Sistem Klasifikasi Makhluk Hidup - Dalam kehidupan sehari-hari, kalian sering melaksanakan pengelompokan terhadap benda-benda tertentu, bukan? Misalnya, kalian mengelompokkan sendok, piring, dan gelas dalam kelompok alat-alat makan. Selain itu, kalian juga mengelompokkan bus, motor, dan kendaraan beroda empat dalam kelompok alat-alat transportasi. Pengelompokan alat-alat makan dan transportasi tersebut yaitu menurut fungsinya masing-masing. Dengan demikian, sanggup dikatakan bahwa setiap pengelompokan pasti didasarkan pada dasar pengelompokan. Begitu pula halnya dengan pembagian terstruktur mengenai makhluk hidup.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa alam semesta dihuni oleh beragam makhluk hidup. Agar lebih gampang mengenali beragam makhluk hidup, kita perlu melaksanakan pembagian terstruktur mengenai makhluk hidup. Bagaimana cara pembagian terstruktur mengenai makhluk hidup? Perhatikan uraian berikut. (Baca juga :
Biodiversitas)
1. Tujuan dan Manfaat Klasifikasi Makhluk Hidup
Jumlah tumbuhan dan binatang sangat banyak, sehingga tidak mungkin menghafalkannya satu per satu. Oleh sebab itu, kita perlu melakukan klasifikasi. Dengan klasifikasi, kita sanggup mengenal sifat suatu spesies dengan melihat spesies lain yang merupakan anggota kelompok yang sama atau dengan melihat nama kelompoknya. Contohnya kita sanggup mengelompokkan seluruh jenis binatang menjadi dua kelompok besar, yaitu binatang bertulang belakang (vertebrata) dan binatang tidak bertulang belakang (invertebrata). Kemudian, kelompok binatang vertebrata dikelompokkan menjadi kelompok yang lebih kecil lagi, yaitu kelompok ikan (Pisces), kelompok binatang dua alam (Amfibi), kelompok binatang melata (Reptil), kelompok hewan menyusui (Mammalia), dan kelompok binatang bersayap (Aves). Kelompok-kelompok tersebut dikumpulkan menurut persamaan sifat.
Kelompok ikan, misalnya, merupakan kumpulan dari banyak sekali jenis hewan yang hidup di air dan mempunyai kesamaan sifat-sifat tertentu sehingga disebut sebagai ikan. Misalnya mempunyai sisi, bernapas dengan insang, dan berenang dengan sirip. Kegiatan mengklasifi kasikan makhluk hidup sangat bermanfaat bagi manusia. Dengan pembagian terstruktur mengenai tersebut akan mempermudah kita dalam mempelajari banyak sekali jenis makhluk hidup yang ada di dunia ini. Manfaat lainnya yaitu memudahkan langkah-langkah pelestarian keanekaragaman hayati. Dengan pembagian terstruktur mengenai juga bisa diketahui hubungan kekerabatan spesies satu dengan yang lain.
2. Proses dan Hasil Klasifikasi Makhluk Hidup
Para ilmuwan melaksanakan pengelompokan makhluk hidup dengan cara mencari persamaan ciri-ciri yang dimiliki. Makhluk hidup yang memiliki kesamaan ciri (sifat) dikelompokkan dalam satu kelompok atau takson. Misalnya, ayam dan burung dimasukkan dalam satu kelompok karena mempunyai ciri yang sama, yaitu berbulu, mempunyai paru, dan berkembang biak dengan bertelur.
Sementara itu, binatang yang mempunyai perbedaan sifat akan dimasukkan dalam kelompok yang berbeda pula. Misalnya, kita akan mengelompokkan beberapa hewan, yaitu sapi, kerbau, kambing, kucing, itik, ayam, angsa, merpati, dan jalak. Hewan-hewan tersebut sanggup dikelompokkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama berdasarkan kesamaan ciri tubuhnya yang berambut. Kelompok ini terdiri dari sapi, kerbau, kambing, dan kucing. Sedangkan kelompok kedua berdasarkan kesamaan ciri tubuhnya yang berbulu. Kelompok ini terdiri dari itik, ayam, angsa, merpati, dan jalak.
Berdasarkan cara pengelompokannya, sistem pembagian terstruktur mengenai makhluk hidup dibedakan menjadi 3 macam, yaitu sistem artifisial, sistem alamiah, dan sistem filogeni. Masing-masing sistem pembagian terstruktur mengenai tersebut memiliki dasar pengelompokkan tertentu.
Pada sistem artifisial (buatan), klasifikasikan dilakukan berdasarkan struktur morfologis, anatomi, dan fisiologi (terutama pada alat perkembangbiakan dan habitat makhluk hidup). Contoh sistem pembagian terstruktur mengenai ini yaitu yang dilakukan oleh Theopratus dalam bukunya Historia Plantarum. Ia membagi tumbuhan menjadi empat kelompok berdasarkan penampakannya, yaitu pepohonan, perdu, semak, dan gulma. Sistem yang lain dikemukakan oleh Aristoteles dalam bukunya Historia Animalum. Ia mengelompokkan binatang menjadi dua kelompok, yaitu binatang berdarah dan binatang tak berdarah. Tokoh lain yang mengembangkan sistem ini yaitu Carolus linneaus.
Bapak Klasifikasi
Carolus Linnaeus atau Carl Von Linne yaitu seorang doktor jago botani dari Swedia. Dia memperkenalkan sistem pembagian terstruktur mengenai modern. Pada mulanya, sistem klasifikasi yang dikenalkan menggunakan sistem polinomial (banyak kata). Selanjutnya, ia menggunakan sistem binomial (dua kata). Kata pertama menunjukkan genus, sedangkan kata kedua menunjukkan spesies. Karena berhasil memperkenalkan sistem binomial, ia mendapatkan julukan Bapak Klasifikasi.
Pada sistem alamiah, hasil pembagian terstruktur mengenai (takson) terbentuk secara alami, sesuai kehendak alam. Dasar klasifi kasi yang digunakan yaitu banyak sedikitnya persamaan, terutama morfologi. Pelopornya adalah Michael Adanson dan Jean Baptise de Lamarck. Mereka mengelompokkan hewan menjadi empat kelompok, yaitu binatang berkaki empat, hewan berkaki dua, binatang bersirip, dan binatang tidak berkaki. Selanjutnya, hewan berkaki empat dibagi lagi menjadi kelompok hewan berkuku genap dan berkuku gasal.
Sedangkan sistem filogeni merupakan pembagian terstruktur mengenai yang mengacu pada teori evolusi. Teori tersebut menyatakan bahwa spesies yang ada di muka bumi akan mengalami perubahan terus menerus sejalan dengan perubahan lingkungan, sehingga menghasilkan spesies yang berbeda. Organisme gres dilahirkan oleh organisme pendahulunya yang mengalami perubahan (meliputi perubahan susunan gen) yang mengakibatkan perubahan pada sifat organisme tersebut. Proses ini berlangsung lambat dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Dengan menggunakan sistem ini, jauh dekatnya kekerabatan kekerabatan antar-antar takson sanggup terlihat dengan jelas. Semakin bersahabat kekerabatan perkerabatan, semakin banyak persamaannya.
Dalam sejarah perkembangannya, banyak sekali sistem pembagian terstruktur mengenai pernah dikemukakan oleh para ahli, mulai dari sistem dua kingdom sampai sistem yang kini umum dipakai. Perhatikan Gambar 1.
|
Gambar 1. Perkembangan sistem pembagian terstruktur mengenai makhluk hidup |
Pada tahun 1758, Carolus Linnaeus mengusulkan sistem dua kingdom. Ia mengelompokkan makhluk hidup menjadi 2 kingdom (dunia), yaitu Dunia Hewan (Animalia) dan Dunia Tumbuhan (Plantae). Semua organisme yang tidak mempunyai dinding sel dan mempunyai kemampuan berpindah tempat dimasukkan dalam kelompok hewan. Sedangkan organisme yang mempunyai dinding sel, bisa melakukan fotosintesis, dan tidak sanggup berpindah tempat dimasukkan dalam kelompok tumbuhan.
Menyempurnakan sistem dua kingdom, pada tahun 1866, Ernest Haeckel mengusulkan sistem tiga kingdom. Di dalam sistem ini, makhluk hidup dibagi Dunia Hewan (Animalia), Dunia Tumbuhan (Plantae), dan Dunia Protista. Dunia Protista meliputi bacteria, Protozoa, dan Porifera. Selain Haeckel, sistem tiga kingdom juga diusulkan oleh Antoni Van Leuwenhoek, tetapi kingdom yang ketiga bukan Protista, melainkan
Fungi (Dunia Jamur). Leuwenhoek menggunakan dasar pengelompokan berupa cara memperoleh nutrisi.
Fungi merupakan kelompok organisme yang memperoleh makanannya dengan menguraikan dan menyerap media, Plantae merupakan kelompok organisme yang mendapat masakan dengan melakukan fotosintesis, dan Animalia merupakan kelompok organisme yang memakan organisme lain, baik fungi, tumbuhan, maupun binatang lain.
Sistem empat kingdom muncul menyusul sistem tiga kingdom, diusulkan oleh Copeland pada tahun 1956. Copeland mengelompokkan makhluk hidup menjadi empat kingdom, yaitu Monera (termasuk bacteria), Protoctista (pengganti nama Protista), Plantae (tumbuhan, termasuk fungi), dan Animalia. Sistem serupa juga dikemukakan oleh
Eduard Chatton (1939) yang memakai dasar pembagian terstruktur mengenai berupa ada tidaknya membran yang membungkus inti sel (eukariotik dan prokariotik). Dalam perkembangan selanjutnya, Sistem lima kingdom kemudian muncul mengikuti perkembangan sistem-sistem sebelumnya.
Pada tahun 1969, R. H. Whittaker mengelompokkan makhluk hidup menjadi Monera (memiliki tipe sel prokariotik, meliputi Bakteri dan Cyanobacteria), Protista (organisme eukariotik bersel tunggal, meliputi Protozoa dan Algae), Fungi (eukariotik, multiseluler, mengurai medium dan menyerap makanan), Plantae (eukariotik, multiseluler, dan autotrof karena bisa berfotosintesis, Meliputi Bryophyta, Pteridophyta, dan Spermatophyta), dan Animalia (eukariotik, multiseluler, heterotrof).
Ke depan sistem pembagian terstruktur mengenai akan semakin berkembang sehubungan dengan adanya kemajuan teknologi di bidang biologi, terutama biologi molekuler. Bahkan dikala ini juga sudah diajukan sistem klasifi kasi enam kingdom dan sistem tiga domain.
Di dalam banyak sekali sistem pembagian terstruktur mengenai tersebut, tingkatan tertinggi kelompok atau makhluk hidup yaitu kingdom (dunia). Kingdom ataudunia merupakan sebuah golongan (kelompok), disebut takson. Sebagai takson yang tertinggi, Kingdom masih sanggup dibagi lagi menjadi unit-unit takson di bawahnya. Urutan unit takson pada binatang adalah Kingdom (Dunia), Phylum (Filum), Classis (Kelas), Ordo (Bangsa), Familia (Suku), Genus (Marga), dan Species (Spesies, Jenis). Untuk tumbuhan urutan tersebut sama tetapi takson di bawah Kingdom bukan Phylum, melainkan Divisio (Divisi).
Takson atau kelompok makhluk hidup sanggup mempunyai peringkat atau kategori dan takson-takson tertentu yang diberi nama secara ilmiah. Makara setiap takson (kelompok) makhluk hidup di dalam sistem kalsifikasi mempunyai nama ilmiah tertentu yang sifatnya khas dan tidak dipakai untuk nama takson yang lain. Perhatikan contoh pada bagan pada Gambar 2.
|
Gambar 2. Kategori dan Takson pada Dunia Tumbuhan |
Kingdom atau dunia merupakan tingkatan takson tertinggi. Kingdom dibagi lagi menjadi filum (pada hewan) dan divisi (pada tumbuhan). Pembagian ini biasanya menurut pada ciri yang umum. Pada tumbuhan, misalnya, tumbuhan yang memiliki, akar, batang, dan daun yang sejati dimasukkan pada Divisi Spermatophyta. Sedangkan tumbuhan yang tidak mempunyai akar dan batang yang sejati dimasukkan ke dalam divisi lain, menyerupai Divisi Bryophyta, Psilophyta, Lycophyta, dan Filicophyta. Divisi dibagi menjadi beberapa subdivisi dan kelas.
Divisi Spermatophyta (tumbuhan berbiji) dibagi menjadi Subdivisi Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup) dan Subdivisi Gymnospermae (tumbuhan berbiji terbuka). Angiospermae dibagi lagi menjadi Kelas Monocotyledoneae (tumbuhan berbiji tertutup dan berkeping satu) dan Kelas Dicotyledoneae (tumbuhan berbiji tertutup dan berkeping dua). Di bawah kategori kelas, terdapat kategori bangsa. Kelas Monocotyledoneae mempunyai beberapa bangsa, contohnya yaitu bangsa Poales, Liliales, dan Bromeliales. Bangsa
Poales dibagi lagi menjadi beberapa suku, contohnya Suku Poaceae dan Suku Cyperaceae. Suku Poaceae (suku rumput-rumputan) memiliki beberapa marga, misalnya, Marga Oryza. Marga merupakan takson yang meliputi sejumlah spesies yang mempunyai persamaan struktur alat reproduksi (jenis kelamin). Di bawah marga yaitu kategori spesies atau jenis. Spesies merupakan populasi yang setiap individu yang menjadi anggotanya mempunyai kesamaan pada sifat morfologi, anatomi, fisiologi, dan jumlah kromosom serta susunan kromosomnya.
Marga Oryza mempunyai jenis Oryza sativa (padi). Apabila antar individu satu jenis melaksanakan perkawinan, maka akan dihasilkan keturunan yang fertil (subur). Tetapi khusus untuk organisme prokariotik konsep spesies tersebut tidak berlaku.
Ketujuh tingkatan takson tersebut yaitu tingkatan yang umum disebut. Selain itu, masih terdapat kategori (peringkat) yang lain yang letaknya berada di antara takson-takson tersebut. Yang berada di bawahnya diawali dengan kata sub, yaitu subkingdom, subphylum, subordo, dan subspesies. Sedangkan apabila kategorinya lebih tinggi, diawali dengan kata super, yaitu superclassis, superordo, dan superfamilia.
3. Tata Nama Makhluk Hidup
Berbagai jenis makhluk hidup mempunyai sebutan atau nama yang bermacam-macam sesuai dengan kawasan tempat organisme tersebut ditemukan (nama lokal). Sehingga satu jenis tumbuhan, pisang misalnya, bisa mempunyai nama lokal yang berbeda-beda. Oleh orang Jawa tanaman pisang disebut gedang. Di Madura disebut kisang dan di Sunda disebut cau. Orang Belanda menyebutnya banaan dan dalam bahasa Inggris disebut banana. Akibat bermacam-macam nama tersebut bisa membingungkan meskipun intinya tumbuhan yang dimaksud adalah sama. Ini memperlihatkan bahwa nama kawasan di manapun di dunia ini tidak sanggup digunakan untuk menunjuk dengan sempurna suatu spesies.
Oleh sebab itu disusunlah tata nama yang mengatur pemberian nama ilmiah suatu spesies dan tata nama tersebut berlaku secara internasional. Jadi, ketika kita menyebut pisang dengan nama ilmiahnya, yaitu Musa paradisiaca L., maka para biolog di seluruh dunia akan memahami bahwa spesies yang kita maksud yaitu pisang.
Nama ilmiah yaitu nama latin atau nama yang dilatinkan untuk menyebut suatu spesies. Nama ini berlaku secara internasional dan pemakaiannya diatur oleh suatu ketentuan atau isyarat internasional. Tata nama tumbuhan diatur oleh Kode Internasional Tata Nama Tumbuhan (International Code of Botanical Nommenclature) dan tata nama hewan diatur oleh Kode Internasional Tata Nama Hewan (International Code of Zoological Nomenclature). Sedangkan untuk organisme lain, bakteri dan akhea misalnya, selain mengacu pada kedua isyarat tersebut juga harus mengacu pada International Code of Bacterial Nommenclature.
Pemberian nama ilmiah harus dilakukan sesuai tata nama. Nama ilmiah yang baku yaitu yang sesuai dengan sistem binomial nomenclature. Ilmuwan yang mengenalkan tata nama ini adalah Carolus Linnaeus. Penamaan ini memakai dua kata. Kata pertama memperlihatkan genus, sedangkan kata kedua menunjukkan penunjuk spesies (epitethon specificum). Nama genus (marga) harus ditulis dengan awalan karakter besar atau karakter kapital, sedangkan kata kedua dimulai de ngan karakter kecil. Kata kedua biasanya berasal dari nama penemunya, nama tempat spesimen tersebut ditemukan, atau ciri khas yang dimiliki spesies tersebut dan harus dilatinkan. Kedua kata dalam nama ilmiah tersebut harus dituliskan dengan cetakan yang berbeda dengan kalimat di sekitarnya. Biasanya ditulis dengan huruf miring (italic). Di belakang nama ilmiah tersebut bisa juga dituliskan singkatan nama orang (author), yaitu orang yang pertama kali memberikan nama ilmiah tersebut dan mempublikasikannya secara sah dan valid. Jadi, nama ilmiah untuk pisang, Musa paradisiaca L., harus dipahami sebagai berikut.
Musa : memperlihatkan nama genus
paradisiaca : memperlihatkan nama penunjuk spesies (epitheton spesificum)
L. : akronim dari Linneaus, author yang memberikan nama tersebut dan mempublikasikannya secara sah dan valid.
Apabila nama spesies terdiri dari 3 kata, maka kata kedua dan ketiga harus ditulis menyatu dengan tanda hubung. Misalnya, Hibiscus rosa-sinensis atau Hibiscus rosasinensis. Nama familia (suku) diambil dari nama spesimen contoh ditambah dengan akhiran aceae jikalau itu tumbuhan, dan idae jikalau makhluk itu hewan. Contoh nama familia pada tumbuhan, yaitu familia Solanaceae dari kata Solanum + aceae. Sedangkan contoh nama familia pada hewan, yaitu familia Canidae dari Canis + idae. Nama kelas diakhiri dengan nae, contohnya nama kelas tumbuhan Melinjo terdiri dari nama kelas Gnetinae dari kata Gnetum + nae. Sedangkan nama ordo dikhiri dengan kata ales, contohnya nama ordo tumbuhan jahe adalah Zingiberales, berasal dari kata Zingiber + ales.
4. Identifikasi Makhluk Hidup
Dengan menyebutkan nama ayam, kucing, dan tikus, atau padi, rumput, dan belalang berarti kalian telah melaksanakan identifikasi terhadap makhluk hidup. Apabila kalian melaksanakan identifi kasi makhluk hidup, maka kalian sanggup mengenal makhluk hidup secara mendetail atau mendalam. Pada prinsipnya identifikasi makhluk hidup yaitu upaya mencocokkan suatu jenis makhluk hidup dengan kategori tertentu yang telah diklasifikasikan dan diberi nama secara ilmiah oleh para ahli. Identifikasi tumbuhan berarti mencocokan jenis tumbuhan yang belum diketahui ke dalam takson tertentu. tertentu. Oleh sebab itu, dibutuhkan sarana identifikasi berupa kunciidentifikasi (kunci dikotomis), pertelaan, atau buku-buku identifikasi.
Identifikasi dimulai dengan pengumpulan spesimen, pengamatan sifat-sifat tertentu (determinasi) dan pencocokan. Sehingga, apabila kalian akan melaksanakan identifi kasi suatu jenis, kalian harus memperhatikan ciri-ciri tubuh hewan, meliputi susunan kulit, susunan alat gerak, susunan potongan tubuh (kepala, badan, dan ekor), susunan gigi, dan lubang hidung. Sedangkan pada identifi kasi tumbuhan, ciri-ciri yang harus diperhatikan meliputi bunga (bagian-bagian bunga dan susunan bunga), daun (bentuk daun, tepi daun, pangkal dan ujung daun, pertulangan daun dan sifat-sifat permukaan daun) dan buah.
Sampel atau spesimen tumbuhan dan binatang sanggup diambil dalam bentuk awetan berupa awetan berair atau kering. Contoh awetan kering pada tumbuhan yaitu herbarium dan pada binatang yaitu insektarium. Sampel-sampel tersebut kemudian diamati ciri-cirinya dengan seksama dan diidentifikasi dengan sarana identifi kasi yang sesuai. Begitu pula untuk virus, organisme prokariotik, dan fungi juga dibutuhkan sampel dan sarana identifikasi tertentu.
Untuk menambah pengetahuan kalian perihal identifikasi, lakukan kegiatan berikut.
Lakukan pengamatan pada tumbuhan jati, ketapang, dan kamboja. Lakukan determinasi dengan menggunakan kunci berikut untuk mengidentifikasi ketiga jenis tumbuhan tersebut hingga tingkat familia.
Cara mengidentifikasi tumbuhan memakai kunci determinasi diawali dengan mencermati setiap kata yang terdapat pada kunci determinasi mulai dari baris paling atas. Ambillah satu persatu tumbuhan yang ada, kemudian cocokkan ciri yang terdapat pada kunci determinasi dengan ciri pada tumbuhan. Bila ciri yang ada pada kunci determinasi sesuai dengan ciri pada tumbuhan, catatlah nomornya dan lanjutkan sesuai dengan perintah yang ada pada kunci (biasanya nomornya berada di penghujung pernyataan).
Bila ciri yang ada pada kunci determinasi tidak sesuai dengan ciri pada tumbuhan, beralihlah pada nomor yang sesuai dengan petunjuk yang ada pada kunci determinasi. Lakukan identifikasi dengan memberikan nama familia pada tumbuhan yang kalian identifikasi. Sebagai contoh jikalau kalian mengidentifikasi dengan benar, maka hasil identifikasi untuk tumbuhan kambija yaitu sebagai berikut: 84b-88b-89b-91b-105. Apocynaceae. Jadi, famili tumbuhan tersebut yaitu Apocynaceae. Salinlah hasil identifikasi kalian pada buku tugas, kemudian kumpulkan kepada guru kalian.
Kunci identifikasi sederhana hanya memuat ciri-ciri yang tampak oleh mata. Namun demikian, seharusnya dalam menciptakan kunci tidak hanya berdasarkan ciri-ciri yang tampak, tetapi juga ciri-ciri mikroskopis. Sebagai contoh apabila kita ingin menciptakan kunci untuk tumbuhan monokotil dan dikotil maka kita harus mengenal ciri-ciri anggota kedua kelas tersebut dengan baik.
Tumbuhan dengan biji berkeping satu atau anggota kelas monocotyledonae memiliki akar serabut, batang yang beruas-ruas, daun berbentuk pita dengan urat-urat yang tersusun sejajar atau melengkung. Bagian bunganya menyerupai mahkota dan kelopak berjumlah 3 atau kelipatan 3. Bila biji berkecambah, kotiledonnya atau kepingnya tetap utuh. Batang dan akarnya tidak sanggup tumbuh membesar, kecuali beberapa jenis monocotyledonae. Contoh tumbuhan dikotil adalah nanas seberang dan palem raja.
Sedangan Kelas Dicotyledoneae (tumbuhan berkeping dua atau berbiji belah) akarnya berupa akar tunggang. Batangnya mempunyai ruas-ruas yang tidak jelas. Umumnya mempunyai banyak cabang. Bentuk daunnya bervariasi, ada yang berbentuk jantung, ginjal, dan bulat telur (pada umumnya urat daun menyirip atau menjari). Bagian bunga menyerupai kelopak bunga dan mahkota bunga berjumlah dua, empat, lima, atau kelipatannya. Bila biji berkecambah, kepingnya membelah menjadi dua. Akar maupun batang sanggup tumbuh membesar karena memiliki kambium.
Anda kini sudah mengetahui
Sistem Klasifikasi Makhluk Hidup. Terima kasih anda sudah berkunjung ke
Perpustakaan Cyber.
Referensi :
Widayati, S., S. N. Rochmah dan Zubedi. 2009. Biologi : Sekolah Menengan Atas dan MA Kelas X. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 290.