Peluang Dan Tantangan Dalam Melawan Parasit Malaria - Baru-baru ini, variabilitas genetik di dalam genom malaria telah terungkap melalui sekuensing yang dilakukan oleh dua tim peneliti multi-nasional. Selain memperlihatkan adanya tantangan gres dalam upaya untuk memberantas benalu malaria, temuan ini juga menawarkan citra yang lebih terperinci dan lebih rinci mengenai komposisi genetiknya. Hal ini sanggup menyediakan peta awal bagi pengembangan obat-obatan dan vaksin untuk memerangi malaria.
Penelitian ini terdapat pada dua studi yang diterbitkan di edisi terbaru jurnal Nature Genetics. Para peneliti memfokuskan risetnya pada Plasmodium vivax (P. vivax), yaitu spesies malaria yang sering menyerang insan dan juga merupakan parasit malaria paling umum terdapat di luar Afrika, serta Plasmodium cynomolgi (P. cynomolgi), kerabat akrab P. vivax yang menginfeksi Asian Old World monkey (monyet-monyet dunia tertua di Asia).
“Kabar buruknya ialah adanya lebih banyak variasi genetik secara signifikan pada P. vivax dari asumsi kita sebelumnya. Hal ini sanggup membuat mereka menjadi resisten (kebal) terhadap membuatkan macam obat dan vaksin. Namun, ketika ini kita mempunyai pemahaman yang lebih baik mengenai tantangan yang akan kita hadapi. Kita sanggup terus bergerak maju untuk mencari cara mengatasinya dengan memakai analisis yang lebih mendalam.” Kata Profesor Jane Carlton, peneliti senior pada kedua studi tersebut dan anggota tim New York University’s Center for Genomics and Systems Biology.
Pada studi pertamanya, para peneliti meneliti strain P. vivax yang diambil dari lokasi geografis yang berbeda di Afrika Barat, Amerika Selatan dan Asia. Metode ini bisa menawarkan perseptif awal mengenai sebaran genom pada variabilitas global dari setiap spesies. Analisis yang mereka lakukan memperlihatkan bahwa P. vivax mempunyai dua kali lebih banyak keragaman genetik dibandingkan strain Plasmodium falciparum (P. falciparum) di seluruh dunia. Hal ini mengungkapkan adanya kemampuan P. vivax untuk sanggup berkembang biak secara tak terduga sehingga akan menjadi tantangan gres dalam mencari cara pengobatannya.
Studi keduanya dilakukan bahu-membahu dengan Profesor Kazuyuki Tanabe di Osaka University, Jepang. Mereka melaksanakan sekuensing terhadap tiga genom P. cynomolgi. Selanjutnya, para peneliti membandingkan susunan genetik dari P. vivax dan Plasmodium knowlesi (P. knowlesi). P. knowlesi merupakan benalu malaria yang lebih dulu disekuensing genomnya dan juga merupakan benalu yang sering menyerang insan dan monyet di sebagian wilayah Asia Tenggara.
Sekuensing terhadap genom P. cynomolgi untuk pertama kalinya ini telah memungkinkan para peneliti untuk sanggup mengidentifikasi keragaman genetik benalu ini. Adanya beberapa kesamaan genetiknya pada kedua benalu tersebut akan menawarkan laba di masa depan terkait dengan upaya untuk memahami dan memerangi segala bentuk malaria yang menyerang manusia.
“Kami telah berhasil menghasilkan peta genetik dari P. cynomolgi, kerabat dari P. vivax. Hal ini sanggup mendorong upaya kita untuk membuat sistem model yang baku untuk mempelajari P. vivax. Hal ini sangat penting bagi kita sebab selama ini kita tidak sanggup mengembang-biakkan P. vivax di labroratorium, padahal para peneliti sangat membutuhkan sistem model tersebut.” Kata Tanabe.
Penelitian ini banyak mendapat proteksi dari hibah tujuh tahun dari National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID), belahan dari National Institutes of Health. Dana tersebut telah berhasil dipakai untuk membentuk 10 International Centers of Excellence for Malaria Research (ICEMR). Carlton merupakan pimpinan ICEMR yang berbasis di India. Di India, benalu malaria, khususnya P. vivax, merupakan beban kesehatan yang tinggi bagi masyarakat. Tujuan khusus dari Center of Excellence ialah untuk mendukung dan membantu para peneliti di India agar mereka sanggup bekerja lebih maksimal untuk memerangi penyakit menular, menyerupai malaria, dimana penyakit ini paling banyak kasusnya. Sekuensing terhadap P. vivax dibiayai oleh NIAID melalui agenda Sequencing Center for Infectious Diseases at the Broad Institute menurut kontak No. HHSN272200900018C. Dana untuk percontohan sekuensing P. cynomolgi disediakan Burroughs Wellcome Fund.
Para peneliti di forum berikut ini juga menjadi belahan dari sekuensing P. vivax, diantaranya: The Broad Institute, the National Institute of Malaria Research in India, Arizona State University, dan the Centers for Disease Control and Prevention.
Para peneliti yang menjadi belahan dari penelitianyang terkait dengan P. cynomolgi, berasal dari Osaka University, Dokkyo Medical University, Japan’s Corporation for Production and Research of Laboratory Primates, Nagasaki University, Juntendo University’s School of Medicine, the University of Tokyo, the National Institute of Biomedical Innovation, the Centers for Disease Control and Prevention, dan Arizona State University.
Referensi Jurnal :
Daniel E Neafsey, Kevin Galinsky, Rays H Y Jiang, Lauren Young, Sean M Sykes, Sakina Saif, Sharvari Gujja, Jonathan M Goldberg, Sarah Young, Qiandong Zeng, Sinéad B Chapman, Aditya P Dash, Anupkumar R Anvikar, Patrick L Sutton, Bruce W Birren, Ananias A Escalante, John W Barnwell, Jane M Carlton. The malaria parasite Plasmodium vivax exhibits greater genetic diversity than Plasmodium falciparum. Nature Genetics, 2012; DOI: 10.1038/ng.2373
Artikel ini merupakan terjemahan dari goresan pena ulang menurut bahan yang disediakan oleh New York University via Science Daily (5 Agustus 2012). Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
No comments:
Post a Comment