Tuesday, November 26, 2019

Pintar Pelajaran Kakawin / Kitab Sutasoma, Isi/Cerita Pengarang, Hindu Budha, Sejarah, Peninggalan

Artikel dan Makalah wacana Kakawin / Kitab Sutasoma, Isi/Cerita Pengarang, Hindu Budha, Sejarah, Peninggalan - Kitab lainnya, Sutasoma karya Mpu Tantular, berbahasa Kawi, diperkirakan ditulis pada masa Hayam Wuruk. Dalam kitab ini dikisahkan bahwa Sang Budha menitis sebagai Raden Sutasoma, putera Prabu Mahaketu, Raja Hastina. Sutasoma merupakan penganut Mahayana yang saleh. Karena tak ingin dipaksa kawin, ia kabur dari istana. Dalam pelariannya menuju Gunung Himalaya, ia berhenti di sebuah candi di dalam hutan dan memutuskan untuk bertapa. Para pendeta di sekitarnya kemudian mengadu kepada Sutasoma bahwa ada raja raksasa berjulukan Purusada yang selalu mengganggu mereka. Namun Sutasoma menolak untuk membunuh raksasa tersebut. (Baca juga : Kitab Hindu Budha)

Selanjutnya Sutasoma melihat seekor harimau hendak memakan anaknya sendiri. Ia kemudian memperlihatkan diri untuk menggantikan anak harimau. Alhasil, Sutasoma mati dimakan harimau, namun kemudian hidup kembali berkat dukungan Batara Indra. Lalu Sutasoma, bermetamorfosis menjadi Buddha Wairocana. Ketika hendak pulang ke Hastina, ia melihat saudara sepupunya, Prabu Dasabahu dikejar-kejar pasukan raksasa Purusada. Singkat cerita, Sutasoma menjadi raja di Hastina.

Sementara itu, Purusada yang berjanji akan mengirimkan 100 orang raja kepada Batara Kala untuk dimakan, telah berhasil menawan 99 orang raja. Batara Kala telah berjanji bahwa jikalau keinginannya terkabul, maka luka di kaki Purusada akan diobati olehya. Setelah tawanan berjumlah genap 100 orang, Batara Kala menolaknya alasannya yaitu ia ingin memakan daging Sutasoma. Sutasoma kemudian menyanggupi undangan Kala dengan syarat biar ke-100 tawanan dibebaskan semuanya. Pengorbanannya ini menyebabkan rasa haru dalam diri Batara Kala dan Purusada. Sejak ketika itu, Purusada bertobat dan berjanji tidak akan menangkap insan lagi.

Kisah Sutasoma menjelaskan nilai pengorbanan dan belas kasih antar sesama yang sepatutnya dijalankan oleh seorang Boddhisattva guna mencapai kesempurnaan sejati yang menjadi ciri fatwa Mahayana. Oleh alasannya yaitu itu, Mpu Tantular menciptakan fatwa Siwa dan Buddha menjadi satu (tunggal), menyerupai terungkap dalam kalimat: “Hyang Buddha tanpahi Siwa rajadewa…, mangka Jinatwa lawan Siwatatwa tunggal, bhinneka tunggal ika tanhana dharmma mangrwa,” yang artinya yaitu “Hyang Budha tak ada bedanya dengan Siwa, raja para dewa…., alasannya yaitu hakikat Jina (Budha) dan Siwa yaitu satu, berbeda-beda namun satu, tiada kebenaran bermuka dua.”

Anda kini sudah mengetahui Kitab Sutasoma. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Suwito, T. 2009. Sejarah : Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) Kelas XI. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 368.

No comments:

Post a Comment