang dapat diturunkan pada keturunannya baik jantan atau betina. Kromosom kelamin pada lalat betina sama menyerupai pada manusia, yaitu terdiri dari 2 kromosom X ( XX), sedangkan pada lalat jantan terdiri dari 1 kromosom X dan 1 kromosom Y ( XY). Sebelum mempelajari persilangan pada lalat buah, simbol-simbol gen yang dipakai yaitu gen +, penentu warna mata merah (normal atau wild type) dan gen w, penentu warna mata putih (white eye).
Lalat buah betina mata merah homozigot dikawinkan dengan lalat jantan mata putih, ternyata F1 nya berkelamin jantan dan betina masing-masing bermata merah. Setelah sesama F1 tersebut dikawinkan, dihasilkan keturunan F2 sebanyak 2 lalat buah betina bermata merah dan 2 lalat buah jantan masing-masing bermata merah dan putih. Untuk lebih jelasnya, berikut ini yaitu diagram persilangannya:
P1 | : | ♂X+ X+ | X | ♀XwY |
(mata merah) | (mata putih) | |||
Gamet | : | X+ | Xw dan Y | |
F1 | : | ♀X+Xw (betina, mata merah) | ||
♂X+Y (jantan, mata merah) | ||||
P2 | : | ♂X+Xw | X | ♀X+Y |
Gamet | : | X+ dan Xw | X+ dan Y | |
F2 | : | ♀X+ X+ (betina, mata merah) | ||
♀XwX+ (betina, mata merah) | ||||
♂X+Y (jantan, mata merah) | ||||
♂XwY (jantan, mata putih) |
Pada persilangan ini, gen penentu warna mata hanya dibawa oleh kromosom X saja (baik kromosom pada kelamin jantan atau betina). Hasil persilangan tersebut mengatakan bahwa warna merah lebih banyak didominasi terhadap warna putih dan gen lebih banyak didominasi (+) terangkai pada kromosom X. Beberapa pola gen yang hanya terdapat pada kromosom X yaitu gen penentu warna bulu pada burung, gen penentu warna rambut pada kucing, gen penentu kelainan buta warna, anodontia, dan hemofilia. Kelainan-kelainan tersebut akan dibahas pada subbab Hereditas Pada Manusia.
b. Tautan Kromosom Y
Seperti halnya tautan kromosom X, tautan kromosom Y berarti bahwa pada kromosom Y terdapat gen yang hanya diturunkan pada keturunan laki-laki atau jantan saja. Oleh lantaran itu, jikalau gen dominan terdapat pada kromosom Y, maka setiap keturunan jantan atau laki-laki akan mewarisi sifat lebih banyak didominasi tersebut. Pewarisan sifat ini disebut holandrik. Gen pada kromosom Y sanggup berangkai, demikian juga pada kromosom X. Beberapa pola gen yang hanya terdapat pada kromosom Y yaitu gen penentu jari-jari berselaput, gen penentu tumbuhnya rambut pada telinga, serta gen penentu tumbuhnya rambut panjang dan kaku pada insan yang juga akan dibahas pada subbab Hereditas Pada Manusia.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa jumlah kromosom pada tumbuhan, hewan, dan insan mempunyai perbedaan. Perbedaan ini juga terjadi pada susunan kromosom kelamin atau kromosom seks pada tumbuhan, hewan, dan insan tersebut. Susunan kromosom pada jenis kelamin jantan atau laki-laki tentunya berbeda dengan jenis kelamin betina atau wanita. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh 2 faktor. Faktor yang pertama yaitu faktor lingkungan, di mana individu keturunan jantan maupun betina yang dihasilkan melalui fertilisasi sanggup dipengaruhi oleh faktor fi siologi induknya. Jika produksi dan peredaran atau kadar hormon kelamin dalam tubuh tidak seimbang, maka pernyataan fenotip ihwal jenis kelaminnya dapat berubah. Akibatnya, tabiat kelaminnya juga mengalami perubahan.
Faktor kedua yaitu faktor genetik. Secara umum, faktor genetiklah yang paling memilih jenis kelamin suatu individu. Komposisi kromosom dapat memengaruhi perbedaan jenis kelamin.
Pada tahun 1891, seorang biolog Jerman berjulukan H. Henking yang sedang melaksanakan penelitian ihwal spermatogenesis, mengamati adanya struktur tertentu pada nukleus spermatozoa serangga. Henking menyebut struktur tersebut sebagai “badan X” kemudian membedakan antara spermatozoa berbadan X dengan spermatozoa tanpa tubuh X. Pembuktian hal tersebut dilakukan pada tahun 1902 oleh Mc Clung. Clung tidak menemukan adanya tubuh X tersebut pada sel telur belalangbetina. Oleh lantaran itu, disimpulkan bahwa tubuh X mempunyai hubungan dengan jenis kelamin. Setelah penelitian dilanjutkan oleh Wilson dan Steven, dinamakanlah tubuh X tersebut sebagai kromosom X.
Pada tahun 1891, seorang biolog Jerman berjulukan H. Henking yang sedang melaksanakan penelitian ihwal spermatogenesis, mengamati adanya struktur tertentu pada nukleus spermatozoa serangga. Henking menyebut struktur tersebut sebagai “badan X” kemudian membedakan antara spermatozoa berbadan X dengan spermatozoa tanpa tubuh X. Pembuktian hal tersebut dilakukan pada tahun 1902 oleh Mc Clung. Clung tidak menemukan adanya tubuh X tersebut pada sel telur belalangbetina. Oleh lantaran itu, disimpulkan bahwa tubuh X mempunyai hubungan dengan jenis kelamin. Setelah penelitian dilanjutkan oleh Wilson dan Steven, dinamakanlah tubuh X tersebut sebagai kromosom X.
Berikut ini akan kalian pelajari ihwal tipe-tipe penentuan jenis kelamin (determinasi seks) yang telah dikenal pada hewan, tumbuhan, dan manusia.
a. Tipe XY
Tipe penentuan seks ini sanggup dijumpai pada lalat buah, manusia, tumbuh-tumbuhan berumah dua, dan pada binatang menyusui. Pada nukleus lalat buah terdapat 8 buah kromosom (4 pasang) yang terdiri dari 3 pasang kromosom tubuh (autosom) dan 1 pasang kromosom seks. (perhatikan Gambar 5).
Gambar 5. Susunan kromosom pada nukleus lalat buah. |
Kromosom seks pada lalat betina mempunyai 2 kromosom X (bentuknya batang lurus), sedangkan pada lalat jantan terdiri dari kromosom X dan kromosom Y (lebih pendek dari kromosom X dan salah satu ujungnya membengkok). Formula kromosom lalat buah betina yaitu 8,XX (3 pasang kromosom atau 6 buah autosom + 1 pasang kromosom X), sedangkan lalat buah jantan yaitu 8,XY (3 pasang kromosom autosom + 1 kromosom X + 1 kromosom Y).
Jumlah kromosom pada insan yaitu 46 buah (23 pasang). Pada wanita, terdapat 22 pasang autosom dan 1 pasang kromosom X (46,XX), sedangkan pada laki-laki terdapat 22 pasang autosom, 1 kromosom X, dan 1 kromosom Y (46,XY). Pada gametogenesis, dihasilkan ovum (sel telur) haploid sehingga mengandung 22 autosom (11 pasang) dan 1 kromosom X. Pada spermatogenesis dihasilkan spermatozoa yang mengandung 22 autosom dan 1 kromosom X serta spermatozoa yang mengandung 22 autosom dan 1 kromosom Y. Lalu, bagaimanakah terjadinya pembentukan jenis kelamin laki-laki atau perempuan? Hal ini sanggup kalian lihat pada denah pembentukan jenis kelamin (perhatikan Gambar 6).
Jumlah kromosom pada insan yaitu 46 buah (23 pasang). Pada wanita, terdapat 22 pasang autosom dan 1 pasang kromosom X (46,XX), sedangkan pada laki-laki terdapat 22 pasang autosom, 1 kromosom X, dan 1 kromosom Y (46,XY). Pada gametogenesis, dihasilkan ovum (sel telur) haploid sehingga mengandung 22 autosom (11 pasang) dan 1 kromosom X. Pada spermatogenesis dihasilkan spermatozoa yang mengandung 22 autosom dan 1 kromosom X serta spermatozoa yang mengandung 22 autosom dan 1 kromosom Y. Lalu, bagaimanakah terjadinya pembentukan jenis kelamin laki-laki atau perempuan? Hal ini sanggup kalian lihat pada denah pembentukan jenis kelamin (perhatikan Gambar 6).
Gambar 6. Skema pembentukan jenis kelamin |
Selain pada insan dan lalat, hewan menyusui mempunyai sistem kelamin XY (jantan) dan XY (betina). Demikian juga pada flora berumah dua (tumbuhan yang satu sebagai flora betina dan yang satu sebagai flora jantan), misalnya salak (Salacca edulis).
b. Tipe XO
Tipe XO ini dijumpai pada serangga seperti belalang (Ordo Orthoptera) dan kepik (Ordo Hemiptera). Pada belalang tidak dijumpai adanya kromosom Y sehingga hanya mempunyai kromosom X saja. Oleh lantaran itu, belalang jantan bertipe XO dan belalang betina bertipe XX (mempunyai sepasang kromosom X).
c. Tipe ZW
Tipe ini dijumpai pada serangga (kupu-kupu), beberapa jenis ikan dan reptil. Berbeda dengan tipe seks pada insan dan lalat buah yang homogametik (terdiri dari kromosom kelamin yang sama) pada betina atau wanita, tipe seks ZW pada betina bersifat heterogametik (terdiri dari kromosom kelamin yang berbeda). Agar tidak terjadi kekeliruan dengan tipe penentuan kelamin XY, maka dipakai Z dan W. Oleh karena itu, yang betina mempunyai tipe ZW (atau XY) dan yang jantan mempunyai tipe ZZ (atau XX).
d. Tipe ZO
Tipe ZO dijumpai pada unggas menyerupai ayam dan itik. Unggas betina juga bersifat heterogametik, yaitu hanya mempunyai satu kromosom X saja, sehingga tipenya yaitu ZO atau XO. Unggas jantan bersifat homogametik, sehingga tipenya yaitu ZZ atau XX.
5. Gen Letal
Individu gres yang dihasilkan dari perkawinan induk tidak selalu berada dalam keadaan hidup. Secara genetik, hal ini sanggup disebabkan oleh adanya gen letal, yaitu gen yang jikalau berada dalam keadaan homozigotik, ia sanggup menjadikan maut individu. Oleh lantaran itu, adanya gen letal menjadikan perbandingan fenotip keturunan yang dihasilkan akan menyimpang dari Hukum Mendel.
Dengan adanya gen letal, fungsi gen akan mengalami gangguan dalam menumbuhkan sifat atau fenotip. Adanya gen letal ini dapat disebabkan oleh mutasi (akan dibahas pada kepingan berikutnya). Gen letal akan kuat atau sanggup menjadikan maut ketika individu masih berada dalam tahap embrio, pada ketika kelahiran individu, atau setelah individu berkembang dewasa.
Lalu, gen apa sajakah yang sanggup menjadikan maut tersebut? Gen letal sanggup dibedakan menjadi 2 macam, yaitu gen dominan letal dan gen resesif.
Lalu, gen apa sajakah yang sanggup menjadikan maut tersebut? Gen letal sanggup dibedakan menjadi 2 macam, yaitu gen dominan letal dan gen resesif.
a. Gen lebih banyak didominasi letal
Gen lebih banyak didominasi letal yaitu gen lebih banyak didominasi yang sanggup menyebabkan kematian jikalau bersifat homozigotik. Contoh adanya gen lebih banyak didominasi letal ini terdapat pada ayam “Creeper” (ayam redep), tikus kuning, dan manusia. Jika ayam redep (ayam yang bertubuh normal, tetapi kakinya pendek) heterozigotik dikawinkan dengan sesamanya, maka akan dihasilkan keturunan ayam letal, ayam redep, dan ayam normal. Gen C sebagai penentu ayam redep dan gen c sebagai penentu ayam normal.
Hal ini sanggup dilihat pada persilangan berikut.
P | : | ♀Cc | X | ♂Cc |
(ayam redep) | (ayam redep) | |||
Gamet | : | C dan c | C dan c | |
F1 | CC = letal | 1 | ||
Cc = redep | 2 | |||
Cc = redep | ||||
cc = normal | 1 |
Berdasarkan Hukum Mendel, perbandingan fenotip yang dibutuhkan yaitu 3 : 1. Dengan adanya gen letal yaitu gen lebih banyak didominasi C yang homozigotik (CC), maka terjadi penyimpangan perbandingan fenotip menjadi 2 redep : 1 normal. Gen letal tersebut menjadikan ayam mati dalam keadaan embrio.
Pada manusia, gen lebih banyak didominasi letal sanggup menjadikan Thallasemia, yaitu kelainan jawaban rusak atau pecahnya (hemolisis) eritrosit, dengan ciri-ciri: ukuran eritrosit kecil berbentuk lonjong (tidak bulat bikonkaf ), jumlahnya melebihi normal, dan daya ikat terhadap oksigen rendah. Thallasemia dibedakan menjadi dua, yakni:
1). Thallasemia Mayor
Thallasemia mayor merupakan thallasemia yang parah, sehingga menyebabkan maut ketika bayi. Th allasemia mayor disebabkan gen dominan homozigot (Th Th ).
2). Thallasemia Minor
Pada thallasemia minor ini, terjadi sedikit kerusakan pada eritrosit atau penderita hanya mengalami anemia (kekurangan darah). Penderita biasanya masih sanggup hidup, meskipun mengalami anemia. Thallasemia minor disebabkan oleh gen heterozigot (Th th). Oleh lantaran itu, orang yang normal mempunyai genotip resesif homozigot (thth).
b. Gen resesif letal
Gen resesif letal yaitu gen resesif yang menjadikan kematian jika dalam keadaan homozigot. Gen ini dijumpai pada tumbuhan jagung, yaitu gen G sebagai pembentuk klorofi l dan gen g yang menyebabkan tidak terbentuknya klorofi l jikalau bersifat homozigotik.
P | : | ♀Gg | X | ♂Gg |
(hijau) | (hijau) | |||
Gamet | : | G dan g | G dan g | |
F1 | GG = hijau | 3 | ||
Gg = hijau | ||||
Gg = hijau | ||||
gg = putih atau albino (letal) |
Pada persilangan tumbuhan jagung tersebut, diketahui perbandingan fenotip yang dihasilkan semula yaitu 75% berdaun hijau : 25% berdaun putih. Tanaman berdaun hijau sanggup menjalankan proses fotosintesis serta sanggup menyerap zat kuliner dengan akarnya. Namun, tanaman berdaun putih dengan akar yang belum tepat hanya mampu bertahan selama 14 hari saja, yaitu dengan mendapatkan makanan dari endospermnya (putih lembaga). Tanaman putih tidak sanggup berfotosintesis karena tidak mempunyai klorofi l pada daunnya.
Setelah 14 hari, tanaman tersebut segera mati. Oleh lantaran itu, persilangan dua tanam an monohibrida tersebut tidak menghasilkan perbandingan fenotip 3 : 1, tetapi terjadi penyimpangan yaitu menjadi 3 : 0. Selain pada jagung, pola gen resesif letal antara lain: gen penyebab perlekatan paru-paru sehingga bayi mati ketika dilahirkan, gen penyebab bentuk tulang rawan tidak normal (salah), penyebab mencit berekor pendek, lalat buah bermata bintang, dan gen penyebab kelainan darah (Sicklemia).
Sicklemia pada insan atau sickle cell merupakan keadaan pada seseorang yang mempunyai eritrosit berbentuk bulan sabit. Hal ini menyebabkan terganggunya peredaran darah. Gen penyebab sicklemia adalah gen resesif homozigot yang bersifat letal (ss). Sementara itu, pada orang normal sanggup mempunyai genotip SS (dominan homozigot) atau heterozigot (Ss).
Sebelum kalian mempelajari lebih lanjut ihwal gagal berpisah ini, ada beberapa hipotesis ihwal hubungan (korelasi) pemindahan kromosom dengan gen, antara lain: pertama, pada sel somatik (sel-sel tubuh) terdapat 2 kelompok kromosom yang identik (homolog), yang satu berasal dari induk jantan dan satu lagi dari induk betina. Terdapatnya kromosom-kromosom dalam pasangan-pasangan kromosom yang tidak identik yaitu sejajar dengan terdapatnya gen-gen dalam pasangan; kedua, kromosom-kromosom tetap mempunyai sifat morfologi yang sama sepanjang banyak sekali pembelahan sel. Demikian pula gen-gen akan mengatakan kontinuitas yang sama; ketiga, setiap kromosom atau setiap pasang kromosom mempunyai peranan tertentu dalam kehidupan dan perkembangan individu; dan keempat, selama meiosis, kromosom-kromosom homolog berpasangan dan kemudian anggota dari pasangan kromosom tersebut memisah secara bebas ke sel-sel kelamin. Gen-gen juga memisah secara bebas sebelum terbentuknya gamet.
Gmbar 7. a. Gagal berpisah ketika meiosis I (Anafase I), b. Gagal berpisah saat meiosis II (Anafase II) |
Nah, pada uraian ini, kalian akan menemukan insiden yang tidak mengikuti hipotesis yang terakhir tersebut. Selama pembentukan individu keturunan, sanggup terjadi beberapa kemungkinan peristiwa yang tidak berjalan normal. Salah satu dari insiden tersebut adalah peristiwa gagalnya pemisahan kromosom pada ketika meiosis (pembentukan gamet) dan disebut gagal berpisah atau non-disjunction. Gagal berpisah sanggup terjadi pada insiden meiosis yaitu pada anafase I atau pada anafase II sehingga pasangan kromatid tidak sanggup memisahkan diri. Peristiwa gagal berpisah tersebut menjadikan terjadinya perubahan jumlah kromosom pada individu keturunannya (berkurang atau bertambah), baik pada kromosom seks maupun autosom.
Hal-hal apa sajakah yang menjadikan gagal berpisah? Gagal berpisah tersebut kemungkinan sanggup disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
- Adanya virus atau kerusakan jawaban radiasi. Pengaruh ini akan mudah terlihat pada perempuan yang telah berumur tua.
- Kandungan antibodi tiroid yang tinggi
- Sel telur dalam kanal telur yang tidak segera dibuahi akan mengalami kemunduran. Oleh lantaran itu, risiko melahirkan anak yang cacat akan dialami oleh perempuan berumur lebih dari 25 tahun.
Anda kini sudah mengetahui Pola Hereditas. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
Referensi :
Rochmah, S. N., Sri Widayati, Mazrikhatul Miah. 2009. Biologi : Sekolah Menengan Atas dan MA Kelas XII. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 282.
No comments:
Post a Comment