Teori Penguatan Skinner | Kegiatan proses berguru mengajar di sekolah merupakan suatu perjuangan untuk mencapai tujuan tertentu yaitu mendapat perubahan tingkah laris secara sadar.
Terjadinya proses berguru sanggup diidentifikasi dari interaksi yang dilakukan oleh siswa dengan lingkungannya selama belajar. Para mahir psikologi cenderung untuk memakai pola-pola tingkah laris insan sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip berguru atau biasa disebut teori belajar.
Di dalam teori berguru terkandung dua hal yaitu:
1. Penjelasan perihal apa yang terjadi dan diperlukan terjadi pada akseptor didik,
2. Penjelasan perihal kemampuan intelektual akseptor didik mengenai hal-hal yang sanggup dipikirkan pada usia tertentu.
Adapun yang dimaksud dengan teori mengajar ialah suatu model yang berisi prinsip-prinsip umum perihal bagaimana seharusnya mengajar siswa.
Pada teori mengajar terdapat dua hal pokok yaitu:
1. Prosedur mengajar
2. Tujuan mengajar.
Ada tiga aliran besar yang selama ini dikenal dalam teori belajar-mengajar, yaitu:
1. Psikologi Tingkah-Laku (Behaviorism),
2. Psikologi Gestalt, dan
3. Psikologi Kognitif (Constructivism)
Pada goresan pena kali ini saya kan menfokuskan pada salah satu teori berguru mengajar psikologi tingkah laris yaitu Teori Penguatan yang dipelopori oleh B. F. Skinner
Skinner merupakan salah satu penganut paham psikologi tingkah-laku yang sangat menghipnotis para mahir psikologi modern. Skinner menyebarkan teori belajarnya juga dari hasil percobaan-percobaannya dengan memakai hewan. Hasil percobaan-percobaannya dan analisis ilmiahnya mengenai tingkah laris mempunyai implikasi yang sangat besar dalam proses berguru mengajar (Bell, 1981:148).
Dari percobaannya, Skinner menyimpulkan bahwa kita sanggup membentuk tingkah laris insan melalui pengaturan kondisi lingkungan (operant conditioning) dan penguatan.
Di dalam proses pembelajaran, guru harus memberikan materi pelajaran sedemikian rupa (misalnya dengan mengajukan pertanyaan secara lisan) sehingga siswa menawarkan respon terhadap materi pelajaran yang disampaikan. Selanjutnya guru memberi penguatan terhadap respon yang diberikan oleh siswa dan penguatan ini juga merupakan stimulus untuk memantapkan respon sebelumnya atau memunculkan respon yang lain.
Untuk lebih memahami penerapan pengaturan kondisi lingkungan dan penguatan dalam pembelajaran, perhatikan ilustrasi mengenai situasi aktivitas pembelajaran berikut:
Situasi 1.
Guru : “Amir, apa yang dimaksud dengan a3?”
Amir : membisu (tidak menawarkan respon)
Guru : “Nah anak-anak, sepertinya Amir sudah lupa bagaimana ia harus bicara?” (Kelas menjadi ramai alasannya seluruh siswa tertawa dan muka Amir menjadi merah alasannya malu)
Situasi 2.
Guru : “Amir, apa yang dimaksud dengan a3?”
Amir : membisu (tidak menawarkan respon)
Guru : “Baiklah, rupanya Amir sedang berusaha mengingat dan saya yakin Amir sanggup menjawabnya.”
(Kemudian Amir berusaha menjawab dan dengan bimbingan guru jadinya Amir sanggup menjawab dan tidak merasa aib bahkan ia merasa sanggup menjawab pertanyaan guru dengan baik).
Kedua situasi berguru di atas merupakan pola operant conditioning yang keduanya menghasilkan respon belajar. Namun, pada situasi pertama penguatan yang diberikan guru terhadap respon siswa (diam) merupakan stimulus yang memunculkan respon berguru yang tidak dikehendaki. Sedang pada situasi kedua penguatan yang diberikan guru terhadap respon siswa (diam) merupakan stimulus yang memunculkan respon berguru yang dikehendaki.
Dari kedua situasi berguru di atas tampak bahwa respon akseptor didik terhadap stimulus yang diberikan tidak selalu secara otomatis menampilkan tingkah laris yang sesuai dengan apa yang ingin dicapai.
Untuk lebih terang perhatikan pola pembelajaran mengenai memperkirakan hasil perhitungan dari perkalian dua bilangan desimal berikut.
Skinner membagi penguatan ini menjadi dua: (1) penguatan kasatmata dan (2) penguatan negatif.
Penguatan kasatmata sebagai stimulus, apabila penyajiannya mengiringi suatu tingkah laris siswa yang cenderung sanggup meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laris itu, hal ini berarti tingkahlaku tersebut diperkuat. Ganjaran berupa kebanggaan yang diberikan guru kepada siswa yang menjawab pertanyaan dengan baik merupakan pola penguatan positif.
Reaksi (ucapan atau perbuatan) guru yang tidak menyenangkan akseptor didik yang mengiringi kegagalan siswa dalam menjawab pertanyaan guru atau siswa yang bungkam (tidak menjawab) pertanyaan guru, juga merupakan pola penguatan positif.
Sedangkan penguatan negatif ialah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan alasannya cendrung menguatkan tingkah laku. Contohnya, perhatian siswa dalam mengikuti pelajaran matematika sanggup ditingkatkan dengan menghilangkan stimulus yang mengganggu konsentrasi siswa menyerupai bunyi gaduh, tindakan siswa yang mengacau, atau tingkah (gerak-gerik) guru yang kurang baik (Bell, 1981; Hudojo, 1990).
Demikian salah satu teori pembelajaran matematika yang bisa saya bagikan. Semoga ada manfaatnya. Terima kasih sudah berkunjung dan membaca hingga akhir. Salam.
Terjadinya proses berguru sanggup diidentifikasi dari interaksi yang dilakukan oleh siswa dengan lingkungannya selama belajar. Para mahir psikologi cenderung untuk memakai pola-pola tingkah laris insan sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip berguru atau biasa disebut teori belajar.
Di dalam teori berguru terkandung dua hal yaitu:
1. Penjelasan perihal apa yang terjadi dan diperlukan terjadi pada akseptor didik,
2. Penjelasan perihal kemampuan intelektual akseptor didik mengenai hal-hal yang sanggup dipikirkan pada usia tertentu.
Pada teori mengajar terdapat dua hal pokok yaitu:
1. Prosedur mengajar
2. Tujuan mengajar.
1. Psikologi Tingkah-Laku (Behaviorism),
2. Psikologi Gestalt, dan
3. Psikologi Kognitif (Constructivism)
Skinner merupakan salah satu penganut paham psikologi tingkah-laku yang sangat menghipnotis para mahir psikologi modern. Skinner menyebarkan teori belajarnya juga dari hasil percobaan-percobaannya dengan memakai hewan. Hasil percobaan-percobaannya dan analisis ilmiahnya mengenai tingkah laris mempunyai implikasi yang sangat besar dalam proses berguru mengajar (Bell, 1981:148).
Dari percobaannya, Skinner menyimpulkan bahwa kita sanggup membentuk tingkah laris insan melalui pengaturan kondisi lingkungan (operant conditioning) dan penguatan.
Di dalam proses pembelajaran, guru harus memberikan materi pelajaran sedemikian rupa (misalnya dengan mengajukan pertanyaan secara lisan) sehingga siswa menawarkan respon terhadap materi pelajaran yang disampaikan. Selanjutnya guru memberi penguatan terhadap respon yang diberikan oleh siswa dan penguatan ini juga merupakan stimulus untuk memantapkan respon sebelumnya atau memunculkan respon yang lain.
Untuk lebih memahami penerapan pengaturan kondisi lingkungan dan penguatan dalam pembelajaran, perhatikan ilustrasi mengenai situasi aktivitas pembelajaran berikut:
Situasi 1.
Guru : “Amir, apa yang dimaksud dengan a3?”
Amir : membisu (tidak menawarkan respon)
Guru : “Nah anak-anak, sepertinya Amir sudah lupa bagaimana ia harus bicara?” (Kelas menjadi ramai alasannya seluruh siswa tertawa dan muka Amir menjadi merah alasannya malu)
Situasi 2.
Guru : “Amir, apa yang dimaksud dengan a3?”
Amir : membisu (tidak menawarkan respon)
Guru : “Baiklah, rupanya Amir sedang berusaha mengingat dan saya yakin Amir sanggup menjawabnya.”
(Kemudian Amir berusaha menjawab dan dengan bimbingan guru jadinya Amir sanggup menjawab dan tidak merasa aib bahkan ia merasa sanggup menjawab pertanyaan guru dengan baik).
Kedua situasi berguru di atas merupakan pola operant conditioning yang keduanya menghasilkan respon belajar. Namun, pada situasi pertama penguatan yang diberikan guru terhadap respon siswa (diam) merupakan stimulus yang memunculkan respon berguru yang tidak dikehendaki. Sedang pada situasi kedua penguatan yang diberikan guru terhadap respon siswa (diam) merupakan stimulus yang memunculkan respon berguru yang dikehendaki.
Dari kedua situasi berguru di atas tampak bahwa respon akseptor didik terhadap stimulus yang diberikan tidak selalu secara otomatis menampilkan tingkah laris yang sesuai dengan apa yang ingin dicapai.
Untuk lebih terang perhatikan pola pembelajaran mengenai memperkirakan hasil perhitungan dari perkalian dua bilangan desimal berikut.
Perkirakan hasil perhitungan: 61,403 x 0,0041
Langkah-langkah yang disusun untuk menjawab pertanyaan di atas ialah sebagai berikut.
Langkah 1.
Dekatilah kedua bilangan tersebut dengan membulatkan hingga satu angka
signifikan. ………………………………………………………… 60 x 0,004
Langkah 2.
Tulislah dalam bilangan baku …………………………………6 x 101 x 4 x 10-3
Langkah 3.
Kelompokkan bilangan-bilangan tersebut ………………… 6 x 4 x 101 x 10-3
Langkah 4.
Hitunglah hasilnya ………………………………………………… 24 x 10-2
Langkah 5.
Tulislah dalam bentuk desimal …………………………………. 0,24
Jadi jawabnya ………………………………………… 61,403 x 0,0041 » 0,24
Skinner membagi penguatan ini menjadi dua: (1) penguatan kasatmata dan (2) penguatan negatif.
Penguatan kasatmata sebagai stimulus, apabila penyajiannya mengiringi suatu tingkah laris siswa yang cenderung sanggup meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laris itu, hal ini berarti tingkahlaku tersebut diperkuat. Ganjaran berupa kebanggaan yang diberikan guru kepada siswa yang menjawab pertanyaan dengan baik merupakan pola penguatan positif.
Reaksi (ucapan atau perbuatan) guru yang tidak menyenangkan akseptor didik yang mengiringi kegagalan siswa dalam menjawab pertanyaan guru atau siswa yang bungkam (tidak menjawab) pertanyaan guru, juga merupakan pola penguatan positif.
Sedangkan penguatan negatif ialah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan alasannya cendrung menguatkan tingkah laku. Contohnya, perhatian siswa dalam mengikuti pelajaran matematika sanggup ditingkatkan dengan menghilangkan stimulus yang mengganggu konsentrasi siswa menyerupai bunyi gaduh, tindakan siswa yang mengacau, atau tingkah (gerak-gerik) guru yang kurang baik (Bell, 1981; Hudojo, 1990).
Demikian salah satu teori pembelajaran matematika yang bisa saya bagikan. Semoga ada manfaatnya. Terima kasih sudah berkunjung dan membaca hingga akhir. Salam.
No comments:
Post a Comment