Thursday, August 1, 2019

Pintar Pelajaran Hilangnya Lapisan Es Di Antartika Mengancam Populasi Pinguin Emperor

Hilangnya Lapisan Es Di Antartika Mengancam Populasi Pinguin Emperor - Dengan tinggi hampir empat meter, pinguin Emperor yaitu burung bahari terbesar di Antartika. Jika suhu global terus meningkat, pinguin Emperor yang ada di Antartika pada daerah Terre Adelie  kemungkinan akan menghilang, berdasarkan sebuah studi yang dipimpin oleh peneliti dari Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI). Terre Adelie yaitu wilayah pesisir di Antartika yang telah diamati poulasi pinguinnya oleh ilmuwan Perancis selama lebih dari 50 tahun.

Studi ini dipublikasikan pada tanggal 20 juni di jurnal Global Change Biology.

“Selama satu periode terakhir, kita telah mengamati hilangnya koloni pinguin di daerah Dion Islets yang berdekatan dengan Semenanjung Barat  Antartika,” kata Stephanie Jenouvrier, jago biologi WHOI dan penulis utama studi ini. “Pada tahun 1948 dan 1970-an, para ilmuwan mencatat lebih dari 150 pasangan ada di sana. Pada tahun 1999, populasinya turun menjadi hanya 20 pasang, dan pada 2009 mereka telah lenyap seluruhnya.” Seperti di Terre Adelie, Jenouvrier berpikir penurunan dari populasi pinguin yang ada di sana kemungkinan bekerjasama dengan penurunan simultan pada lapisan es Antartika alasannya memanasnya suhu di daerah itu.
 Hilangnya Lapisan Es Di Antartika Mengancam Populasi Pinguin Emperor  Pintar Pelajaran Hilangnya Lapisan Es Di Antartika Mengancam Populasi Pinguin Emperor
Ahli biologi dari WHOI Stephanie Jenouvrier sedang menyiapkan seekor anak pinguin emperor (sekitar lima bulan) untuk ditagging (ditandai) selama studi lapangan pada bulan Desember 2011 di Terre Adelie. Tim peneliti memakai teknologi tagging Passive Inductive Transponder (PIT), yang membantu mengidentifikasi burung dan melacak data demografis, contohnya menyerupai kapan mereka kembali ke koloninya untuk berkembang biak dan membesarkan anaknya. (Foto: Courtesy of Stephanie Jenouvrier, Woods Hole Oceanographic Institution)
Tidak menyerupai burung bahari lainnya, pinguin Emperor berkembang biak dan membesarkan anak mereka  pada lapisan es. Jika es pecah dan menghilang di awal animo kawin, kegagalan perkembangbiakan besar-besaran sanggup terjadi, kata Jenouvrier. “Ada angka ajal yang besar pada tahap perkembangbiakan, alasannya hanya 50 persen dari anak penguin sanggup bertahan hingga simpulan animo kawin, dan hanya setengah dari mereka sanggup bertahan hingga tahun depan,” katanya.

Lapisan es yang menghilang juga sanggup menghipnotis sumber masakan pinguin. Pinguin memakan ikan, cumi, dan udang, organisme bahari tersebut memakan zooplankton dan fitoplankton, organisme kecil yang tumbuh di bawah es. Jika es hilang, plankton akan hilang begitu juga dengan organisme bahari yang memakan plankton, kata Jenouvrier. Hal tersebut akan besar lengan berkuasa pada rantai makanan, yang pada balasannya juga akan besar lengan berkuasa terhadap pingiun , dimana pinguin akan kehilangan sumber masakan utamanya.

Untuk memproyeksikan bagaimana kemungkinan tingkat populasi pinguin di masa depan, Jenouvrier dan timnya memakai data dari beberapa sumber yang berbeda, termasuk model iklim, ramalan lapisan es, dan model demografis yang dibentuk oleh Jenouvrier.

Penggabungan data jangka panjang dari populasi pinguin dengan gosip perihal iklim merupakan kunci untuk penelitian ini, kata Hal Caswell, spesialis biologi matematika senior di WHOI.

“Jika Anda ingin mempelajari efek iklim terhadap spesies tertentu, ada tiga potongan-potongan yang harus anda letakkan secara bersama-sama,” katanya. “Yang pertama yaitu deskripsi dari seluruh siklus hidup organisme dan bagaimana individu bergerak melalui siklus hidupnya. Bagian kedua yaitu bagaimana siklus hidup suatu spesies dipengaruhi oleh variabel iklim, dan bab ketiga yaitu ramalan dari variabel tersebut di masa depan, yang melibatkan kerja sama dengan para ilmuwan yang mempelajari iklim.”

Marika Holland yaitu salah satu ilmuwan di bidang iklim dari Pusat Penelitian Atmosfer Nasional. Dia mengkhususkan diri dalam mempelajari relasi antara lapisan es dan iklim global, dan membantu tim mengidentifikasi model iklim untuk dipakai dalam penelitian ini.

Setelah bekerja sama dengan Julienne Stroeve, ilmuwan spesialis iklim lainnya dari National Snow and Ice Data Center, Belanda, akhirnya, mereka merekomendasikan lima model yang berbeda. “Kami menentukan model berdasarkan seberapa baik mereka menghitung lapisan es selama periode 20,” katanya. “Jika model prediksi mempunyai hasil yang cocok dengan apa yang diamati di lapangan, kami merasa  bahwa proyeksi tersebut sanggup dipercaya.”

Jenouvrier memakai output dari model-model iklim yang sangat bermacam-macam untuk menentukan bagaimana perubahan suhu dan lapisan es sanggup menghipnotis populasi pinguin Emperor di Terre Adelie. Dia menemukan bahwa jikalau emisi gas rumah beling terus meningkat pada tingkat yang sama dengan hari ini, maka jumlah populasi poulasi penguin emperor akan berkurang secara perlahan-lahan hingga sekitar tahun 2040, sehabis itu populasi mereka akan menurun pada tingkat yang jauh lebih drastis sebagai akhir dari lapisan es telah berada di bawah ambang yang sanggup dipakai oleh pinguin tersebut.

“Proyeksi terbaik kami menunjukkan, masih tersisa sekitar 500 hingga 600 pasangan pinguin pada tahun 2100. Saat ini, ukuran populasi dari pinguin emperor berjumlah sekitar 3000 pasangan,” kata Jenouvrier.

Pengaruh kenaikan temperatur di Antartika bukan hanya menjadi persoalan bagi pinguin, berdasarkan Caswell. Seiring menurunnya lapisan es, perubahan yang terjadi di lingkungan bahari Antartika akan menghipnotis spesies lain dan sanggup menghipnotis insan juga.

“Kami mengandalkan kestabilan dari ekosistem antartika. Kami makan ikan yang berasal dari Antartika. Kami mengandalkan siklus nutrisi yang melibatkan spesies bahari di seluruh dunia,” katanya. “Memahami dampak perubahan iklim terhadap predator yang berada pada puncak rantai masakan di bahari (seperti pinguin Emperor) juga merupakan kepentingan bagi kami, alasannya membantu kami memahami ekosistem yang menyediakan layanan penting bagi kami.”

Referensi Jurnal:

Stephanie Jenouvrier, Marika Holland, Julienne Stroeve, Christophe Barbraud, Henri Weimerskirch, Mark Serreze, Hal Caswell. Effects of climate change on an emperor penguin population: analysis of coupled demographic and climate models. Global Change Biology, 2012; DOI: 10.1111/j.1365-2486.2012.02744.x.

Artikel ini merupakan terjemahan goresan pena ulang dari materi yang disediakan oleh Woods Hole Oceanographic Institution, via Science Daily (20 Juni 2012). Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

No comments:

Post a Comment