Wednesday, July 31, 2019

Pintar Pelajaran Stres Dan Depresi Sanggup Mengurangi Volume Otak

Stres Dan Depresi Dapat Mengurangi Volume Otak - Depresi berat atau stres kronis sanggup menyebabkan berkurangnya volume otak, yaitu suatu kondisi yang memperlihatkan donasi terhadap gangguan emosional dan kognitif. Saat ini, tim peneliti yang dipimpin oleh para ilmuwan Yale telah menemukan satu alasan mengapa hal ini terjadi. Hal tersebut terjadi alasannya yakni adanya “saklar” genetik tunggal yang memicu hilangnya koneksi otak pada insan dan depresi pada binatang model.

Temuan yang dilaporkan dalam edisi 12 Agustus di jurnal Nature Medicine ini memperlihatkan bahwa saklar genetik yang dikenal sebagai faktor transkripsi telah merepresi ekspresi dari beberapa gen yang diharapkan untuk pembentukan kekerabatan sinaptik antar sel otak. Pada gilirannya, hal ini sanggup menyebabkan hilangnya massa otak di korteks prefrontal.

“Kami ingin menguji gagasan bahwa stres daat menyebabkan hilangnya sinapsis otak pada manusia. Kami memperlihatkan bahwa sirkuit di otak yang biasanya terlibat dalam emosi serta kognisi, terganggu saat faktor transkripsi tunggal diaktifkan.” kata penulis senior Ronald Duman, seorang professor di bidang psikiatri, neurobiologi dan farmakologi di Elizabeth Mears dan House Jameson.
Stres Dan Depresi Dapat Mengurangi Volume Otak Pintar Pelajaran Stres Dan Depresi Dapat Mengurangi Volume Otak
Ekspresi dari gen tunggal secara dramatis mengurangi kekerabatan sinaptik antar sel otak. Ilmuwan Yale percaya bahwa kemungkinan ini menjelaskan mengapa orang yang menderita stres kronis dan depresi menderita kehilangan volume otak. (Credit: Courtesy Yale University)
Tim peneliti menganalisis jaringan dari pasien yang mengalami depresi dan yang tidak mengalami depresi. Jaringan tersebut merupakan santunan dari sebuah bank otak yang juga sedang  mencari teladan yang berbeda dari aktivasi gen. Otak pasien yang mengalami depresi memperlihatkan tingkat ekspresi gen lebih rendah yang diharapkan untuk menjalankan fungsi dan struktur sinapsis otak. Penulis dan peneliti postdoctoral HJ Kang menemukan bahwa sedikitnya lima gen ini sanggup diatur oleh faktor transkripsi tunggal yang disebut GATA1. Ketika faktor transkripsi diaktifkan, tikus memperlihatkan tanda-tanda menyerupai depresi, hal ini memperlihatkan GATA1 memainkan tugas tidak hanya dalam hilangnya kekerabatan antara neuron tetapi juga dalam tanda-tanda depresi

Duman berteori bahwa variasi genetik dalam GATA1 mungkin suatu hari sanggup membantu mengidentifikasi orang yang berisiko tinggi untuk mengalami depresi berat atau orang yang sensitive terhadap stres.

“Kami berharap bahwa dengan meningkatkan kekerabatan sinaptik, baik dengan obat-obat gres atau terapi perilaku, kita sanggup menyebarkan terapi antidepresan yang lebih efektif,” kata Duman.

Studi ini dibiayai oleh National Institutes of Health and the Connecticut Department of Mental Health and Addiction Services.

Penulis dari Universitas Yale yang juga terlibat dalam penelitian ini yakni Bhavya Voleti, Pawel Licznerski, Ashley Lepack, dan Mounira Banasr.

Referensi Jurnal :

Hyo Jung Kang, Bhavya Voleti, Tibor Hajszan, Grazyna Rajkowska, Craig A Stockmeier, Pawel Licznerski, Ashley Lepack, Mahesh S Majik, Lak Shin Jeong, Mounira Banasr, Hyeon Son, Ronald S Duman. Decreased expression of synapse-related genes and loss of synapses in major depressive disorder. Nature Medicine, 2012; DOI: 10.1038/nm.2886

Artikel ini merupakan terjemahan dari goresan pena ulang menurut bahan yang disediakan oleh Yale University via science Daily. (12 Agustus 2012). Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

No comments:

Post a Comment