Sasaran Terapi Penyakit Otot Telah Ditemukan - Studi wacana protein pada sistem otot “myostatin”, telah menjadi hal yang menarik bagi peneliti untuk dipakai sebagai sasaran terapi yang potensial pada orang dengan gangguan otot. Meskipun telah banyak diketahui mengenai bagaimana myostatin menghipnotis pertumbuhan otot, masih ada perbedaan pendapat wacana jenis sel otot yang dipengaruhi oleh myostatin. Penelitian terbaru dari Chen-Ming Fan dan Christoph Lepper mempersempit hal tersebut menjadi satu jenis sel pada otot. Penelitian mereka dipublikasikan pada tanggal 6 Agustus di Proceedings of the National Academy of Sciences.
Myostatin yang telah diketahui sanggup menghambat pertumbuhan otot dan fungsinya terjadi secara umum pada mamalia, termasuk sapi, domba, anjing, manusia, dan tikus. Tikus mutan yang kekurangan myostatin mempunyai massa otot yang hampir dua kali lipat dari tikus normal. Hal ini merupakan sesuatu yang menciptakan myostatin menjadi sasaran obat yang menarik dan potensial. Dengan menghambat myostatin, sebuah obat secara teori sanggup meningkatkan pertumbuhan otot, bahkan pada orang dengan penyakit otot.
Telah terjadi perdebatan mengenai jenis sel otot yang dipengaruhi oleh myostatin. Apakah yang dipengaruhi yakni sel otot berserat yang disebut myofibers, atau otot sel punca (stem cell) yang disebut sel satelit. Sel-sel satelit diaktifkan oleh cedera otot, dikala terjadi cedera otot ini mulai membelah dan bergabung menjadi myofibers. Beberapa penelitian sepertinya menawarkan myostatin mentarget sel satelit, sedangkan penelitian yang lain menawarkan myofibers.
Tim peneliti yang dipimpin oleh Fan dan Se-Jin Lee dari Johns Hopkins University Medical School, memakai banyak sekali teknik baik genetik maupun farmakologis, memilih bahwa pertumbuhan otot yang disebabkan oleh penghambatan myostatin tidak secara signifikan melibatkan penggabungan sel-sel satelit menjadi myofibers.
Temuan ini mempunyai implikasi besar bagi kemungkinan penggunaan myostatin sebagai sasaran klinis. Ada pertanyaan yang berkembang wacana bagaimana sebuah obat yang telah dirancang untuk mentarget myostatin akan bekerja dalam kondisi klinis di mana sel-sel satelit pasien telah habis. Misalnya, dalam penyakit ibarat distrofi otot, sel-sel satelit diyakini mengkompensasi sel otot yang merosot pada tahap awal penyakit ini, sehingga menjadikan sel-sel satelit ini menyusut dari waktu ke waktu. Penelitian ini meningkatkan kemungkinan bahwa pasien yang menderita penyakit tersebut mungkin masih sanggup mendapat laba dari inhibitor myostatin.
“Penelitian lebih lanjut diharapkan untuk memilih apakah temuan ini sanggup diterapkan pada banyak sekali kondisi klinis, ibarat pada olahraga, cedera, dan sarcopenia (hilangnya massa otot secara degeneratif yang bekerjasama dengan penuaan),” kata Fan. “Namun, temuan kami pada awalnya menawarkan bahwa banyak sekali penyakit yang menghipnotis sistem otot sanggup berpotensi menjadi responsif terhadap obat yang menghambat myostatin dan dengan demikian sanggup meningkatkan pertumbuhan otot, tanpa memperhitungkan kondisi dari sel-sel satelit yang ada.”
Peneliti lain yang juga terlibat dalam penelitian ini yakni Than Huynh, Yun-Sil Lee, dan Suzanne Sebald dari Johns Hopkins University School of Medicine; Sarah Wilcox-Adelman dari Boston Biomedical Research Institute; Naoki Iwamori dan Martin Matzuk dari Baylor College of Medicine.
Referensi Jurnal :
Se-Jin Lee, Thanh V. Huynh, Yun-Sil Lee, Suzanne M. Sebald, Sarah A. Wilcox-Adelman, Naoki Iwamori, Christoph Lepper, Martin M. Matzuk, and Chen-Ming Fan.Role of satellite cells versus myofibers in muscle hypertrophy induced by inhibition of the myostatin/activin signaling pathway. PNAS, August 6, 2012 DOI: 10.1073/pnas.1206410109.
Artikel ini merupakan terjemahan dari goresan pena ulang menurut bahan yang disediakan oleh Carnegie Institution via Science Daily (6 Agustus 2012). Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
No comments:
Post a Comment