Hancurnya Daerah Tropis Pada Masa Lalu Akibat Suhu Ekstrim - Para ilmuwan telah menemukan tanggapan perihal mengapa terjadi kerusakan pada dunia yang berlangsung begitu lama, sehingga terjadi kepunahan terburuk sepanjang masa. Ternyata, dikala itu dunia yang kita diami terlalu panas untuk dimulainya kehidupan baru.
Terjadinya kepunahan massal di simpulan periode Permian (terjadi sekitar 250 juta tahun yang kemudian di kurun pra-dinosaurus) yang menyapu higienis hampir semua spesies di dunia. Biasanya, kepunahan massal diikuti oleh ‘zona mati’ / ‘dead zone’ di mana spesies gres tidak akan terlihat selama puluhan ribu tahun. Dalam masalah ini, zona mati, berlangsung hingga lima juta tahun lamanya.
Studi kolaboratif yang dipimpin oleh para peneliti dari University of Leeds dan China University of Geosciences (Wuhan), bekerja sama dengan University of Erlangen-Nurnburg (Jerman), menawarkan bahwa, penyebab kehancuran ini yaitu kenaikan suhu pada tingkat yang mematikan di kawasan tropis: yaitu sekitar 50-60 °C di darat, dan 40 °C pada permukaan laut.
Penulis utama, Yadong Sun, mengatakan: “Pemanasan global telah usang dikaitkan dengan kepunahan massal pada simpulan peridoe Permian, namun studi ini yaitu yang pertama kali menawarkan bahwa suhu ekstrim lah yang mencegah kehidupan untuk berkembang kembali pada kawasan lintang khatulistiwa selama jutaan tahun.”
Studi ini juga merupakan studi pertama yang menawarkan suhu air pada permukaan bahari sanggup mencapai 40 ° C (suhu mematikan, di mana kehidupan bahari akan mati dan proses fotosintesis berhenti). Padahal, hingga dikala ini, para pembuat model iklim telah mengasumsikan bahwa, suhu permukaan bahari tidak bisa melebihi 30 °C. Temuan ini sanggup membantu kita memahami referensi perubahan iklim di masa depan.
Zona mati akan menjadi dunia yang sangat abnormal (sangat berair di kawasan tropis, tetapi hampir tidak ada yang sanggup tumbuh di sana). Tidak ada hutan yang tumbuh, hanya semak dan pakis. Tidak ada ikan atau reptil bahari yang sanggup ditemukan di kawasan tropis, hanya kerang, dan hampir tidak ada binatang darat yang bertahan hidup lantaran tingkat metabolisme yang tinggi membuatnya sangat tidak mungkin untuk berurusan dengan suhu yang ekstrim. Hanya kawasan kutub yang menyediakan tempat berlindung dari panas yang ekstrim.
Sebelum kepunahan massal di simpulan periode Permian, bumi telah dipenuhi dengan tumbuhan dan hewan, termasuk reptil dan amfibi primitif, dan banyak sekali macam makhluk bahari termasuk terumbu karang dan lillia laut.
Skenario kerusakan dunia ini, disebabkan oleh gangguan pada siklus karbon global. Pada keadaan normal, tumbuhan sanggup membantu mengatur suhu lingkungan dengan menyerap dan menyimpan C02. Tanpa tanaman, tingkat C02 niscaya akan meningkat secara drastis, sehingga menjadikan adanya peningkatan suhu.
Penelitian yang diterbitkan tanggal 19 Oktober di jurnal Science ini, mempunyai catatan temperatur yang paling rinci dari periode yang dipelajari pada studi ini (252-247 juta tahun yang lalu) hingga dikala ini.
Sun dan rekan-rekannya mengumpulkan data dari 15.000 conodont kuno (gigi kecil dari belut seakan-akan ikan yang sudah punah) yang diekstraksi dari dua ton kerikil di Cina Selatan. Conodonts membentuk kerangka memakai oksigen. Isotop oksigen di dalam kerangka dikontrol oleh suhu, sehingga dengan mempelajari rasio isotop oksigen di dalam conodonts, kita bisa mendeteksi tingkat suhu pada masa ratusan juta tahun yang lalu.
Profesor Paul Wignall dari School of Earth and Environment di University of Leeds, yang juga merupakan salah satu rekan penulis, mengatakan: “Tidak ada yang pernah berani menyampaikan bahwa iklim di masa kemudian mencapai panas pada tingkat tersebut. Semoga, pemanasan global di masa depan tidak akan mendekati suhu pada 250 juta tahun yang lalu. Akan tetapi, kalau hal ini terjadi, kami telah menawarkan bahwa kemungkinan juga diharapkan waktu jutaan tahun untuk pulih.”
Penelitian ini merupakan kerja sama terbaru dalam kemitraan penelitian yang sudah terjalin selama 20-tahun antara University of Leeds dan China University of Geosciences di Wuhan. Penelitian ini dibiayai oleh Chinese Science Foundation.
Referensi Jurnal :
Yadong Sun, Michael M. Joachimski, Paul B. Wignall, Chunbo Yan, Yanlong Chen, Haishui Jiang, Lina Wang, and Xulong Lai. Lethally Hot Temperatures During the Early Triassic Greenhouse. Science, 2012; 338 (6105): 366-370 DOI: 10.1126/science.1224126
Artikel ini merupakan terjemahan dari materi yang disediakan oleh University of Leeds, via Science Daily (25 September 2012). Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
No comments:
Post a Comment