Monday, November 25, 2019

Pintar Pelajaran Efek Agama Islam Terhadap Seni Bangunan (Arsitektur Di Indonesia)

Artikel dan Makalah wacana Pengaruh Agama Islam Terhadap Seni Bangunan (Arsitektur di Indonesia) - Islam telah memperkenalkan tradisi gres dalam bentuk bangunan. Surutnya Majapahit yang diikuti oleh perkembangan agama Islam memilih perubahan tersebut. Islam telah memperkenalkan tradisi bangunan, menyerupai mesjid dan makam. Islam melarang pembakaran mayat yang merupakan tradisi dalam fatwa Hindu-Buddha; sebaliknya mayat bersangkutan harus dimakamkan di dalam tanah. Maka dari itu, peninggalan berupa nisan bertuliskan Arab merupakan pembaruan seni arsitektur pada masanya.

Islam pertama kali menyebar di daerah pesisir melalui asimilasi, perdagangan dan penaklukan militer. Baru pada masa ke-17, Islam menyebar di hampir seluruh Nusantara. Persebaran sedikit demi sedikit ini, ternyata tidak kuat terhadap kesamaan bentuk arsitektur di seluruh daerah Islam. Sebagian arsitektur Islam banyak terpengaruh dengan tradisi Hindu Budha yang juga telah bersatu padu dengan seni tradisional. Persebaran Islam tidak dilakuan secara revolusioner yang berlangsung secara tiba-tiba dan melalui pergolakan politik dan sosial yang dahsyat.

Memang, berdasarkan Tome Pires (De Graaf dan Pigeaud), terdapat penyerbuan secara militer terhadap ibukota Majapahit yang masih Hindu Budha yang dilakukan oleh sejumlah santri dari Kudus yang dipimpin oleh Sunan Kudus dan Rahmatullah Ngudung atau Undung. (Nama Kudus diambil dari kata al-Quds atau Baitul Maqdis di Yerusalem, Palestina, yang merupakan kota suci umat Islam ketiga sesudah Mekah dan Madinah). 

Namun, secara umumnya proses islamisasi berlangsung dengan damai. Dengan jalan tenang ini, Islam sanggup diterima dengan tangan terbuka. Pembangunan tempat-tempat ibadah tidak sepenuhnya mengadospi arsitektur Timur Tengah. Ada masjid yang bangunannya merupakan perpaduan budaya Islam-Hindu- Budha, contohnya Masjid Kudus meskipun pembangunannya diragukan, apakah dibangun oleh umat Hindu atau Islam. Ini terlihat dari menara masjid yang berwujud menyerupai candi dan berpatung. Masjid lain yang bercorak gabungan yaitu Masjid Sunan Kalijaga di Kadilangu dan Masjid Agung Banten. Atap pada Masjid Sunan Kalijaga berbentuk undak-undak menyerupai bentuk atap pura di Bali atau candi-candi di Jawa Timur.

Tempat sentral perubahan seni arsitektur dalam Islam terjadi di pelabuhan yang meruapkan pusat pembangunan wilayah gres Islam. Sementara para petani di pedesaan dalam hal seni arsitektur masih mempertahankan tradisi Hindu Budha. Tak diketahui seberapa jauh Islam mengambil tradisi India dalam hal seni, alasannya yaitu beberapa keraton yang terdapat di Indonesia usianya kurang dari 200 tahun. Pengaruhnya terlihat dari unsur kota. Masjid menggantikan posisi candi sebagai titik utama kehidupan keagamaan. Letak makam selalu ditempatkan di belakang masjid sebagai penghormatan bagi leluhur kerajaan. Adapula makam yang ditempatkan di bukit atau gunung yang tinggi menyerupai di Imogiri, makam para raja Mataram-Islam, yang menawarkan cara pandang masyarakat Indonesia (Jawa) wacana alam kosmik zaman prasejarah. Sementara, daerah yang tertutup tembok masjid merupakan peninggalan tradisi Hindu Budha.

Terdapat kesinambungan antara seni arsitektur Islam dengan tradisi sebelum Islam. Contoh arsitektur klasik yang kuat terhadap arsitektur Islam yaitu atap tumpang, dua jenis pintu gerbang keagamaan, gerbang berbelah dan gerbang berkusen, serta bermacam unsur hiasan menyerupai hiasan kaya yang terbuat dari gerabah untuk puncak atap rumah. Ragam hias sayap terpisah yang disimpan pada pintu gerbang zaman awal Islam yang mungkin bersumber pada relief makara atau burung garuda zaman pra-Islam. Namun sayang, peninggalan bentuk arsitektur itu banyak yang dibentuk dari kayu sehingga sangat sedikit yang bisa bertahan sampai kini.

Anda kini sudah mengetahui Pengaruh Agama Islam Terhadap Seni Bangunan (Arsitektur di Indonesia). Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Suwito, T. 2009. Sejarah : Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) Kelas XI. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 368.

No comments:

Post a Comment