Kerja keras belum tentu produktif, lihat tukang becak, sungguh ia sudah kerja keras mengayuh becaknya sampai ngos-ngosan keringetan, tetapi akibatnya ternyata tidak memadai. Kerja cerdas lebih produktif, tidak terlalu keringetan tetapi akibatnya sanggup jauh lebih banyak. Tetapi banyak juga orang yang sudah kerja cerdas, sudah menghasilkan begitu banyak, segala yang dibutuhkan sudah tersedia, ternyata hidupnya tidak tenang, gelisah dan ujung-ujungnya lari ke narkoba atau mendekam di penjara.
Nah, ada jenis kerja lain, yaitu kerja ikhlas. Dapat banyak alhamdulillah, sanggup sedikit alhamdulillah, belum dapat, sabar dan berusaha lagi. Seberapapun yang diperoleh dari kerja keras, cerdas dan keikhlasannya, ia sanggup menerimanya dengan bahagia hati alasannya yaitu ia menyadari bahwa wilayah insan itu hanya berikhtiar, hanya berusaha, sedangkan perihal hasil, di situ ada tangan Tuhan.
Ada orang sudah sanggup banyak masih kurang dan hatinya gelisah, makan tak yummy tidur tak nyenyak, dimusuhi orang banyak. Sementara yang lain dapatnya sedikit tetapi ia merasa cukup bahkan masih sanggup memberi. Dengan tenang ia menikmati hasil jerih payahnya, damai, harmoni dengan lingkungan dan bahkan dihormati orang lain.
Menurut hitungan matematis,orang yang punya uang sepuluh juta rupiah kemudian diambil lima juta untuk membantu biaya sekolah belum dewasa yatim maka uangnya yang tersisa hanya tinggal lima juta rupiah. Jika orang itu kemudian memiliki teladan sikap tetap yaitu selalu menunjukkan separoh hasil usahanya untuk membantu orang lain yang kesulitan, maka berdasarkan hitungan matematis ia niscaya lambat kayanya dibanding jikalau ia tidak suka memberi. Jika ia menjadi kaya 10 tahun kemudian, maka logikanya jikalau tidak suka memberi, ia sudah sanggup menjadi orang kaya lima tahun lebih cepat.
Tetapi realitas kehidupan sering berbicara lain. Orang yang suka memberi justru lebih cepat kaya sementara orang yang kikir usahanya sering tersendat-sendat. Sama halnya orang dagang yang selalu mengambil laba dengan margin tertinggi justru kalah bersaing dengan pedagang yang mengambil laba dengan margin rendah. Kenapa ?, alasannya yaitu hidup itu bukan hanya matematis, ada matematika bumi dan ada matematika langit. Orang yang keukeuh (bertahan; sunda) dengan hitungan matematis dalam interaksi sosial tanpa disadari ia justru kehilangan peluang non teknis yang nilainya tak terukur secara matematis, yaitu berkah.
Berkah yaitu terdayagunanya nikmat secara optimal. Dari uang lima juta rupiah contohnya semua terinvestasi tanpa ada sedikitpun kebocoran, sehingga pertumbuhannya konstan. Sedangkan penghasilan yang tidak berkah dapatnya tampaknya banyak, tetapi yang terdayaguna hanya sedikit alasannya yaitu sebagian besar justru bocor ke wilayah-wilayah yang tak diperlukan.
Matematika langit mengajarkan bahwa harta itu anugerah Tuhan. Tuhan menyuruh insan untuk bekerja keras dan Tuhan akan memberi berdasarkan kehendak Nya sesuai dengan rumus-rumus matematika langit. Zakat contohnya arti bahasanya yaitu suci dan tumbuh, artinya orang yang disiplin membayar zakat hartanya menjadi suci (dari sorotan orang miskin) dan hatinya pun menjadi suci (dari keserakahan matematis).
Filosofi zakat ialah bahwa di dalam harta si kaya ada hak orang lain (miskin), yang meminta atau yang aib meminta. Jika zakat tak dibayarkan, maka maknanya si kaya memakan hak orang miskin. Zakat diartikan tumbuh artinya harta yang dizakati akan berkembang volume dan maknanya secara sehat. Logiskah ini ?
Tuhan mengajarkan melalui pohon. Pohon yang secara regular digunting ranting dan daunnya ia akan tumbuh berkembang secara indah dan berpola, alasannya yaitu dari ranting yang digunting akan tumbuh daun gres yang segar. Jika pohon itu tak pernah dipotong maka pohon itu terus berkembang tetapi tidak indah, tidak berpola dan bahkan sanggup menjadi pohon besar yang angker.
sumber dari : sini
Nah, ada jenis kerja lain, yaitu kerja ikhlas. Dapat banyak alhamdulillah, sanggup sedikit alhamdulillah, belum dapat, sabar dan berusaha lagi. Seberapapun yang diperoleh dari kerja keras, cerdas dan keikhlasannya, ia sanggup menerimanya dengan bahagia hati alasannya yaitu ia menyadari bahwa wilayah insan itu hanya berikhtiar, hanya berusaha, sedangkan perihal hasil, di situ ada tangan Tuhan.
Ada orang sudah sanggup banyak masih kurang dan hatinya gelisah, makan tak yummy tidur tak nyenyak, dimusuhi orang banyak. Sementara yang lain dapatnya sedikit tetapi ia merasa cukup bahkan masih sanggup memberi. Dengan tenang ia menikmati hasil jerih payahnya, damai, harmoni dengan lingkungan dan bahkan dihormati orang lain.
Menurut hitungan matematis,orang yang punya uang sepuluh juta rupiah kemudian diambil lima juta untuk membantu biaya sekolah belum dewasa yatim maka uangnya yang tersisa hanya tinggal lima juta rupiah. Jika orang itu kemudian memiliki teladan sikap tetap yaitu selalu menunjukkan separoh hasil usahanya untuk membantu orang lain yang kesulitan, maka berdasarkan hitungan matematis ia niscaya lambat kayanya dibanding jikalau ia tidak suka memberi. Jika ia menjadi kaya 10 tahun kemudian, maka logikanya jikalau tidak suka memberi, ia sudah sanggup menjadi orang kaya lima tahun lebih cepat.
Tetapi realitas kehidupan sering berbicara lain. Orang yang suka memberi justru lebih cepat kaya sementara orang yang kikir usahanya sering tersendat-sendat. Sama halnya orang dagang yang selalu mengambil laba dengan margin tertinggi justru kalah bersaing dengan pedagang yang mengambil laba dengan margin rendah. Kenapa ?, alasannya yaitu hidup itu bukan hanya matematis, ada matematika bumi dan ada matematika langit. Orang yang keukeuh (bertahan; sunda) dengan hitungan matematis dalam interaksi sosial tanpa disadari ia justru kehilangan peluang non teknis yang nilainya tak terukur secara matematis, yaitu berkah.
Berkah yaitu terdayagunanya nikmat secara optimal. Dari uang lima juta rupiah contohnya semua terinvestasi tanpa ada sedikitpun kebocoran, sehingga pertumbuhannya konstan. Sedangkan penghasilan yang tidak berkah dapatnya tampaknya banyak, tetapi yang terdayaguna hanya sedikit alasannya yaitu sebagian besar justru bocor ke wilayah-wilayah yang tak diperlukan.
Matematika langit mengajarkan bahwa harta itu anugerah Tuhan. Tuhan menyuruh insan untuk bekerja keras dan Tuhan akan memberi berdasarkan kehendak Nya sesuai dengan rumus-rumus matematika langit. Zakat contohnya arti bahasanya yaitu suci dan tumbuh, artinya orang yang disiplin membayar zakat hartanya menjadi suci (dari sorotan orang miskin) dan hatinya pun menjadi suci (dari keserakahan matematis).
Filosofi zakat ialah bahwa di dalam harta si kaya ada hak orang lain (miskin), yang meminta atau yang aib meminta. Jika zakat tak dibayarkan, maka maknanya si kaya memakan hak orang miskin. Zakat diartikan tumbuh artinya harta yang dizakati akan berkembang volume dan maknanya secara sehat. Logiskah ini ?
Tuhan mengajarkan melalui pohon. Pohon yang secara regular digunting ranting dan daunnya ia akan tumbuh berkembang secara indah dan berpola, alasannya yaitu dari ranting yang digunting akan tumbuh daun gres yang segar. Jika pohon itu tak pernah dipotong maka pohon itu terus berkembang tetapi tidak indah, tidak berpola dan bahkan sanggup menjadi pohon besar yang angker.
sumber dari : sini
No comments:
Post a Comment