Sunday, November 17, 2019

Pintar Pelajaran Terumbu Karang Bisa Bertahan Hidup Di Lautan Yang Lebih Asam

Terumbu Karang Mampu Bertahan Hidup Di Lautan Yang Lebih Asam - Ekosistem terumbu karang ternyata bisa mengikuti keadaan terhadap insiden pengasaman sedikit demi sedikit pada lautan di dunia dari yang diperkirakan sebelumnya, sehingga menjadikan impian bahwa terumbu karang kemungkinan sanggup bertahan dari kehancuran iklim. Pada penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Nature Climate Change, tim ilmiah internasional telah mengidentifikasi prosedur internal yang sangat berpengaruh , sehingga memungkinkan beberapa karang dan ganggang simbiotik pada karang bisa melawan dampak merugikan dari lautan yang lebih asam.

Pada ketika insan melepaskan sejumlah  besar karbon dioksida ke atmosfer, selain menghangatkan planet ini, gas  tersebut juga mengubah lautan dunia menjadi lebih asam, kemungkinan, jumlahnya melebihi dari yang terjadi pada ketika  kepunahan kehidupan besar di masa lalu. Hal ini telah mendorong ketertarikan ilmiah yang berpengaruh untuk mengetahui spesies mana yang paling rentan dan spesies mana yang bisa mengatasi perubahan kondisi ini.
 Terumbu Karang Mampu Bertahan Hidup Di Lautan Yang Lebih Asam  Pintar Pelajaran Terumbu Karang Mampu Bertahan Hidup Di Lautan Yang Lebih Asam
Ekosistem terumbu karang sangat rentan terhadap perubahan kondisi lautan dunia, walaupun pada penelitian ini karang bisa mengikuti keadaan dengan salah satu aspek perubahan kondisi lautan berupa tingkat keasaman. (Foto : newsletter.com)
Dalam sebuah penelitian penelitian inovatif yang dilakukan di University of Western Australia dan France’s Laboratoire des Sciences du Climat et de l’Environnement, sebuah tim dari Australia’s ARC Centre of Excellence for Coral Reef Studies, mengatakan bahwa beberapa organisme bahari yang membentuk kerangka kalsium karbonat mempunyai prosedur built-in (mekanisme yang terjadi pada ketika kondisi tertentu/mekanisme yang sudah ada sebelumnya) untuk mengatasi pengasaman laut, organisme bahari lainnya yang tidak bisa membentuk kalsium karbonat lebih rentan terhadap pengasaman lautan.

“Kabar baiknya adalah, kebanyakan karang sepertinya  memiliki kemampuan internal ini untuk mengatasi keasaman air bahari yang meningkat dan masih bisa membentuk kerangka yang solid,”kata Profesor Malcolm McCulloch dari CoECRS dan UWA. ”Organisme bahari yang membentuk kerangka kalsium karbonat pada umumnya memproduksi kalsium karbonat  dalam salah satu bentuk, sanggup berupa aragonit maupun kalsit.

“Penelitian kami mengatakan  bahwa karang dengan kerangka yang tersusun dari aragonit mempunyai prosedur yang lebih baik dibandingkan dengan karang yang kerangkanya tersusun dari kalsit  pada kondisi asam yang tinggi.”

Karang dengan kerangka aragonit menyerupai Porites dan Acropora  memiliki ’pompa’ molekuler yang memungkinkan mereka untuk mengatur  keseimbangan asam internal mereka, yang menjaga mereka dari perubahan eksternal pada pH air laut.

“Secara keseluruhan citra tersebut masih belum memperhatikan aspek yang lain, coralline algae (alga yang bersimbiosis mutualisme pada karang) sepertinya rentan terhadap keasaman yang meningkat,”  jelas Professor McCulloch.

Aspek yang juga harus diperhatikan yaitu plankton, sepertinya plankton juga rentan terhadap keasaman yang meningkat. Berbagai macam jenis plankton yang ada di lautan terbuka memegang peranan penting dalam rantai masakan di laut. Jika benar, hal ini bisa menjadi sesuatu yang serius bagi organisme bahari dan insan alasannya yaitu sanggup menggangu kemampuan lautan untuk menyerap peningkatan volume CO2 dari atmosfer. Hal ini tentunya akan mempercepat proses pemanasan global.

Ironisnya, ada penelitian sebelumnya yang menjelaskan bahwa pemanasan lautan sanggup meningkatkan tingkat pertumbuhan karang, khususnya di karang yang hidup di perairan dingin, katanya.

Namun, pertanyaan besarnya  adalah, apakah terumbu karang bisa mengikuti keadaan dengan pemanasan global yang kini terjadi pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya? (sekitar dua kali lebih cepat daripada yang terjadi pada ketika berakhirnya Zaman Es terakhir).

“Hal ini sangat penting karena, bila karang  memutih akhir kedatangan air bahari panas yang tiba-tiba dan kehilangan alga simbiotik yang merupakan sumber utama energi, mereka tetap akan mati,” ia memperingatkan.

“Hal tersebut yaitu citra yang lebih rumit, tapi secara luas berarti akan ada yang  menjadi pemenang dan pecundang di lautan pada ketika senyawa kimia yang ada di lautan berubah alasannya yaitu acara manusia. Hal ini ini sanggup mensugesti dan mengubah ekosistem lautan, dimana banyak organisme di lautan dan juga kita sebagai insan sangat tergantung pada ekosistem laut. “

Para peneliti menyimpulkan, ”Meskipun hasil kami mengatakan bahwa karang sanggup bertahan pada tingkat keasaman yang semakin tinggi, secara keseluruhan kondisi dari sistem terumbu karang masih sangat tergantung pada imbas stress panas yang meningkat akhir pemanasan global dan dampak lingkungan lokal, menyerupai limpasan terestrial, polusi dan penangkapan ikan yang berlebihan. “

Penelitian yang dilakukan oleh Malcolm McCulloch, Jim Falter, Julie Trotter, dan Paolo Montagna dengan judul “Coral resilience to ocean acidification and global warming through pH up-regulation“ sudah dipublikasikan dalam edisi terbaru di  jurnal Nature Climate Change.

Referensi Jurnal :

Malcolm McCulloch, Jim Falter, Julie Trotter, Paolo Montagna. Coral resilience to ocean acidification and global warming through pH up-regulation. Nature Climate Change, 2012; DOI: 10.1038/nclimate1473

Artikel ini merupakan terjemahan dari goresan pena ulang menurut materi yang disediakan The University of Western Australia via Science Daily. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

No comments:

Post a Comment