Artikel dan Makalah wacana Perkembangan Historiografi Di Indonesia : Tradisional, Kolonial, Modern, Nasional - Berikut ini ialah materi lengkapnya :
Penulisan sejarah pada mulanya lebih merupakan ekspresi budaya daripada usaha untuk merekam masa lampau sebagaimana adanya. Hal ini didorong oleh suatu kenyataan bahwa dalam diri insan atau masyarakat selalu akan muncul pertanyaan wacana jati diri dan asal usulnya yang sanggup mengambarkan keberadaannya dan memperkokoh nilai-nilai budaya yang dianutnya. Jadi, penulisan sejarah bukan bertujuan untuk mendapat kebenaran sejarah dengan pembuktian melalui fakta-fakta, akan tetapi keyakinan akan kebenaran dongeng sejarah itu diperoleh melalui pengukuhan serta pengabdiannya terhadap penguasa. Dalam historiografi tradisional terjalinlah dengan erat unsur-unsur sastra, sebagai karya imajinatif dan mitologi, sebagai pandangan hidup yang dikisahkan sebagai uraian insiden pada masa lampau, ibarat tercermin dalam babad atau hikayat.
Gambar 1. Hikayat Seri Rama yang disebut dari Kakawin Ramayana. |
Walaupun demikian, adanya sejarah tradisional mempunyai arti dan fungsinya sendiri. Pertama, dengan corak sejarah tradisional yang bersifat istana sentris maka ada upaya untuk memperlihatkan kesinambungan yang kronologis dan untuk memperlihatkan legitimasi yang besar lengan berkuasa kepada penguasanya. Ken Arok misalnya, dalam kitab Pararaton dituliskan sebagai titisan Dewa Wisnu dan putra dari Dewa Brahma dengan Ken Endok. Raja-raja Mataram menciptakan garis keturunannya dari periode insan pertama dan para nabi, diikuti dengan periode tokoh-tokoh kepahlawanan dari kitab Mahabharata.
Kemudian pertumbuhan kerajaan Mataram dilukiskan berasal dari kerajaan kuno ibarat Daha, Kediri, Singasari, Majapahit dan Demak. Adapula upaya untuk menarik garis keturunan dari tokoh raja legendaris ibarat Iskandar Agung kepada rajaraja legendaris dari Jawa dan Malaka. Kedua, aneka macam legenda, mitos dan folklor yang terkait dengan tokoh-tokoh sejarah lokal, ibarat yang terdapat dalam kitab Babad Tanah Jawi bertujuan untuk meningkatkan solidaritas dan integrasi di bawah kekuasaan pusat. Ketika proses penyatuan telah berhasil dilakukan maka kekuasaan sentra membutuhkan untuk mengukuhkannya. Antara lain caranya dengan memasukkan aneka macam sejarah lokal menjadi sejarah resmi Mataram. Ketiga, penyusunan sejarah tradisional juga dimaksudkan untuk menciptakan simbol identitas baru. Bagi rakyat di kawasan menjadi pecahan dari sebuah kerajaan berarti mengembangkan identitas dan gengsi baru. Bagi mereka tiba ke ibu kota (nagara) merupakan sesuatu yang luar biasa. Kharisma seorang raja, ibarat yang dituliskan dalam Babad Tanah Jawi, dipercaya alasannya adanya pulung. Dengan mempunyai kharisma itulah, Panembahan Senopati berhasil menaklukkan ratu Pantai Selatan, Nyai Roro Kidul sehingga bisa mengamankan kekuasaannya di sepanjang pantai selatan Jawa, tempat sang ratu berada sebagai penguasa dengan aneka macam terornya.
Pembicaraan mengenai perkembangan historiografi Indonesia tidak sanggup mengabaikan buku-buku historiografi yang dihasilkan oleh sejarawan kolonial. Tidak sanggup disangkal bahwa historiografi kolonial turut memperkuat proses historiografi Indonesia. Historiografi kolonial dengan sendirinya menonjolkan peranan bangsa Belanda dan memberi tekanan pada aspek politik dan ekonomi. Hal ini merupakan perkembangan logis dari situasi kolonial dikala penulisan sejarah bertujuan utama mewujudkan sejarah dari golongan yang berkuasa beserta lembaga-lembaganya.
Penulisan sejarah kolonial tentunya tidak lepas dari kepentingan penguasa kolonial. Kepentingan itu mewarnai interpretasi mereka terhadap suatu insiden sejarah yang tentunya berbeda dengan penafsiran dari penulis sejarah nasional Indonesia. Perlawanan Diponegoro, misalnya, dalam pandangan pemerintahan kolonial dianggap sebagai tindakan ekstrimis yang mengganggu stabilitas jalannya pemerintahan. Di sisi lain, bagi penulis sejarah nasional perlawanan tersebut dianggap sebagai usaha untuk menegakkan kebenaran, keadilan, dan cinta tanah air.
Gambar 2. Lukisan dalam Babad Diponegoro. |
Jika dalam sejarah Belanda-sentris menonjolkan peranan VOC sebagai ”pemersatu” dalam menuliskan sejarah Hindia-Belanda (Indonesia) maka dalam pandangan Indonesia-sentris hal itu akan berbeda. Kehadiran bangsa Barat pada umumnya, Belanda pada khususnya, sengaja atau tidak sengaja mendorong ke arah integrasi. Perlawanan terhadap penetrasi dan kekuasaan bangsa Barat membantu pembentukan wilayah kesatuan yang kemudian disebut Indonesia. Demikian halnya pandangan bangsa Belanda yang mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949 melalui penyerahan kedaulatan sebagai kelanjutan dari Konferensi Meja Bundar maka bangsa Indonesia mengakui bahwa kemerdekaan Indonesia diperoleh dengan perjuangannya sendiri kemudian diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Tuntutan akan ketepatan teknik dalam usaha untuk mendapat fakta sejarah secermat mungkin dan mengadakan rekonstruksi sebaik mungkin serta menerangkannya setepat mungkin, mendorong tumbuhnya historiografi modern. Di samping mempergunakan metode yang kritis, historiografi modern juga menerapkan penghalusan teknik penelitian dan menggunakan ilmu-ilmu bantu gres yang bermunculan. Oleh alasannya itu, secara sedikit demi sedikit aneka macam ilmu bantu dalam pengerjaan sejarah berkembang mulai dari penguasaan bahasa serta keterampilan membaca goresan pena kuno (epigrafi) hingga dengan numismatik, yang mempelajari mata uang kuno, dan yang mempelajari permasalahan arsip-arsip.
Dengan demikian, bukan saja ketepatan pengujian materi sumber harus selalu diperhalus, metode-metode gres dalam pengumpulan sumber (heuristik) harus pula dikembangkan. Misalnya, jika bahan-bahan tertulis telah habis, sedangkan usaha untuk mendapat rekonstruksi sejarah yang relatif utuh belum tercapai maka dikembangkan apa yang disebut dengan sejarah lisan. Dengan sejarah lisan, teknik wawancara terhadap para pelaku atau saksi sejarah dan sistem pembagian terstruktur mengenai dalam penyimpanannya perlu pula selalu disempurnakan, sedangkan bila untuk dipertimbangkan sebagai materi penulisan sejarah maka dibutuhkan metodologi dan alat analisis disertai dengan ilmu bantu sejarah yang memadai.
Usaha perintisan penulisan sejarah nasional muncul sehabis Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh penulisan sejarah yang ada merupakan penulisan sejarah yang dilakukan pada zaman kolonial dan bersifat Belanda sentris. Selain itu, sebagai negara yang gres memperoleh kemerdekaannya membutuhkan suatu penulisan sejarah yang sanggup memperlihatkan jati diri sebagai bangsa, serta sanggup memperlihatkan legitimasi pada keberadaan bangsa Indonesia yang baru, sehabis bertahun-tahun berada dalam masa penjajahan. Pada waktu itu bagi rakyat Indonesia pada umumnya membutuhkan identitas mereka yang gres sehabis zaman penjajahan yang diwarnai dengan adanya deskriminasi rasial. Penulisan sejarah nasional juga dibutuhkan untuk pendidikan bagi generasi muda sebagai warga negara.
Seminar Nasional Sejarah Pertama di Yogyakarta pada tahun 1957 merupakan kebangkitan penulisan sejarah nasional Indonesia. Seminar tersebut membicarakan pencarian identitas nasional bangsa Indonesia melalui rekonstruksi penulisan sejarah nasional. Seminar tersebut membicarakan wacana upaya penulisan sejarah nasional yang berpandangan Indonesia sentris. Sejarah nasional juga diharapkan sanggup menjadi alat pemersatu dengan memperlihatkan klarifikasi wacana keberadaan bangsa Indonesia melalui jejak sejarahnya.
Sejarah nasional merujuk kepada sejarah aneka macam suku bangsa dan wilayah di Indonesia. Oleh alasannya itu, sejarah nasional harus sanggup memanfaatkan sumber-sumber dari penulisan sejarah tradisional dan kolonial untuk dilakukan rekonstruksi ulang menjadi sejarah yang berorientasi pada kepentingan integrasi nasional. Objek penelitian sejarah nasional mencakup aneka macam aspek dengan menggunakan pendekatan multi dimensional, baik aspek ekonomi, ideologi, sosial-budaya, maupun sistem kepercayaan. Kehidupan sebelum sebuah masyarakat mengenali goresan pena disebut kehidupan prasejarah. Setiap bangsa di muka bumi ini niscaya pernah mengalami masa prasejarah. Tiap-tiap bangsa mengalami masa praaksara berbeda-beda.
Anda kini sudah mengetahui Perkembangan Historiografi Di Indonesia : Tradisional, Kolonial, Modern, Nasional. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
Referensi :
Hendrayana. 2009. Sejarah 1 : Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Jilid 1 Kelas X. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 202.
No comments:
Post a Comment