Sunday, April 5, 2020

Pintar Pelajaran Penyimpangan Aturan Mendel

Penyimpangan Semu Hukum Mendel - Sebagaimana yang telah kalian pelajari bahwa persilangan monohibrida menghasilkan perbandingan individu keturunan 3 : 1 atau 1 : 2 : 1, dan persilangan dihibrida menghasilkan individu keturunan 9 : 3 : 3 : 1. Dalam prakteknya, hasil persilangan Mendel sanggup menghasilkan perbandingan individu yang tidak tepat (coba kalian lihat kembali Tabel 5.1). Pada persilangan dihibrida, sanggup dihasilkan perbandingan yang merupakan variasi dari perbandingan 9 : 3 : 3 : 1 yaitu 12 : 3 : 1; 9 ; 7 atau 15 : 1. Meskipun demikian, perbandingan tersebut tetap mengikuti aturan Hukum Mendel. Oleh lantaran itu, hasil perbandingan tersebut dikatakan sebagai penyimpangan semu Hukum Mendel. Penyimpangan tersebut terjadi lantaran adanya beberapa gen yang saling memengaruhi dalam menghasilkan fenotip. Meskipun demikian, perbandingan fenotip tersebut masih mengikuti prinsip-prinsip Hukum Mendel. Penyimpangan semu Hukum Mendel tersebut mencakup interaksi gen, kriptomeri, polimeri, epistasis-hipostasis, gen-gen komplementer, gen secara umum dikuasai rangkap dan gen penghambat. 

 1. Interaksi gen (Interaksi beberapa pasangan gen) 

Penelitian perihal adanya interaksi gen ini ditemukan oleh William Bateson (1861-1926) dan R.C. Punnet. Pada interaksi gen ini, suatu sifat tidak ditentukan oleh satu gen tunggal pada autosom tetapi alel-alel dari gen yang berbeda sanggup berinteraksi atau saling memengaruhi dalam memunculkan sifat fenotip. Misalnya, pada ayam dijumpai empat macam bentuk pial (jengger), antara lain: jengger berbentuk ercis atau biji (pea) dengan genotip rrP-; jengger dengan belah atau tunggal (single) dengan genotip rrpp, jengger berbentuk mawar atau gerigi (rose) dengan genotip Rpp, dan jengger berbentuk sumpel (walnut), dengan genotip R-P-. Perhatikan Gambar 1. Pada persilangan ayam berpial rose (mawar) dengan ayam berpial pea (biji), semua keturunan F1nya berpial walnut (sumpel). Agar lebih memahaminya, perhatikanlah diagram persilangan berikut.

P1
:
RRpp
X
rrPP


(rose)

(pea)
Gamet
:
R,p

r,P
F1

RrPp (walnut)
P2

RrPp
X
RrPp


(walnut)

(walnut)
Gamet

RP, Rp, rP, rp

RP, Rp, rP, rp

F2 :

RP
Rp
rP
rp




RP
RRPP
walnut
RRPp
walnut
RrPP
walnut
RrPp
walnut
Rp
RRPp
walnut
RRpp
rose
RrPp
walnut
RRpp
rose
rP
RrPP
walnut
RrPp
walnut
rrPP
pea
rrPp
pea
rp
RrPp
walnut
Rrpp
rose
rrPp
pea
rrpp
single

Dari persilangan ayam berpial rose dan pea, dihasilkan fenotip baru yaitu walnut atau sumpel. Apa yang menyebabkan terbentuknya pial walnut? Pial walnut muncul lantaran interaksi 2 pasang alel (gen) yang dominan. Sementara itu, persilangan antara sesama ayam berpial walnut dihasilkan 4 macam pial yaitu walnut, rose, pea, dan 1 pial yang baru yaitu single dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Pial tunggal terjadi karena adanya 2 pasang alel (gen) yang resesif.

2. Kriptomeri

Kriptos (Yunani) berarti tersembunyi, sehingga kriptomeri dikatakan sebagai gen secara umum dikuasai yang seperti tersembunyi jikalau berdiri sendiri dan akan tampak pengaruhnya apabila tolong-menolong dengan gen secara umum dikuasai yang lainnya. Peristiwa kriptomeri ini pertama kali ditemukan oleh Correns (Tahun 1912) sehabis menyilangkan bunga Linaria marocanna berwarna merah (Aabb), dengan bunga Linaria maroccana berwarna putih (aaBB). Keturunan F1nya ialah bunga berwarna ungu (AaBb) yang berbeda dengan warna dari bunga kedua induknya (yaitu merah dan putih). Rasio fenotip F2nya ialah 9 ungu: 3 merah: 4 putih. Lantas dari manakah warna ungu tersebut timbul? Dari hasil penelitian plasma sel, ternyata warna merah disebabkan oleh adanya pigmen antosianin dalam lingkungan asam. Dalam lingkungan basa, pigmen ini akan memperlihatkan warna ungu. Jika di dalam plasma tidak terdapat pigmen antosianin, baik di dalam lingkungan asam atau basa, maka akan terbentuk warna putih. Faktor A, apabila mengandung pigmen antosianin dalam plasma sel dan faktor a jikalau tidak ada antosianin dalam plasma sel. Faktor B, apabila kondisi basa dan b dalam kondisi asam. Sifat A secara umum dikuasai terhadap a dan sifat B secara umum dikuasai terhadap sifat b. Oleh karena itu, tumbuhan yang berbunga merah disimbolkan dengan Aabb atau AAbb, sedangkan tumbuhan yang berbunga putih disimbolkan dengan aaBB atau aabb.

Dari klarifikasi di atas, sanggup dikatakan bahwa bunga merah mempunyai antosianin di mana dalam lingkungan plasma sel bersifat asam. Sedangkan bunga putih tidak mempunyai antosianin di mana lingkungan plasma sel bersifat basa. Apabila kedua tumbuhan tersebut saling disilangkan, sanggup dilihat pada diagram berikut.


P1
:
AAbb
X
aaBB


(merah)

(putih)
Gamet
:
A,b

r,P
F1

AaBb (Warna ungu)
P2

AaBb
X
AaBb


(ungu)

(ungu)
Gamet

AB, Ab, aB, ab

AB, Ab, aB, ab

F2 :

AB
Ab
aB
ab




AB
AABB
ungu 1
AABb
ungu 2
AaBB
ungu 3
AaBb
ungu 4
Ab
AABb
ungu 5
AAbb
merah 6
AaBb
ungu 7
Aabb
merah 8
aB
AaBB
ungu 9
AaBb
ungu 10
aaBB
putih 11
aaBb
putih 12
ab
AaBb
ungu 13
Aabb
merah 14
aaBb
putih 15
aabb
Putih 16

3. Polimeri

Pada uraian sebelumnya telah dijelaskan perihal kriptomeri. Selanjutnya, kalian akan mempelajari perihal polimeri. Apakah perbedaan antara keduanya? Untuk sanggup menjawabnya, simaklah uraian berikut.

Polimeri atau aksara kuantitatif ialah persilangan heterozigot dengan banyak sifat beda yang bangkit sendiri, tetapi memengaruhi bagian yang sama dari suatu organisme. Peristiwa polimeri ditemukan oleh Lars Frederik Nelson dan Ehle, sehabis melaksanakan percobaan dengan menyilangkan gandum berbiji merah dengan gandum berbiji putih. Persilangan itu menghasilkan keturunan heterozigot berwarna merah lebih muda bila dibandingkan dengan induknya yang homozigot (merah). Oleh lantaran itu, biji merah bersifat secara umum dikuasai tidak sempurna terhadap warna putih. Setelah generasi F1 disilangkan sesama, pada generasi F2 diperoleh perbandingan fenotip 3 merah : 1 putih.

Supaya kalian lebih memahami, cermatilah pola berikut.
Gandum berbiji merah : M1M1M2M2
Gandum berbiji putih : m1m1m2m2

P1
:
M1M1M2M2
X
m1m1m2m2


(merah)

(putih)
Gamet
:
M1M2

m1m2
F1

M1m1M2m2 = merah
P2

M1m1M2m2
X
M1m1M2m2


(merah)

(merah)
Gamet

M1M2,M1m2, m1M2, m1m2

M1M2, M1m2, m1M2, m1m2

Generasi F2 :

M1M2
M1m2
m1M2
m1m2




M1M2
M1M1M2M2
Merah tua
M1M1M2 m2
Merah sedang
M1m1M2M2
Merah sedang
M1m1M2m2
Merah muda
M1m2
M1M1M2m2
Merah sedang
M1M1 m2m2
Merah muda
M1m1M2m2
Merah muda
M1m1m2m2
Merah muda sekali
m1M2
M1m1M2M2
Merah sedang
M1m1M2m2
Merah muda
m1m1M2M2
merah muda
m1m1M2m2
merah muda sekali
m1m2
M1m1M2m2
Merah muda
M1m1m2m2
Merah muda sekali
m1m1M2m2
merah muda sekali
m1m1m2m2
putih

Rasio fenotip F2 ialah 15 merah : 1 putih

Dari hasil keturunan pada diagram di atas, banyaknya jumlah faktor M memengaruhi warna bijinya. Semakin banyak faktor M yang ada, warnanya semakin renta atau semakin gelap. Kapankah insiden polimeri sanggup terjadi? Peristiwa ini terjadi pada pewarisan, warna kulit manusia. Warna kulit disebabkan oleh zat warna kulit (pigmen). Jika faktor pigmen kulit insan dilambangkan dengan P, genotip orang berkulit putih p1p1 p2p2 p3p3. Apabila laki-laki kulit putih menikah dengan perempuan kulit gelap (negro), maka keturunan F1 akan mempunyai kulit mulad (coklat sawo matang), yang berfenotip P1p1P2p2P3p3. Derajat kehitaman kulit bergantung pada banyaknya faktor pigmen P.

4. Epistasis-hipostasis

Kalian tentunya masih ingat perihal istilah epikotil (epi = di atas) dan hipokotil (hipo = di bawah) bukan? Istilah tersebut sanggup dianalogkan dengan epistasis dan hipostasis. Dalam hal ini, epistasis ialah sebuah atau sepasang gen yang menutupi atau mengalahkan verbal gen lain yang tidak selokus (sealel). Bagaimana dengan Hipostasis? Hipostasis ialah gen yang tertutupi oleh sebuah atau sepasang gen lain yang tidak selokus (yang bukan alelnya).

Epistasis dibedakan menjadi tiga, yaitu epistasis dominan, epistasis resesif, dan epistasis secara umum dikuasai resesif. Nah, supaya kalian lebih memahami perbedaannya, perhatikanlah pola berikut.

a. Epistasis Dominan

Epistasis secara umum dikuasai terjadi pada persilangan umbi lapis bawang berwarna merah dengan umbi berwarna kuning. Gen A menyebabkan umbi berwarna merah dan gen B menyebabkan umbi berwarna kuning.

Persilangan tersebut sanggup dilihat di bawah ini.

P
:
aaBB
X
AAbb


(kuning, homozigot)

(merah, homozigot)
Gamet
:
aB

Ab
F1

AaBb (merah)
F2

9 A_B_ (merah)
12 merah


3 A_Bb (merah)


3 aaB_ (kuning)


1 aabb (putih)

Jika dilihat, hasil perbandingan fenotip F2 tersebut ialah 12 merah : 3 kuning : 1 putih. Angka perbandingan tersebut merupakan variasi atau modifi kasi dari perbandingan dihibrida 9:3:3:1. 

Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut, sanggup disimpulkanbahwa epistasis secara umum dikuasai terjadi bila sebuah gen secara umum dikuasai mengalahkan pengaruh gen lain yang bukan alelnya. Rumusnya ialah gen A bersifat epistasis terhadap gen B dan b. Oleh lantaran itu, meskipun dalam genotip terdapat gen B atau b, gen A tetap menutup ekspresi dari gen B dan b.

b. Epistasis Resesif

Peristiwa ini terjadi jikalau gen resesif mengalahkan dampak gen dominan dan resesif yang bukan alelnya. Rumusnya ialah gen aa epistasis terhadap B dan b. Pada persilangan antara anjing berambut emas dan anjing berambut coklat, dihasilkan keturunan F1 berambut hitam. Beberapa gen yang berperan ialah gen B (menentukan warna hitam), gen b (menentukan warna coklat), gen E (menentukan keluarnya warna), dan gen e (menghambat keluarnya warna). Peristiwa persilangannya dapat dilihat sebagai berikut.

P
:
BBee
X
bbEE


(emas)

(coklat)
Gamet
:
Be

bE
F1

BbEe (hitam)
F2

9 B_E_ (hitam)



3 B_ee (emas)


3 bbE_ (coklat)


1 bbee (emas)

Dari hasil penyilangan tersebut memperlihatkan perbandingan fenotip 9 hitam: 4 emas: 3 coklat. Oleh lantaran itu, rumus epistasis resesif adalah aa epistasis terhadap B dan b. Dalam pola ini, aa ialah ee (menghambat keluarnya warna).

c. Epistasis secara umum dikuasai resesif

Epistasis secara umum dikuasai resesif merupakan insiden suatu gen menghambat ekspresi fenotip yang disebabkan oleh gen mutan yang bukan alelnya. Gen mutan tersebut bersifat menghambat, sehingga disebut gen penghalang atau inhibitor atau gen suspensor. Epistasis secara umum dikuasai resesif terjadi pada persilangan lalat buah (Drossophila melanogaster). Gen P memilih warna mata merah, gen p menentukan warna mata ungu, gen S merupakan gen non-suspensor, dan s merupakan gen suspensor. Berikut ini insiden persilangannya.

P
:
PPss
X
ppSS


(merah)

(ungu)
Gamet
:
Ps

pS
F1

PpSs
F2

9 P_S_ (merah)



3 P_ss (merah)


3 ppS_ (ungu)


1 ppss (merah)

Perbandingan fenotipnya ialah 13 merah: 3 ungu. Rumus epistasis dominan resesif ialah A epistasis terhadap B dan b serta bb epistasis terhadap A dan a.

5. Gen-gen komplementer

Berikutnya akan kalian bahas perihal gen-gen komplementer. Apakah yang dimaksud dengan istilah tersebut? Nah, bacalah dengan cermat klarifikasi berikut.

Gen-gen komplementer merupakan interaksi antara gen-gen dominan yang berbeda, sehingga saling melengkapi. Jika kedua gen tersebut terdapat tolong-menolong dalam genotip, maka akan saling membantu dalam memilih fenotip. Jika salah satu gen tidak ada, maka pemunculan fenotip menjadi terhalang. Agar lebih jelas, simaklah contoh berikut.

Apabila F1 (keturunan pertama) hasil perkawinan 2 orang yang bisu tuli disilangkan dengan sesamanya, maka generasi atau keturunan F2 ada yang normal dan bisu tuli.

P1
:
BBtt
X
bbTT


(bisu tuli)

(bisu tuli)
Gamet
:
B, t

b, T
F1

BbTt (normal)
P2

BbTt
>< 
BbTt


(normal)

(normal)
Gamet

BT, Bt, bT, bt

BT, Bt, bT, bt


BT
Bt
bT
bt




BT
BBTT
normal
BBTt
normal
BbTT
normal
BbTt
normal
Bt
BBTt
normal
BBtt
bisu tuli
BbTt
normal
Bbtt
bisu tuli
bT
BbTT
normal
BbTt
normal
bbTT
bisu tuli
bbTt
bisu tuli
bt
BbTt
normal
Bbtt
bisu tuli
bbTt
bisu tuli
Bbtt
bisu tuli

Dalam hal ini, gen T dan gen B tidak akan memperlihatkan sifat normal apabila kedua gen tersebut tidak terdapat tolong-menolong dalam satu genotip. Dengan demikian, jikalau hanya terdapat gen T tanpa gen B, atau jikalau hanya terdapat gen B tanpa gen T maka akan tetap memunculkan sifat bisu tuli. Rasio fenotip F2 yang dihasilkan ialah 9 Normal : 7 bisu tuli.

6. Gen Dominan Rangkap

Masih ingatkah kalian dengan gen dominan? Gen secara umum dikuasai rangkap merupakan dua gen secara umum dikuasai yang memengaruhi serpihan tubuh makhluk hidup yang sama. Kedua gen itu berada tolong-menolong dan fenotipnya merupakan campuran dari kedua sifat gen-gen dominan tersebut. Perhatikanlah pola berikut.

Pada persilangan tumbuhan Bursa sp. yang berbuah oval dengan tanaman Bursa sp. yang berbuah segitiga, dihasilkan keturunan pertama (F1) yaitu tumbuhan Bursa sp. semua berbentuk oval. Untuk mengetahui hasil keturunan F2, cermatilah diagram di bawah ini:

P1
:
AABB
X
aabb


(buah segitiga)

(buah oval)
Gamet
:
A, B

a, b
F1

AaBb 100% buah segitiga
P2

AaBb
>< 
AaBb


(buah segitiga)

(buah segitiga)
Gamet

AB, Ab, aB, ab

AB, Ab, aB, ab

AB
Ab
aB
ab




AB
AABB
segitiga
AABb
segitiga
AaBB
segitiga
AaBb
segitiga
Ab
AABb
segitiga
AAbb
segitiga
AaBb
segitiga
Aabb
segitiga
aB
AaBb
segitiga
AaBb
segitiga
aaBB
segitiga
aaBb
segitiga
ab
AaBb
segitiga
Aabb
segitiga
aaBb
segitiga
aabb
oval

Rasio Fenotip F2 ialah 15 buah segitiga : 1 buah oval

7. Atavisme

Sebelum mengetahui perihal insiden atavisme, cobalah ingat kembali perihal interaksi gen pada pial ayam. Pial walnut dihasilkan dari persilangan ayam berpial rose dan pea. Pial pea dikatakan menghilang dan muncul sifat di luar induknya. Setelah ayam berpial walnut disilangkan sesamanya, dihasilkan 4 macam pial yaitu rose, pea, walnut, dan single. Pada insiden ini, pial rose dan pea muncul kembali setelah menghilang pada keturunan pertama. Nah, oleh Charles Darwin, peristiwa munculnya kembali sifat keturunan pada generasi berikutnya setelah sempat menghilang ini disebut atavisme. Atavisme juga terjadi pada burung merpati (Columba livia) India. Hasil perkawinan antara sesama merpati berekor menyerupai kipas, akan menghasilkan merpati berekor lurus. Merpati berekor menyerupai kipas muncul kembali sehabis perkawinan antara sesama merpati berekor lurus.

Anda kini sudah mengetahui Penyimpangan Hukum Mendel. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Rochmah, S. N., Sri Widayati, Mazrikhatul Miah. 2009. Biologi : Sekolah Menengan Atas dan MA Kelas XII. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 282.

No comments:

Post a Comment