Monday, November 18, 2019

Pintar Pelajaran Terapi Listrik Sanggup Menghambat Koneksi Pada Otak

Terapi Listrik Dapat Menghambat Koneksi pada Otak - Para ilmuwan telah menemukan bagaimana electroconvulsive (terapi listrik), yaitu pengobatan kontroversial namun efektif, bekerja pada otak orang yang mengalami depresi berat dan menyampaikan bahwa inovasi itu sanggup membantu meningkatkan diagnosis dan pengobatan penyakit mental. Hasil inovasi mereka dilaporkan dalam jurnal Proceedings of National Academy of Sciences (PNAS). Pada electroconvulsive therapy (ECT) atau terapi listrik, pasien harus dibius terlebih dahulu kemudian dialiri aliran listrik elektrik untuk merangsang kejang-kejang pada pasien.

Terapi ini mempunyai reputasi kontroversial – sebab pernah dipakai dalam film “One Flew Over The Cuckoo’s Nest” yang dibintangi Jack Nicholson, akan tetapi terapi listrik merupakan perawatan yang manjur dan efektif untuk pasien dengan gangguan suasana hati ibarat depresi berat.

Namun, meskipun terapi listrik ini telah dipakai dengan sukses dalam praktek klinis di seluruh dunia selama lebih dari 70 tahun, para ilmuwan hingga kini belum sepenuhnya mengetahui dengan terang bagaimana atau mengapa terapi listrik ini bekerja.
 Terapi Listrik Dapat Menghambat Koneksi pada Otak  Pintar Pelajaran Terapi Listrik Dapat Menghambat Koneksi pada Otak
Para ilmuwan telah menemukan bagaimana electroconvulsive (terapi listrik) pengobatan kontroversial namun efektif, bekerja pada otak orang yang mengalami depresi berat dan menyampaikan inovasi itu sanggup membantu meningkatkan diagnosis dan pengobatan penyakit mental. (Foto: trekmovie.com)
Sekarang ini,  tim dari Universitas Aberdeen di Skotlandia telah memperlihatkan untuk pertama kalinya bahwa ECT / terapi listrik menghipnotis cara berkomunikasi satu sama lain dari banyak sekali cuilan otak yang terlibat dalam depresi .

Mereka menemukan bahwa tampaknya ECT / terapi listrik  menolak interaksi yang terlalu aktif antara cuilan otak yang mengontrol suasana hati dan juga cuilan yang mengontrol berpikir dan berkonsentrasi.

Hal ini menghentikan dampak yang luar biasa dari pasien yang mempunyai depresi, sehingga mereka lebih sanggup menikmati hidup dan melaksanakan acara sehari-hari dengan normal, kata para peneliti.

“Kami telah memecahkan teka-teki dari terapi yang sudah berjalan selam 70 tahun ini,” kata Ian Reid, seorang professor psikiatri di University of Aberdeen yang memimpin studi tersebut.

“Temuan kami yang paling utama adalah, bila Anda membandingkan relasi di otak sebelum dan sesudah ECT. Terapi listrik mengurangi kekuatan sambungan di otak,” katanya dalam sebuah pernyataan.

“Untuk pertama kalinya kita sanggup memperlihatkan sesuatu yang dilakukan ECT / terapi listrik pada otak,  hal ini masuk logika dalam konteks apa yang kita anggap salah pada orang yang mengalami depresi.”

Dalam beberapa tahun terakhir, para andal telah menyebarkan teori gres wacana bagaimana depresi menghipnotis otak, teori tersebut memperlihatkan adanya “hyperconnection” (interaksi yang berlebihan) antara area otak yang terlibat dalam pengolahan emosi dan perubahan suasana hati serta bagian-bagian otak yang terlibat dalam berpikir dan berkonsentrasi.

David Nutt, seorang profesor Neuropsychopharmacology di Imperial College London yang tidak terlibat dalam studi ECT, mengatakan, “temuan ini sangat masuk akal”.

“Penonaktifan relasi antara banyak sekali wilayah otak yaitu sesuatu yang saya prediksi dari literatur depresi,” kata David Nutt, dalam komentar yang dikirim melalui email.

David Nutt menambahkan, hasil dari penelitian ini selaras dengan penelitiannya yang diterbitkan pada bulan Januari, beliau menemukan bahwa psilocybin (bahan aktif dalam obat psychedelic, dikenal sebagai jamur ajaib), ini juga mengganggu jaringan interaksi otak dan kemungkinan juga efektif dalam merawat pasien dengan depresi berat.

Studi terapi listrik ini memakai functional magnetic resonance imaging (FMRI) untuk memindai otak dari sembilan pasien yang mengalami depresi berat sebelum dan sesudah melaksanakan terapi listrik, kemudian para peneliti menerapkan analisis matematis yang kompleks untuk menyelidiki relasi interaksi otak.

Christian Schwarzbauer seorang petinggi dari Aberdeen University di bidang neuroimaging, yaitu orang yang merancang metode gres untuk menganalisis data mengenai relasi intraksi pada otak, hal itu memungkinkan timnya untuk melihat sejauh mana cuilan otak berinteraksi satu sama lain ke lebih dari 25.000 area pada otak.

Christian mengatakan, “metode gres ini juga sanggup diterapkan pada banyak sekali gangguan otak lain ibarat skizofrenia, autisme, atau demensia, metode sanggup memperlihatkan pemahaman yang lebih baik dari prosedur penyakit yang serupa dan juga untuk pengembangan alat-alat diagnostik baru.”

Para peneliti mengatakan, mereka kini berharap sanggup terus memantau pasien untuk melihat apakah depresi dan hyperconnectivity sanggup terjadi kembali. Mereka juga ingin membandingkan temuan mereka dengan imbas dari terapi lainnya yang dipakai untuk mengobati depresi ibarat psikoterapi dan anti depresan.

Referensi Jurnal :

Jennifer S. Perrin, Susanne Merz, Daniel M. Bennett, James Currie, Douglas J. Steele, Ian C. Reid, and Christian Schwarzbauer.2011. Electroconvulsive therapy reduces frontal cortical connectivity in severe depressive disorder. PNAS : vol. 109no. 14 5464-5468, doi: 10.1073/pnas.1117206109.

Tulisan ini merupakan terjemahan dari goresan pena Kate Kelland yang dipublikasikan pada tanggal 20 maret 2012 di Reuters. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

No comments:

Post a Comment