Sunday, November 17, 2019

Pintar Pelajaran Penyebab Basil Resisten Obat Sulit Untuk Dideteksi

Penyebab Bakteri Resisten Obat Sulit Untuk Dideteksi - Peneliti yang tidak mempunyai skill yang baik merupakan penyebab tidak terdeteksinya kuman resisten obat. Upaya untuk mendeteksi dan menghentikan penyebaran luas kuman yang resisten terhadap obat tertentu sedang mengalami kendala jawaban adanya pemahaman yang jelek wacana mekanisme untuk melaksanakan uji di laboratorium. Para jago mikrobiologi mengemukakan bahwa kegagalan untuk mengidentifikasi patogen yang resisten terhadap antibiotik akan semakin meningkatkan resiko adanya penyakit yang tidak sanggup diobati. Oleh alasannya ialah itu, pasien yang terinfeksi perlu diisolasi dengan cepat untuk menghidari penyebaran infeksinya.

Bulan ini dilaksanakan pada Kongres Eropa Mengenai Mikrobiologi Klinik dan Penyakit Infeksi di London. Herman Goossens, administrator Laboratorium Laboratory of Medical Microbiology at the Vaccine and Infectious Disease Institute dari University of Antwerp di Belgia, menyajikan data wacana satu jenis kit komersial sering dipakai untuk mengidentifikasi pathogen yang resisten terhadap obat-obatan tertentu.

Goosesns melaksanakan pengujian dengan adonan materi kimia yang sanggup mendorong pertumbuhan beberapa kuman namun sanggup juga menghambat kuman liannya.  Sampel dari tinja dan rectal (salah satu organ dalam susukan pencernaan yang diketahui sebagai kepingan simpulan proses ekskresi feses sebelum anus) di tempatkan pada medium pertumbuhan selama satu malam. Keesokan harinya dilakukakan pengamatan, ternyata terdapat beberapa kuman yang tumbuh dan mempunyai banyak sekali macam warna. Perbedaan warna tersebut mengindikasikan adanya majemuk spesies kuman yang resisten terhadap obat tertentu.
 Penyebab Bakteri Resisten Obat Sulit Untuk Dideteksi  Pintar Pelajaran Penyebab Bakteri Resisten Obat Sulit Untuk Dideteksi
Bakteri yang resisten obat (Foto: FABRIZIO BENSCH/REUTERS/CORBIS)
Salah satu jenis kuman yang menjadikan kekhawatiran ialah kuman yang bisa melaksanakan mutasi genetic untuk memproduksi enzim carbapenemase, dimana enzim ini sanggup menciptakan kuman menjadi resisten terhadap antibiotic carbapenem. Badan kesehatan di seluruh dunia telah melaporkan adanya lonjakan abses selama dekade terakhir ini yang diakibatkan oleh kuman yang resisten terhadap carbapenem. Jenis kuman lain yang menjadikan kekahwatiran ialah kuman yang bisa melaksanakan mutasi untuk memproduksi extended-spectrum β-lactamases (ESBLs) sehingga kuman menjadi resisten terhadap obat-obatan cephalosporin.

Bakteri tersebut sangat susah untuk diidentifikasi. Goossens mengatakan, “Salah satu teladan ialah identifikasi yang biasa dilakukan untuk kuman yang resisten carbapenem ialah memakai plates yang dibentuk oleh CHROMagar (perusahaan mikrobiologi di Paris), namun plates tersebut hanya mendeteksi kuman yang mempunyai resistensi tinggi terhadap carpabenem. Hal ini sanggup menciptakan uji laboratorium menjadi gagal, alasannya ialah tidak terdeteksinya kuman yang mempunyai resistensi rendah terhadap carpabenem namun secara klinis mempunyai peranan penting terhadap resistensi.”

Sebenarnya produk perusahaan tersebut bukanlah produk yang kurang bagus, bahkan mereka juga memberitahukan mekanisme yang dipakai termasuk medianya. Kegagalan di laboratorium dalam mengidentifikasi kuman yang resisten terhadap obat dijelaskan oleh Alberto Lerner, General Manajer CHROMagar, “Adakalnya suatu kuman tidak sanggup tumbuh di media tertentu, oleh alasannya ialah itu setiap deteksi kuman harus diikuti metode deteksi lainnya yang modifikasi untuk menemukan metode yang paling tepat. Saya berfikir bahwa semua pihak harusnya mengetahui hal ini”. Penjelasan Lerner tersebut menjawab pertanyaan mengenai dapat dipercaya produk CHROMagar.

Beberapa peneliti berpikiran bahwa training yang jelek menimbulkan jago mikrobiologi tidak bisa menginterpretasikan hasil penelitiaannya secara baik. Kenneth Thomson, Direktur Center for Research in Anti-infectives and Biotechnology pada Creighton University di Omaha, Nebraska menyampaikan bahwa de-sklling (penggantian tenaga insan dengan mesin untuk menurunkan biaya operasional) yang sedang terjadi di laboratorium mikrobiologi di Eropa dan Amerika Serikat merupakan problem yang terkait dengan isu tersebut. Dia menambahkan bahwa pemangkasan anggaran telah menimbulkan terhambatnya pendidikan staf laboratorium.

Patrice Nordmann, kepala bacteriology, virology and parasitology pada Bicêtre Hospital di Paris, oke bahwa kebanyakan staff di laboratorium tidak mengetahui keberadaan kuman yang memproduksi carbapenemase in sampelnya. “Biasanya, para jago akan tahu terhadap masalah tersebut. Seseorang yang tidak jago memakai media tidak akan bisa melaksanakan screening dengan baik”. Tambahnya.

Tahun ini, Nordmann mempublikasikan makalah-makalah yang menjelaskan medium screening dengan perangkat gres berupa materi kimia pilihan yang ternyata lebih efekstif untuk mendeteksi carbapenemase dibandingkan media lainnya. Saat ini ia sedang mendiskusikan hasil penelitiannya ini dengan sejumlah perusahaan dengan tujuan untuk mengkomersialkan uji yang ia lakukan.

Goossens beropini bahwa perusahaan manufaktur sanggup membantu mengatasi isu ini dengan cara menawarkan komposisi yang lebih akurat wacana komposisi media yang mereka produksi, dimana hal ini akan membantu peneliti untuk meningkatkan pengetahuan mereka terhadap hal-hal yang menjadi batasan dalam penelitiannya. Dia juga menyarankan untuk membentuk kelompok peneliti independen yang nantinya akan menghasilkan pedoman dan rekomendasi mengenai penggunaan banyak sekali macam jenis media dan memperlihatkan cara pengujian yang efektif secara independen.

Namun, Lerner beranggapan bahwa mengungkapkan komposisi secara akurat pada produk perusahaannya akan menciptakan perusahaan badung menjadi lebih gampang untuk mencuri penemuan dari CHROMagar. “Pengalaman saya menerangkan bahwa pengguna tetap produk kami berupa media, tidaklah tertarik untuk mengetahui komposisinya. Namun mereka lebih tertarik kepada performanya, batasan-batasannya dan cara memakai produk tersebut.

bioMérieux, produsen utama lainnya produk ini yang berada di Marcy L’Étoile, Perancis, juga menegaskan bahwa komposisi yang akurat dari plates harus tetap menjadi diam-diam komersial dan hal ini tidak akan kuat terhadap keselamatan pengguna selama mereka mematuhi mekanisme keselamatan yang ada.

Thomson menyampaikan bahwa tubuh pengawas ibarat Clinical and Laboratory Standards Institut di Wayne, Pennsylvania, telah lamban dalam mengatasi permasalahan wacana deteksi kuman yang resisten obat. Dia mencatat bahwa semenjak 29 tahun sesudah  ESBLs melaporkan temuannya wacana hal tersebut, Amerika serikat hanya mempunyai pedoman untuk mengidentifikasi 4 jenis kuman saja.

“Untuk beberapa pasien, kita sudah berada di masa septic ward (lingkungan terinfeksi), dimana tidak ada terapi antibakteri yang efektif dan tersedia. Semua jago kesehatan hanya sanggup mengamati dan melihat saja apakah pasien akan sembuh atau meninggal”, tambahnya.

Referensi Jurnal :

Carrër, A., Fortineau, N. & Nordmann, P. J. Clin. Microbiol. 2010. Use of ChromID Extended-Spectrum β-Lactamase Medium for Detecting Carbapenemase-Producing Enterobacteriaceae. J. Clin. Microbiol, 48 (5): pp. 1913-1914. doi: 10.1128/JCM.02277-09.

Nordmann, P., Girlich, D. & Poirel, L. J. Clin. 2012. Detection of Carbapenemase Producers in Enterobacteriaceae by Use of a Novel Screening Medium. J. Clin. Microbiol, 50 (8): pp. 2761-2766. doi: 10.1128/JCM.06477-11.

Artikel ini merupakan terjemahan dari materi yang disediakan oleh Nature. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

No comments:

Post a Comment