Monday, November 25, 2019

Pintar Pelajaran Peninggalan Karya Sastra Islam Di Indonesia (Jawa, Melayu, Sumatera)

Artikel dan Makalah wacana Peninggalan Karya Sastra Islam di Indonesia (Jawa, Melayu, Sumatera) - Berikut ini ialah ulasan lengkap mengenai macam-macam karya sastra islam di Indonesia.

a. Karya-karya Sastra Islam di Jawa

Karya-karya bercorak Islam di Jawa Barat, Tengah, dan Timur kebanyakan merupakan sastra sejarah dan suluk. Di antaranya ditulis dengan huruf Arab dan berbahasa Jawa dan Sunda. Tidak mirip sastra-sastra Hindu Budha yang jumlahnya terbatas dan sebagian hilang, karya-karya bercorak Islam jumlahnya lebih banyak dan cukup terpelihara. Tema-temanya pun cenderung bersifat kesejarahan (meski sebagian isinya sanggup diragukan).

Berikut ini beberapa karya sastra yang ditulis pada masa Islam di Jawa, yaitu:

(1) Sajarah Banten, umumnya menceritakan riwayat raja-raja Banten, raja-raja Demak yang berkaiatan dengan para penguasa Jepara, kisah para sunan dan wali Islam. Sajarah Banten, di antaranya, menulis Ki Dilah dari Palembang yang pernah membangkang terhadap Majapahit dua kali; kemudian Pati Unus sebagai penguasa Demak diperintah untuk menundukkan Ki Dilah dan berhasil. Menurut Sajarah Banten, Sunan Giri dan Bonang pernah mencar ilmu Islam di Samudera Pasai.
(2) Hikayat Hasanuddin, isinya lebih pendek dari Sajarah Banten, memuat riwayat raja-raja Banten, Demak, Sunan Gunung Jati, serta nama-nama imam di Mesjid Demak.
(3) Serat Kandha, ditulis pada kala ke-18 yang bersumber dari karya-karya penulis pesisir utara Jawa kala ke-16 dan 17, memuat kehidupan Sultan Trenggana Demak.
(4) Babad Mataram, merupakan ringkasan Serat Kandha, ditulis pada kala ke-18 juga, keduanya menceritakan riwayat keluarga Mataram.
(5) Babad Sangkala, memuat daftar-daftar tarikh (tahun) yang tidak mengecewakan kumplit wacana peristiwa-peristiwa sejarah pada masanya.
(6) Sajarah Dalem, berisi silsilah keluarga raja Mataram-Islam yang disusun di Surakarta (Solo) pada kala ke-19, di dalamnya terdapat pula daftar generasi yang lebih bau tanah dari raja-raja Mataram.
(7) Babad Pasir, berasal dari pedalaman Banyumas, memuat seputar islamisasi di Jawa Tengah dan Timur yang kebenarannya diragukan alasannya ialah bersifat legenda.
(8) Babad Tanah Djawi, memuat asal-usul raja-raja di Jawa dari masa Hindu-Buddha sampai Islam. Diceritakan bahwa raja-raja Jawa merupakan keturunan pribadi dari Nabi Adam, dewa-dewa Hindu, Arjuna dari Pandawa, Jayabaya raja Kediri, raja-raja Mataram-Islam, sampai sepak terjang para Wali (terutama Sunan Kalijaga) dalam menyiarkan Islam dan membangun Masjid Agung Demak. Dari babad ini terlihat bahwa terjadi pencampuradukan antara kitab suci, alam mitologi tuhan Hindu, dunia pewayangan, dengan sejarah itu sendiri.
(9) Serat Rama, Serat Bharatayudha, Serat Mintaraga, serta Arjuna Sastrabahu, karya sastrawan Yasadipura I, yang hidup dari tahun 1729 sampai 1803 yang hidup pada masa Paku Buwono II Surakarta. Yasadipura I dipandang sebagai sastrawan besar Jawa. Ia menulis empat buku klasik yang disadur dari bahasa Jawa Kuno (Kawi). Selain menyadur sastra-sastra Hindu-Jawa, Yasadipura I juga menyadur sastra Melayu, yakni Hikayat Amir Hamzah yang digubah menjadi Serat Menak. Ia pun menerjemahkan Dewa Ruci dan Serat Nitisastra Kakawin. Ia menerjemahkan pula kitab Taj as-Salatin ke dalam bahasa Jawa menjadi Serat Tajusalatin serta Anbiya. Selain itu, ia pun menulis naskah bersifat kesejarahan secara cermat, yaitu Serat Cabolek dan Babad Giyanti.

Catatan Sejarah :

Suluk ialah salah satu aktifitas Tarekat Naqsyabandiyah Khlawatiyah yang dilakukan dengan cara: mengurangi makan dan tidur, tidak berbicara (kecuali jikalau dibutuhkan). Suluk biasanya dilakukan pada bulan Ramadhan atau Dzulhijjah, lamanya 10, 20, atau 40 hari. Suluk ini diajarkan oleh seorang guru tarekat atau mursyid). Orang yang hendak melaksanakan suluk harus terlebih mandi, salat tobat, serta tidur dalam ruangan kecil seorang diri.

Selain karya-karya di atas, ada pula kitab berbentuk suluk, yakni kitab berisi syair-syair gaib yang ditulis dalam bentuk macapat. Sampai saai ini, suluk-suluk ini (biasa juga disebut Kitab Kuning) masih sering dibacakan oleh kaum santri. Ajaran suluk ini dipelopori oleh para wali kala ke-16 dan 17, yang memang aliran mistiknya sanggup diserap olek masyarakat Hindu- Budha yang sama-sama menyukai mistik. Berbeda dengan suluk di tempat pesisir yang lebih menekankan nilai syariatnya, suluk di pedalaman (misalnya Mataram) lebih cenderung bersifat kejawen.

Tujuan ilmu suluk ialah pencapaian dengan kesatuan dengan Tuhan (orang Jawa bilang: manunggal ing kawula-gusti) yang dikembangkan ulama kontroversial Persia, Al Hallaj, dan pemikiran Ibnu Arabi; di Indonesia ada Siti Jenar. Suluk Wijil, contohnya, merupakan ajaran-ajaran Sunan Bonang kepada muridnya yang bertubuh kerdil berjulukan Wijil, mantan abdi Majapahit yang memeluk Islam. Suluk Sukarsah, isinya mengisahkan seseorang yang mencari ilmu untuk mendapat kesempurnaan. Berikut ialah beberapa rujukan lain: Suluk Gatoloco, Suluk Darmogandol, Suluk Walisanga. Berikut ini sepenggal syair yang diambil dari Suluk Ratna:

Demikianlah persemayaman tauhid
Dua yang menyatu
Ibarat kertas dan putihnya
Namun sesudah sadar
Bukan Aku, bukan kamu
Dan Aku bukan kamu
Ibarat kuku hitam
Yang bekerjsama berbeda dengan kuku putih

Hamzah Fansuri menyebutkan syair-syair sebagai Islam suluk. Syair Prahu yang mengibaratkan insan sebagai bahtera yang mengarungi lautan zat Tuhan dengan manghadapi segala macam marabahaya yang hanya sanggup dihadapi oleh tauhid dan makrifat serta Syair Si Burung Pingai yang mengibaratkan jiwa insan sebagai seekor burung, sebagai Zat Tuhan.

Sebenarnya masih banyak lagi karya sastra pada periode Islam ini. Kebanyakan masih seputar peristiwa-peristiwa sejarah semenjak Islam menginjakkan pengaruhnya di Indonesia, terutama Jawa. Hampir semua karya sastra di atas dianalisis oleh sejarawan asing, terutama Belanda yang begitu tertarik dengan naskah-naskah kuno tersebut. Banyak di antara karya sastra tersebut tersimpan kondusif di perpustakaan Universitas Leiden di Belanda.

b. Karya-karya Sastra Islam-Melayu di Sumatera

Sumatera merupakan tempat pertama di Indonesia yang dipengaruhi Islam secara politis. Kerajaan Islam tertua pun ada di sini, yakni Samudera Pasai di Aceh. Karya sastra yang dibentuk di Sumatera ini kebanyakan memakai bahasa Melayu yang merupakan bahasa istana dan dagang, dengan huruf Arab. Karya sastra di Sumatera ini macam-macam bentuknya, ada yang berwujud kesusastraan agama, kesusastraan epos Islam, kesusastraan sejarah, pantun, dongeng berinduk, undang-undang, dongeng hewan (fabel), bahkan persuratan. Sedangkan dalam bentuknya ada yang puisi (syair) dan prosa.

Berikut ini beberapa karya sastra sejarah dan agama yang ada di Sumatera:

(1) Hikayat Raja-Raja Pasai, menceritakan asal mula Kesultanan Samudera Pasai yang didirikan oleh Sultan Malik as-Saleh yang sebelumnya berjulukan Merah Sile (Merah Selu), putera aristokrat Pasai, Merah Gajah. Merah merupakan gelar bagi aristokrat Sumatera Utara. Merah Sile masuk Islam sesudah bertemu dengan Syekh Ismail, seorang utusan Syekh Mekah. Syekh Ismail pula yang menunjukkan nama Malik as-Saleh padanya.
(2) Hikayat Aceh, menceritakan sebagian besar wacana masa kanak-kanak sampai kebesaran Iskandar Muda; juga dikisahkan berdirinya Kerajaan Aceh. Namun, nama penulis hikayat ini tak diketahui; yang jelas, penulisnya ini sanggup satu orang atau terdiri dari beberapa orang penulis yang bekerja untuk pihak Aceh.
(3) Syair Burung Pungguk, Syair Burung Pingai, dan Syair Perahu, ketiganya hasil karya Hamzah Fansuri yang memperkenalkan bentuk syair kepada khasanah sastra Melayu. Fansuri hidup pada masa Sultan Iskandar Muda. Hamzah Fansuri mempunyai seorang murid berjulukan Syekh Syamsuddin as-Sumatrani (Syamsuddin Pasai).
(4) Turjuman al-Mustafid (Terjemahan Pemberi Faedah), sebuah kitab tafsir Al-Quran dalam bahasa Melayu karya Abdur Rauf Singkel, merupakan buku tafsir pertama berbahasa Melayu yang ditulis di Indonesia. Abdur Rauf Singkel ialah pendiri Tarekat Syattariah di Aceh pada masa pemerintahan Sultanah Safiatuddin Tajul Alam.
(5) Hikayat Perang Palembang, para penulisnya tak diketahui, mengisahkan perang antara pasukan Kerajaan Palembang melawan Hindia Belanda.
(6) Hikayat Melayu, di antaranya menceritakan dongeng Panji Damar Wulan, perkawinan Sultan Malaka Mansur Syah dengan puteri Jawa dan Cina, serangan Peringgi (Portugis) ke Malaka tahun 1511.
(7) Bustan al-Salatin, yang ditulis Nuruddin ar-Raniri pada masa Sultan Iskandar Thani, menceritakan sejarah Kerajaan Aceh, raja-raja sebelum Iskandar Thani, masa kecil, perkawinan, pemakaman Baginda Iskandar Thani, sampai tiga orang raja sesudah Baginda. Selain itu, kitab ini pun membahas proses penciptaan alam semesta, para nabi, pahlawan, bahkan ilmu pengetahuan.

Anda kini sudah mengetahui Peninggalan Karya Sastra Islam di Indonesia (Jawa, Melayu, Sumatera) Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Suwito, T. 2009. Sejarah : Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) Kelas XI. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 368.

No comments:

Post a Comment