Wednesday, July 31, 2019

Pintar Pelajaran Dapatkah Taman Nasional Menyimpan Keanekaragaman Hayati ?

Dapatkah Taman Nasional Menyimpan Keanekaragaman Hayati ? - Studi satwa liar selama 14 tahun yang dilakukan di taman nasional Madagaskar Ranomafana oleh Sarah Karpanty, professor konservasi satwa liar dari Virginia Tech’s College of Natural Resources and Environment, dan murid-muridnya, telah menjadi bab dari makalah wacana keanekaragaman hayati yang diterbitkan secara online di Nature (25 Juli 2012). Aktivitas yang dilakukan oleh insan telah meningkatkan tekanan terhadap keberlangsungan sistem alam dan satwa liar. Hal inilah yang mendasari 200 ilmuwan dari seluruh dunia untuk menciptakan puzzle yang menyajikan citra yang lebih terang mengenai realita dan cara untuk mengurangi kekuatan yang bersifat merusak.

Makalah tersebut berjudul “Mencegah Hilangnya Keanekaragaman Hayati di Kawasan Hutan Tropis yang Dilindungi”. Penulisan makalah tersebut dikoordinatori oleh William F. Laurance dari Smithsonian Tropical Research Institute, James Cook University’s Centre for Tropical Environmental, dan Sustainability Science and School of Marine and Tropical Biology. 

Penelitian yang mereka lakukan telah meneliti lebih dari 30 kategori spesies yang berbeda, dari mulai kupu-kupu hingga predator berukuran besar yang terdapat di daerah lindung di daerah tropis Amerika, Afrika, dan Asia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ternyata banyak daerah lindung tropis dunia yang harus berjuang untuk mempertahankan keanekaragaman hayatinya.
Dapatkah Taman Nasional Menyimpan Keanekaragaman Hayati  Pintar Pelajaran Dapatkah Taman Nasional Menyimpan Keanekaragaman Hayati ?
Sarah Karpanty, professor konservasi satwa liar dari Virginia Tech’s College of Natural Resources and Environment telah melaksanakan penelitian keanekaragaman hayati di Madagaskar semenjak tahun 1998. (Credit: Virginia Tech)
“Meskipun mereka (kawasan lindung) merupakan keinginan terbaik kami untuk mempertahankan hutan tropis dan keanekaragaman hayatinya yang luar biasa untuk jangka waktu selama-lamanya, namun kenyataannya, mereka menyerupai perahu yang sedang terancam ancaman tenggelam” kata Laurence.

Para ilmuwan telah mengamati perubahan jumlah kelompok spesies selama dua hingga tiga dekade terakhir ini. Sementara mereka juga mengidentifikasi perubahan lingkungan yang sanggup mengancamnya, menyerupai deforestasi yang berlangsung secara cepat di Negara-negara tropis.  Tim peneliti telah menemukan cagar alam yang berfungsi sebagai “cermin”, dimana sebagian cagar alam telah mencerminkan adanya ancaman dan perubahan bentang alam di sekitarnya.

Karpanty merupakan peneliti yang berperan memperlihatkan ulasan secara mendalam mengenai penelitian tersebut, dimana fokus pengamatannya ditujukan pada kondisi satwa liar, ancaman terhadap satwa liar dan taman nasional, dan bagaimana imbas perubahan di luar taman nasional terhadap satwa liar di dalamnya.

Penelitian ini juga mendapat proteksi peneliti dari College of Natural Resources and Environment, yaitu   Brian Gerber dan Maria Kotschwar. Keduanya mendapat gelar di bidang ilmu perikanan dan satwa liar dari Virginia Tech pada tahun 2010. Mereka memperlihatkan donasi berupa data mengenai populasi raptor (sejenis burung pemangsa), karnovora, dan lemur di taman nasional Ranomafana.

“Penelitian ini memperlihatkan evaluasi yang komprehensif dan up-to-date mengenai tugas daerah lindung dalam menyelamatkan keanekaragaman hayati di daerah tropis. Proyek besar ini yakni upaya kerja sama yang dilakukan oleh para ilmuwan dari seluruh dunia untuk menyumbangkan data dan wawasan mereka. Hal ini untuk menjawab pertanyaan mengenai apakah alam dan taman margasatwa sanggup menyimpan keanekaragaman hayati dunia. Dan jawabannya? Ketika sebagian besar cagar alam membantu melindungi hutan di dalamnya, ternyata sekitar setengah cagar alam tersebut sedang berjuang untuk mempertahankan keanakeragaman hayati aslinya. Keanekaragaman hayati tersebut mencakup pohon-pohon bau tanah yang terus tumbuh, predator berukuran besar, dan hewan lainnya berukuran besar, primata, ikan dan amfibi stream-dwelling (pelawan arus). Para peneliti menyampaikan bahwa cagar alam yang paling “menderita” yakni cagar alam yang kurang terlindungi dan mengalami gangguan dari pendatang, pemburu, dan penebang ilegal” tulis Karpanty  di makalahnya.

Temuan ini memperlihatkan bahwa daerah lindung tropis sering terkait dekat secara ekologis dengan habitat di dalamnya. Kegagalan untuk membendung kehilangan dan degradasi habitat pada skala yang luas sanggup meningkatkan kemungkinan penurunan keanekaragaman hayati secara serius.

Karpanty menekankan bahwa point penting dari penelitian ini tidak harus dilihat dari sudut pandang negatif, yaitu dimana kita berpikir bahwa tidak ada keinginan bagi kelangsungan keanekaragaman hayati di daerah tropis. Namun, kita harus melihatnya dari sisi lain, yaitu kita harus berusaha keras untuk menghilangkan ancaman yang ada di luar perbatasan taman nasional. Cara yang sanggup dilakukan yakni membangun taman nasional gres dan mempertahankan yang sudah ada.

Referensi Jurnal :

William F. Laurance et al. Averting biodiversity collapse in tropical forest protected areas. Nature, 2012; DOI: 10.1038/nature11318

Artikel ini merupakan terjemahan dari materi yang disediakan oleh Virginia Tech, via Newswise dan Science Daily (7 Agustus 2012). Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

No comments:

Post a Comment