Fungsi Konsumsi dan Tabungan dan Kurva Permintaan Investasi, Manfaat, Ekonomi - Anda mungkin sering bepergian ke supermarket atau ke pasar. Misalnya, Anda ingin membeli sayuran dan buah-buahan, Anda akan membeli sayuran dan buah-buahan yang segar, bukan? Pemilihan terhadap sayuran dan buah-buahan tersebut sanggup dikatakan acara konsumsi alasannya yaitu sehabis membeli barang tersebut Anda akan segera mengkonsumsinya. Kegiatan konsumsi merupakan acara yang biasa dilakukan oleh setiap individu, masyarakat, dan negara guna menghabiskan nilai suatu barang. Pada acara konsumsi baik individu maupun masyarakat memerlukan barang dan jasa dari rumah tangga produsen. Pada kepingan ini akan dibahas lebih lanjut materi fungsi konsumsi hubungannya dengan fungsi tabungan dan pengaruhnya terhadap kurva usul investasi.
A. Fungsi Konsumsi dan Fungsi Tabungan
Dalam suatu perekonomian modern, tingkat pengeluaran agregat terdiri atas empat komponen utama, yaitu pengeluaran rumah tangga atau konsumsi rumah tangga, investasi yang dilakukan pihak swasta, pengeluaran pemerintah, dan ekspor bersih. Anda tentu masih ingat dengan beberapa pendekatan dalam menghitung atau menentukan pendapatan nasional. Salah satu pendekatan tersebut yaitu pendekatan pengeluaran (expenditures approach). Berdasarkan pendekatan pengeluaran, nilai pendapatan nasional dihitung dengan cara menjumlahkan usul simpulan dari para pelaku ekonomi (konsumen, produsen, pemerintah, dan masyarakat luar negeri) dalam sebuah perekonomian terbuka. Dapat dirumuskan dalam Tabel 1.
No | Unit Ekonomi | Komponen Pengeluaran |
1 | Konsumen | Konsumsi (C) |
2 | Produsen | Investasi (I) |
3 | Pemerintah | Konsumsi + Investasi (G) |
4 | Masyarakat luar negeri | Ekspor - Impor (X-M) |
Atau sanggup ditulis dalam persamaan sebagai berikut.
Y = C + I + G + (X–M)
Dalam kepingan sebelumnya dibahas perihal konsumsi dalam lingkup ekonomi mikro, yaitu berkenaan dengan sikap konsumen (consumer’s behaviour) secara individual dalam acara ekonomi. Dalam kepingan ini akan dibahas konsumsi dari sudut pandang ekonomi makro, yaitu konsumsi sebagai salah satu komponen dari pengeluaran masyarakat secara menyeluruh (agregat).
Seperti dijelaskan sebelumnya, konsumsi terdiri atas konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah tangga. Namun, pembahasan konsumsi yang akan dilakukan hanya terbatas pada konsumsi rumah tangga alasannya yaitu konsumsi rumah tangga umumnya paling mendominasi komponen pengeluaran agregat. Untuk menjelaskan dan menyederhanakan pembahasan konsumsi secara makro maka dibentuk model-model atau teori-teori mengenai konsumsi.
1.1. Fungsi Konsumsi
Konsumsi merupakan salah satu komponen pendapatan nasional, lebih jelasnya komponen dari pendapatan disposabel. Pendapatan disposabel yaitu pendapatan yang siap dibelanjakan oleh konsumen. Fungsi konsumsi yaitu hubungan antara konsumsi dan pendapatan disposabel serta menganggap konstan faktor-faktor penentu konsumsi yang bukan berasal dari pendapatan.
Hubungan antara konsumsi dan pendapatan disposabel serta menganggap konstan faktor-faktor penentu konsumsi yang bukan berasal dari pendapatan dinamakan fungsi konsumsi. Fungsi konsumsi dirumuskan dalam persamaan linear.
C = a + bYd atau C = Co + bYd
Keterangan :
a = Besarnya konsumsi ketika pendapatan sama dengan nol (Y = 0);
b = Tambahan konsumsi alasannya yaitu bertambahnya pendapatan. b bernilai antara 0 dan 1 (0 < b < 1);
Yd = Pendapatan disposabel;
Co = Konsumsi otonom
C = Pengeluaran atau tingkat konsumsi masyarakat.
Kecenderungan mengonsumsi marjinal (Marginal Propensity to Consume) yaitu konsep yang menggambarkan hubungan antara pertambahan pendapatan dan pertambahan konsumsi. Dengan kata lain, MPC memperlihatkan citra perihal berapa konsumsi akan bertambah kalau pendapatan disposabel bertambah satu unit.
Keterangan :
ΔC yaitu pertambahan konsumsi dan Yd yaitu pertambahan pendapatan disposabel.
Adapun kecenderungan mengonsumsi rata-rata (Average Propensity to Consume) yaitu perbandingan atau rasio antara konsumsi total dan pendapatan dispoabel total.
Keterangan :
C yaitu total konsumsi dan Yd yaitu pendapatan disposabel.
1.2. Fungsi Tabungan
Tabungan sanggup diartikan sebagai kepingan pendapatan yang tidak dikonsumsi atau setiap kemampuan dan kesediaan untuk menahan sebagian dari hasrat konsumsi. Hubungan antara pendapatan disposabel dan tabungan disebut dengan fungsi tabungan. Fungsi tabungan diperoleh dari fungsi konsumsi. Persamaan linear yang menggambarkan hubungan antara Yd dan S yaitu sebagai berikut.
Yd = C + S
S = Yd – C = – C + Yd
S = –a + (1–b) Yd atau S = –Co + (1–b)Yd
Adapun a yaitu tabungan pada ketika Yd = 0 dan 1–b yaitu kecenderungan menabung marjinal (Marginal Propensity to Save atau MPS).
Kecenderungan menabung marjinal (Marginal Propensity to Save) yaitu konsep yang menggambarkan hubungan antara pertambahan pendapatan dan pertambahan tabungan. Dengan kata lain, MPS memperlihatkan citra perihal berapa jumlah tabungan akan bertambah kalau pendapatan disps bel bertambah satu unit.
ΔS yaitu pertambahan tabungan dan Yd yaitu pertambahan pendapatan disposabel yang menimbulkan pertambahan konsumsi tersebut.
Adapun kecenderungan menabung rata-rata (Average Propensity to Save) yaitu perbandingan atau rasio antara tabungan total dan pendapatan disposabel total.
S yaitu tabungan dan Yd yaitu pendapatan disposabel. Contoh penerapan fungsi konsumsi dan fungsi tabungan tampak pada tingkat pendapatan disposabel dan konsumsi sebuah rumah tangga sebagai berikut.
Pendapatan Disposabel | Konsumsi | ∆ Pendapatan disposabel | ∆ Konsumsi |
0 | 300 | - | - |
1.000 | 1.000 | 1.000 | 700 |
2.000 | 1.700 | 1.000 | 700 |
Dari Tabel 2. sanggup dilihat pada tingkat pendapatan disposabel sama dengan nol, tingkat konsumsi yaitu 300. Hal ini berarti konsumsi dasar sama dengan 300. Pada ketika pendapatan disposabel meningkat menjadi 2.000 konsumsi meningkat menjadi 1.700. Tentukan persamaan konsumsi dan grafiknya.
Diketahui:
Δ Yd = Rp 1.000,00
Δ C = Rp 700,00
Berarti MPC = 0,7, artinya 70 persen dari perhiasan pendapatan akan dipakai untuk konsumsi.
Seorang konsumen yang rasional tidak akan membelanjakan seluruh pendapatan disposabel untuk konsumsi. Tambahan konsumsi di atas mustahil melebihi perhiasan pendapatan disposabel. Tingkat pendapatan 1.000 merupakan tingkat pendapatan minimal biar rumah tangga bisa membiayai seluruh konsumsinya sehingga sanggup ditulis sebagai berikut.
C = Y = 1.000
C = a + bYd
1.000 = a + 0,7(1.000)
700 + a = 1.000
a = 300
Berarti pada tingkat disposabel sama dengan nol. Tingkat konsumsi dasarnya yaitu 300. Kaprikornus rumus persamaan konsumsinya yaitu C = 300 + 0,7Yd
Kurva fungsi konsumsinya terlihat dalam Kurva 1.
Kurva 1. Fungsi Konsumsi |
Berdasarkan Kurva 1, kurva konsumsi yang sudut kemiringannya kurang dari 45o menunjukkan bahwa MPC (kecenderungan melaksanakan perhiasan konsumsi) mustahil lebih dari satu. Hal ini terbukti, pada ketika pendapatan disposabel meningkat Rp1.000,00 konsumsi hanya bertambah 700 unit atau MPC sama dengan 0,7.
Dari pola fungsi konsumsi di atas maka sanggup dibentuk fungsi tabungan dan kurvanya sebagai berikut.
C = 300 + 0,7Yd
S = –300 + 0,3Yd
Kurva 2. Fungsi Tabungan |
1.3. Hubungan antara Pendapatan Disposabel, Konsumsi, dan Tabungan
Dari pembahasan fungsi tabungan, persamaan hubungan antara pendapatan disposabel, konsumsi, dan tabungan sanggup dituli sebagai berikut.
Yd = C + S,
Dengan demikian,
∆Yd = ∆C + ∆S
1 = MPC + MPS
1 = APC + APS
Tabel 3. Pendapatan Disposabel dan Konsumsi
Pendapatan Disposabel (Yd) | Konsumsi (C) | ∆ Pendapatan Disposabel (Yd) | ∆ Konsumsi (C) | MPC | APC |
0 | 300 | - | - | - | - |
1.000 | 1.000 | 1.000 | 700 | 0,7 | 1 |
2.000 | 1.700 | 1.000 | 700 | 0,7 | 0,85 |
3.000 | 2.400 | 1.000 | 700 | 0,7 | 0,80 |
Dari Tabel 3, sanggup dibentuk Tabel 4, yaitu sebagai berikut.
Tabel 4. Pendapatan Disposabel dan Tabungan
Pendapatan Disposabel (Yd) | Tabungan (S) | ∆ Pendapatan Disposabel (Yd) | ∆ Tabungan (S) | MPS | APS |
0 | –300 | - | - | - | - |
1.000 | 0 | 1.000 | 300 | 0,3 | - |
2.000 | 300 | 1.000 | 300 | 0,3 | 0,15 |
3.000 | 600 | 1.000 | 300 | 0,3 | 0,20 |
Contoh Soal (SPMB 2002) :
a. S = -100 + 0,2 y
b. S = 100 + 0,2 y
c. S = 100 + 0,8 y
d. S = 100 - 0,8 y
e. S = 100 - 0,2 y
Penyelesaian:
C = 100 + 0,8 y
y = pendapatan
C = a + by
S = -a + (1-b) y = -100 + 0,2 y
Jawaban: A
1.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi
Menurut Prathama Rahardja dan Mandala Manurung (2004), acara konsumsi rumah tangga sanggup dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.
1.4.1. Faktor Ekonomi
Empat faktor ekonomi yang sangat menentukan konsumsi yaitu pendapatan, kekayaan, tingkat bunga, dan ekpektasi.
1) Pendapatan rumah tangga
Semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga semakin besar porsi pendapatan yang dikonsumsikan.
2) Kekayaan
Kekayaan atau aset seseorang sanggup berupa kekayaan riil (tanah dan bangunan) maupun kekayaan finansial (deposito atau dalam bentuk surat berharga). Kekayaan akan meningkatkan pendapatan disposabel dan selanjutnya akan meningkatkan konsumsi.
3) Tingkat Bunga
Semakin tinggi tingkat suku bunga, semakin tinggi tabungan yang diciptakan masyarakat. Dengan demikian hasrat masyarakat untuk melaksanakan konsumsi berkurang. Jika suku bunga rendah hasrat masyarakat untuk melaksanakan konsumsi akan naik.
4) Perkiraan perihal Kondisi di Masa Depan
Ekspektasi mengenai keadaan di masa mendatang sangat mempengaruhi acara konsumsi masyarakat. Adanya iktikad bahwa di masa mendatang akan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi akan mendorong rumah tangga meningkatkan konsumsinya di masa sekarang.
1.4.2. Faktor Nonekonomi
Faktor nonekonomi terdiri atas faktor demografi dan faktor sosial budaya.
1) Faktor Demografi
Faktor demografi terdiri atas faktor jumlah dan komposisi penduduk.
a) Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk akan memperbesar tingkat konsumsi secara agregat walaupun pengeluaran rata-rata penduduk umumnya relatif rendah.
b) Komposisi Penduduk
Semakin banyak penduduk usia produktif yang bekerja, semakin tinggi tingkat pendidikan, dan semakin banyak penduduk tinggal di perkotaan maka konsumsi akan meningkat.
2) Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya akan memengaruhi acara konsumsi masyarakat. Faktor sosial budaya berkaitan dengan gaya hidup seseorang. Seseorang yang terbiasa dengan gaya hidup glamor tentunya akan mempunyai porsi yang besar dari pendapatannya untuk acara konsumsi.
B. Kurva Permintaan Investasi
Investasi yaitu istilah yang sering diartikan berbeda-beda oleh banyak orang dalam kehidupan sehari-hari. Anda tentu pernah mendengar ada orang yang mengatakan: “Saya akan menginvestasikan dana atau kekayaan di Jakarta dengan membeli tanah atau gedung, atau dalam bentuk surat-surat berharga misalnya, saham dan obligasi”. Dalam analisis ekonomi, tindakan memakai dana menyerupai di atas tidak digolongkan sebagai investasi. Sri Mulyani Indrawati (1988), mendefinisikan investasi sebagai penambahan akomodasi produksi maupun stok modal dalam jangka waktu tertentu, biasanya tahunan. Sadono Sukirno (2000), mendefinisikan investasi sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang modal yang akan dipakai untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan. Dalam analisis ekonomi, acara pengeluaran dana menyerupai yang diungkapkan oleh dua mahir ekonomi tersebut, bisa dikatakan sebagai investasi kalau pembelian tanah atau gedung dipakai untuk membuatkan pabrik pembuatan kain atau untuk mendirikan perkebunan tebu dan acara produktif lainnya.
Keputusan untuk melaksanakan investasi menurut pertimbangan jumlah laba atau tingkat pengembalian yang diperlukan akan diperoleh dari acara investasi alasannya yaitu untuk memperoleh perhiasan modal (uang) tidak harus berasal dari pengusaha atau milik sendiri, melainkan sanggup melalui pihak lain misalnya, forum perbankan atau pasar modal. Dengan sendirinya, motif untuk melaksanakan investasi tidak hanya sebatas dari adanya tingkat pengembalian yang diperlukan diperoleh di masa depan, tetapi harus memperhitungkan biaya investasinya terutama tingkat suku bunga pinjaman. Semakin rendah biaya (tingkat bunga), semakin banyak orang yang melaksanakan investasi. Sebaliknya, semakin tinggi biaya bunga semakin sedikit orang yang berani melaksanakan investasi.
2.1. Fungsi Investasi
Fungsi investasi menggambarkan hubungan antara perhiasan investasi dan tingkat laba yang diharapkan. Fungsi investasi sanggup digambarkan melalui kurva MEC (Marginal Eficiency of Capital). MEC atau efisiensi modal marjinal yaitu tingkat pengembalian yang diperlukan (expected rate of return) dari setiap perhiasan barang modal. Konsep MEC merupakan konsep yang pertama kali diperkenalkan oleh John Maynard Keynes dalam bukunya General Theory (1936). Fungsi investasi dipandang sejenis dengan kurva permintaan. Semakin rendah tingkat bunga (biaya investasi), semakin besar perhiasan barang modal (investasi). Sebaliknya, semakin tinggi tingkat bunga (biaya peminjaman), semakin kecil perhiasan barang modal. Jika tingkat pengembalian yang diperlukan lebih besar dari tingkat suku bunga, usul investasi akan meningkat.
Sebaliknya, kalau tingkat pengembalian yang diperlukan lebih rendah dari tingkat suku bunga, tingkat investasi akan menurun. Istilah MEC kemudian diganti dengan nama MEI (Marginal Eficiency of Investment) alasannya yaitu yang dimaksud bukan jumlah modal, tetapi kenaikan atau perhiasan modal. Marginal diartikan sebagai perhiasan investasi baru, dan eficiency berarti sanggup menghasilkan laba yang diharapkan. Dengan memakai konsep marginal eficiency dari investasi tersebut, sanggup diketahui bahwa terdapat hubungan berbanding terbalik (korelasi negatif) antara tingkat suku bunga dan jumlah investasi ( usul investasi) yang akan dilakukan pada suatu periode tertentu. Hal tersebut sanggup dilihat dalam Kurva 3.
Kurva 3. Efisiensi Modal Marjinal. |
Perhatikan Kurva 3. Titik A menggambarkan pada suku bunga r0 sebanyak I0 investasi akan dilakukan perusahaan-perusahaan dalam perekonomian. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pada waktu yang sama, nilai investasi untuk melaksanakan suatu proyek yang memperlihatkan tingkat pengembalian yang diperlukan (expected return) setidak-tidaknya sama dan melebihi r0 adalah I0. Pada titik B memperlihatkan bahwa pengurangan suku bunga dari r0 menjadi r1 menyebabkan investasi perusahaan dalam perekonomian meningkat dari I0 menjadi I1. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pada waktu yang sama, nilai investasi untuk melaksanakan suatu proyek yang memperlihatkan tingkat pengembalian yang diperlukan (expected return) setidak-tidaknya sama dan melebihi r1 adalah I1.
MEC dan MEI yaitu dua konsep yang sama yang menggambarkan tingkat pengembalian yang diperlukan (expected rate of return) dari setiap perhiasan barang modal (investasi). Jika tingkat pengembalian yang diperlukan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga, pengusaha akan meminjam uang dari perbankan atau pasar modal untuk melaksanakan investasi. Sebaliknya, kalau tingkat pengembalian yang diperlukan dari investasi lebih rendah dari tingkat bunga yang berlaku, pengusaha tidak akan meminjam uang dari bank dan tidak akan melaksanakan investasi, mungkin akan lebih menentukan menyimpan uangnya di bank.
Hubungan antara investasi, tingkat pengembalian yang diharapkan, dan tingkat suku bunga yang berlaku sanggup lebih terang dalam pola berikut.
Seandainya tingkat suku bunga bank yang berlaku yaitu 8 persen, seorang yang bertindak rasional akan melaksanakan investasi. Jika laba yang diperlukan minimal sama atau lebih dari 8 persen, contohnya 10 persen atau 12 persen. Ia tidak akan melaksanakan investasinya pada tingkat suku bunga lebih rendah dari tingkat suku bunga yang sedang berlaku, contohnya 5 persen atau 3 persen. Mengapa? Tentunya bagi beliau akan lebih menguntungkan kalau ia menyimpan uangnya di bank alasannya yaitu akan mendapat tingkat pengembalian yang lebih besar dari bunga, yaitu 8 persen.
Misalnya, investasi senilai 100 miliar rupiah akan menghasilkan laba 12 persen. Tambahan investasi gres senilai 50 miliar rupiah akan menimbulkan laba turun menjadi 10 persen dan perhiasan investasi gres sebesar 50 miliar rupiah lagi akan menimbulkan potensi laba menurun menjadi 8 persen, demikian seterusnya. Hubungan usul investasi dan tingkat bunga dari perkara di atas terlihat dalam Tabel 5.
Tabel 5. Permintaan Investasi dan Tingkat Bunga
Tingkat Suku Bunga (dalam % per tahun) | Permintaan Investasi (miliar rupiah) | Tambahan Investasi (miliar rupiah) |
12 | 100 | - |
10 | 150 | 50 |
8 | 200 | 50 |
5 | 275 | 75 |
3 | 325 | 50 |
2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi
Terdapat dua faktor utama yang memengaruhi tingkat investasi, yaitu tingkat suku bunga dan tingkat pengembalian yang diharapkan.
a) Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga derma yaitu biaya investasi yang paling menentukan. Semakin tinggi tingkat bunga pinjaman, biaya investasi semakin mahal. Akibatnya, minat atau usul masyarakat untuk berinvestasi akan menurun.
b) Tingkat Pengembalian yang Diharapkan
Seseorang atau perusahaan akan melaksanakan investasi pada masa kini dengan impian memperoleh laba di masa mendatang. Tingkat pengembalian yang diperlukan sangat dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal sebuah perusahaan.
- Kondisi internal perusahaan antara lain tingkat efisiensi perusahaan dalam berproduksi, kualitas SDM, dan tingkat teknologi yang diguna kan. Artinya, semakin tinggi ketiga aspek tersebut, semakin tinggi tingkat pengembalian yang diharapkan, semakin tinggi pula usul untuk berinvestasi.
- Kondisi eksternal perusahaan antara lain menyangkut kondisi secara makro baik bidang ekonomi sosial maupun politik. Jika asumsi perihal masa depan ekonomi, sosial, politik nasional, dan internasional optimis, biasanya tingkat investasi meningkat alasannya yaitu tingkat pengembalian yang diperlukan dari investasi sanggup dinaikkan. Selain itu, kebijakan pemerintah juga akan mempengaruhi keputusan investasi. Jika pemerintah menaikkan pajak akan terjadi pengurangan usul agregat. Akibatnya tingkat investasi akan menurun.
Berdasarkan uraian tersebut, perhatikanlah Kurva 4. yang menjelaskan tingkat pengembalian yang diperlukan hasil investasi.
Kurva 4. Tingkat Pengembalian yang Diharapkan dari Hasil Investasi |
Berdasarkan kurva 4. tingkat suku bunga sanggup memengaruhi investasi. Misalnya ketika suku bunga derma 10% tingkat investasi akan cenderung turun alasannya yaitu bunga derma lebih tinggi dari hasil investasi yang diharapkan. Namun, ketika suku bunga derma turun minat investasi akan naik atau bertambah alasannya yaitu tingkat bunga yang berlaku lebih rendah dari hasil investasi yang diharapkan. Berdasarkan kurva 6.4 keseimbangan akan tercapai pada ketika tingkat suku bunga 8% dan jumlah investasi sebesar Rp200 miliar.
Referensi :
Arifin, I. 2009. Membuka Cakrawala Ekonomi 1 : Untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas/Mandrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 170.
No comments:
Post a Comment