Thursday, September 12, 2019

Pintar Pelajaran Kondisi Spasial, Contoh Keruangan, Imbas Interaksi Desa Dan Kota

Pada pembahasan pecahan terdahulu, Anda telah berguru mengenai Sistem Informasi Geografis (SIG). Salah satu manfaat Sistem Informasi Geografis yakni untuk perencanaan tata ruang wilayah, baik wilayah desa maupun kota. Istilah desa sudah tidak gila lagi bagi Anda. Secara fisik, kondisi desa dan kota sangat terlihat terang perbedaannya. Di desa banyak dijumpai lahan pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Adapun di kota banyak dijumpai perumahan padat penduduk, gedung-gedung bertingkat, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya. Bagaimana dengan ciri-ciri masyarakat desa dan kota? Apa sajakah jenis-jenis desa dan kota? Mengapa sanggup terjadi urbanisasi? Faktor-faktor apakah yang menghipnotis urbanisasi? Jawaban atas pertanyaan tersebut sanggup Anda peroleh pada pembahasan materi ini mengenai kondisi spasial dan interaksi desa dan kota.

A. Pola Keruangan Desa

1. Pengertian Desa

Sutardjo Kartohadikusumo (1953), mengemukakan bahwa secara administratif desa diartikan sebagai suatu kesatuan aturan dan di dalamnya bertempat tinggal sekelompok masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri. Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1979, desa yakni suatu wilayah yang ditempati sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat yang di dalamnya merupakan kesatuan aturan yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah eksklusif di bawah camat, dan berhak menyeleng garakan rumah tangganya sendiri (otonomi) dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia. Adapun kelurahan yakni suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah eksklusif di bawah camat yang tidak berhak me nyelenggara kan rumah tangganya sendiri.

Pengertian desa kemudian diterangkan kembali dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 wacana Pemerintahan Daerah, yaitu sebagai berikut.

a. Desa adalah kesatuan masyarakat aturan yang mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten.
b. Kawasan pedesaan adalah daerah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, pengelolaan sumber daya alam, daerah sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Di Indonesia, istilah desa itu sendiri berbeda-beda di banyak sekali wilayah. Sebagian besar istilah tersebut umumnya sesuai dengan bahasa daerah yang dipakai oleh penduduk setempat. Pada masyarakat Sunda, istilah desa diidentikkan dengan gabungan beberapa kampung atau dusun. Dalam bahasa Padang atau masyarakat Minangkabau (Sumatra Barat) dikenal istilah nagari, sedangkan masyarakat Aceh menyebutnya dengan kata gampong. Di Propinsi Sumatra Utara, masyarakat Batak menyebut desa dengan istilah Uta atau Huta. Adapun di daerah Sulawesi, menyerupai di Minahasa, masyarakat menyebutnya dengan istilah wanus atau wanua.

Pengertian desa dalam sudut pandang geografi dikemukakan oleh R. Bintarto dan Paul H. Landis sebagai berikut.

a. R. Bintarto

Desa yakni suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok insan dan lingkungannya. Hasil perpaduan tersebut merupakan suatu perwujudan atau ketampakan geografis yang ditimbulkan oleh faktor-faktor alamiah maupun sosial, menyerupai fisiografis, sosial ekonomi, politik, dan budaya yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam kekerabatan nya dengan daerah-daerah lain. Selanjutnya, Bintarto mengemukakan bahwa minimal ada tiga unsur utama desa, yaitu sebagai berikut.
  1. Daerah, dalam arti suatu daerah perdesaan tentunya mempunyai wilayah sendiri dengan banyak sekali aspeknya, menyerupai lokasi, luas wilayah, bentuk lahan, keadaan tanah, kondisi tata air, dan aspek-aspek lainnya.
  2. Penduduk dengan banyak sekali karakteristik demografis masyarakatnya, menyerupai jumlah penduduk, tingkat ke lahiran, kematian, persebaran dan kepadatan, rasio jenis kelamin, komposisi penduduk, serta kualitas penduduknya.
  3. Tata Kehidupan, berkaitan erat dengan adat istiadat, norma, dan karakteristik budaya lainnya.
Geografia :

Pengertian desa sanggup ditinjau dari banyak sekali sudut pandang keilmuan. Misalnya, ekonomi akan lebih menekankan pada acara komersial penduduk. Sosiologi lebih menekankan pada sosialisasi antarpersonal dan kelompok masyarakat. Geografi akan lebih komprehensif lagi lantaran memandang desa sebagai satu kesatuan fisik (karakteristik alamiah) dan nonfisik (sosial). (Sumber: Geografi Kota dan Desa, 1987)

b. Paul H. Landis

Desa yakni suatu wilayah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa, dengan ciri-ciri antara lain mempunyai pergaulan hidup yang saling nengenal satu sama lain (kekeluargaan), ada pertalian perasaan yang sama wacana kesukaan terhadap kebiasaan, serta cara berusaha bersifat agraris dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor alam, menyerupai iklim, keadaan alam, dan kekayaan alam.

2. Karakteristik Wilayah Perdesaan

Wilayah perdesaan pada umumnya masih diasosiasikan sebagai daerah yang berlokasi di daerah pedalaman, jauh dari lingkungan perkotaan, dan mempunyai keterikatan yang kuat terhadap kehidupan tradisional. Dalam masyarakat desa berlaku keteraturan kehidupan sosial yang meliputi kegiatan-kegiatan ekonomi, keagamaan, politik, dan aturan yang sesuai dengan lingkungan hidup setempat.

Dilihat dari karakteristik wilayahnya, daerah perdesaan masih lebih bersifat alamiah, belum banyak tersentuh oleh teknologi modern dan perkembangan pembangunan. Selain sebagai lahan permukiman penduduk, sebagian wilayah desa terdiri atas lahan pertanian, perkebunan, atau tertutup oleh hutan alami, baik itu wilayah desa yang terletak di wilayah pantai, dataran rendah, maupun dataran tinggi. Adapun kota sebagian besar daerahnya ter tutup oleh daerah permukiman penduduk, gedung-gedung perkantoran, kemudahan sosial, daerah industri, dan daerah lainnya.

Kehidupan masyarakat perdesaan dicirikan oleh kegiatan yang pada umumnya bercorak agraris. Aktivitas kesehariannya masih didominasi oleh efek lingkungan alam. Dengan kata lain, efek lingkungan atau kondisi alam setempat masih sangat kuat mewarnai tatanan dan pola hidup penduduk desa. Hubungan antarwarga masyarakat desa sangat erat, saling mengenal, dan gotong royong.

Penderitaan seseorang di perdesaan pada umumnya menjadi derita semua pihak. Menurut para mahir sosiologi, kekerabatan masyarakat semacam ini dikenal dengan istilah gemeinschaft (paguyuban). 

Menurut Direktorat Jenderal Pembangunan Desa (DITJEN BANGDES), ciri-ciri desa antara lain sebagai berikut.

a. Perbandingan insan dengan lahan (man and land ratio) cukup besar, artinya lahan-lahan di perdesaan masih relatif luas dibandingkan dengan jumlah penduduk yang menempatinya sehingga kepadatan penduduknya masih rendah dan lapangan pekerjaan penduduk masih bertumpu pada sektor agraris.
b. Hubungan antarwarga masyarakat desa masih sangat bersahabat dan sifat-sifat masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang berlaku.
c. Sarana dan prasarana komunikasi dan perhubungan sebagian besar masih sangat sederhana, menyerupai berupa jalan batu, jalan aspal sederhana, tidak beraspal, bahkan jalan setapak. Sarana perhubungan atau transportasi yang umum dijumpai antara lain angkutan perdesaan, ojeg, alat transportasi perairan, menyerupai bahtera sederhana atau rakit, bahkan di beberapa tempat masih ada yang memakai kuda dan sapi.

Secara khusus, beberapa karakteristik sosial masyarakat desa berdasarkan Soerjono Soekanto (1982) antara lain sebagai berikut.

a. Warga masyarakat perdesaan mempunyai kekerabatan kekerabatan yang kuat lantaran umumnya berasal dari satu keturunan. Oleh lantaran itu, biasanya dalam satu wilayah perdesaan, antara sesama warga masyarakatnya masih mempunyai kekerabatan keluarga atau saudara.
b. Corak kehidupan nya bersifat gemeinschaft, yaitu diikat oleh sistem kekeluargaan yang kuat. Selain itu, penduduk desa merupakan masyarakat yang bersifat face to face group artinya antarsesama warga saling mengenal.
c. Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor agraris (pertanian, perkebunan, peternakan, maupun perikanan).
d. Cara bertani masih relatif sederhana atau tradisional sehingga sebagian besar hasilnya masih diperuntukkan bagi kebutuhan hidup sehari-hari (subsistence farming).
e. Sifat bahu-membahu masih cukup tampak dalam kehidupan sehari-hari penduduk desa.
f. Golongan tetua kampung atau ketua adat masih memegang peranan penting dan mempunyai kharisma besar di masyarakat sehingga dalam musyawarah atau proses pengambilan keputusan, orang-orang tersebut sering kali dimintai saran atau petuah.
g. Pada umumnya sebagian masyarakat masih memegang norma-norma agama yang cukup kuat.

Seiring dengan perjalanan waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan serta teknologi, tentu saja ketika ini banyak desa yang telah mengalami perubahan. Komunikasi dengan wilayah kota pun mulai tampak terjalin, dan penduduk desa makin menyadari bahwa komunikasi dengan perkotaan itu sangat penting. Masyarakat desa membutuhkan suplai dari kota dan kota pun sesungguhnya membutuhkan suplai dari desa. Hubungan antara desa dan kota diwujudkan dalam beberapa bentuk kegiatan tukar-menukar perdagangan setiap komoditas.

3. Pola Persebaran dan Permukiman Desa dalam Kaitan dengan Bentang Alam

Bentuk persebaran desa yang terdapat di permukaan bumi berbeda satu sama lain. Hal ini sangat bergantung pada keadaan alamiah wilayahnya. Sebagai contoh, bentuk desa yang terletak di wilayah pegunungan tentunya sangat berbeda dibandingkan dengan di daerah pantai. Pola persebaran ini berkaitan erat dengan kondisi tata ruang di desa itu sendiri.

Ciri-ciri pola tata ruang di pedesaan antara lain sebagai berikut.

a. Tempat untuk memberi kehidupan kepada insan cukup luas.
b. Wilayah perdesaan dekat dengan areal pertanian.
c. Di daerah subur, pola penyebarannya cenderung mengelompok.
d. Pola penyebaran desa di daerah kurang subur cenderung memencar.
e. Perdesaan umumnya dekat dengan sumber air.
f. Perdesaan terlihat hijau lantaran banyak tumbuhan pertanian.
g. Daerah perdesaan umumnya berlokasi di daerah pedalaman.
h. Masyarakatnya bekerjasama erat dengan kondisi alam yang besar lengan berkuasa terhadap tata kehidupan desa.
i. Kondisi alam yang besar lengan berkuasa erat dengan masyarakat perdesaan antara lain tanah, tata air, iklim, dan hujan.
j. Udara perdesaan masih segar lantaran belum terkena polusi.

Beberapa teladan pola persebaran dan permukiman desa antara lain sebagai berikut.

a. Pola desa mengikuti bentuk alur sungai, dengan tujuan memudahkan transportasi dan mencari air.
b. Pola desa mengikuti bentuk tepi pantai, dengan tujuan memudahkan dalam mencari ikan dan hasil bahari lainnya.
c. Pola desa berkelompok di daerah pertanian, dengan tujuan memudahkan perjalanan ke tegalan atau sawah, baik untuk mengolah ataupun mengawasi areal pertanian.
d. Pola desa terpencar-pencar, biasanya dikarenakan keadaan alam yang berbeda-beda. Hal ini bertujuan mencari tempat yang dekat dengan air, tanah yang subur, kaya mineral, iklim yang cocok, dan daerah yang aman.

Daldjoeni (1987) mengemukakan bahwa ditinjau dari pola tata guna lahannya, ada empat bentuk perdesaan yang banyak dijumpai di Indonesia. Keempat bentuk desa tersebut yakni sebagai berikut.

a. Bentuk desa linear atau memanjang mengikuti jalur jalan raya atau alur sungai. Pola semacam ini sanggup dijumpai di daerah dataran, terutama dataran rendah. Tujuan utama bentuk desa yang linear atau memanjang yakni mendekati prasarana transportasi (jalan atau alur sungai) sehingga memudahkan mobilitas manusia, barang, dan jasa.
 Salah satu manfaat Sistem Informasi Geografis yakni untuk perencanaan tata ruang wilayah Pintar Pelajaran Kondisi Spasial, Pola Keruangan, Dampak Interaksi Desa dan Kota
Gambar 1. Bentuk Desa Linear Mengikuti Jalan. Bentuk ini banyak terdapat di daerah dataran rendah.
b. Bentuk desa yang memanjang mengikuti garis pantai.
 Salah satu manfaat Sistem Informasi Geografis yakni untuk perencanaan tata ruang wilayah Pintar Pelajaran Kondisi Spasial, Pola Keruangan, Dampak Interaksi Desa dan Kota
Gambar 2. Bentuk Desa Memanjang Mengikuti Garis Pantai. Bentuk desa ini terjadi lantaran acara insan yang mencari ikan dan hasil bahari lainnya.
c. Bentuk desa terpusat. Bentuk desa semacam ini banyak dijumpai di wilayah pegunungan. Wilayah pegunungan biasanya dihuni oleh penduduk yang berasal dari keturunan yang sama sehingga antara sesama warga masih merupakan saudara atau kerabat.
 Salah satu manfaat Sistem Informasi Geografis yakni untuk perencanaan tata ruang wilayah Pintar Pelajaran Kondisi Spasial, Pola Keruangan, Dampak Interaksi Desa dan Kota
Gambar 3. Bentuk Desa Terpusat Bentuk desa ini banyak terdapat di wilayah pegunungan.
d. Bentuk desa yang mengelilingi kemudahan tertentu. Bentuk semacam ini banyak dijumpai di wilayah dataran rendah dan mempunyai kemudahan umum yang banyak dimanfaatkan oleh penduduk setempat, menyerupai mata air, danau, waduk, dan fasilitas-fasilitas lainnya.
 Salah satu manfaat Sistem Informasi Geografis yakni untuk perencanaan tata ruang wilayah Pintar Pelajaran Kondisi Spasial, Pola Keruangan, Dampak Interaksi Desa dan Kota
Gambar 4. Bentuk Desa Mengelilingi Fasilitas Tertentu. Bentuk desa ini terjadi lantaran adanya kemudahan umum yang banyak dimanfaatkan oleh penduduk setempat.
4. Pembangunan Desa

Pembangunan wilayah perdesaan merupakan pecahan yang tidak terpisahkan dengan proses pembangunan nasional beserta hasilnya sehingga sanggup dirasakan oleh seluruh warga negara Indonesia, termasuk masyarakat yang tinggal di desa. Proses pembangunan hendaknya membuat kesejahteraan dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya yang tinggal di daerah perkotaan saja, tetapi selayaknya juga menjangkau ke pelosok-pelosok perdesaan.

Pembangunan desa mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional lantaran hal-hal sebagai berikut.

a. Wilayah Indonesia sebagian besar terdiri atas daerah perdesaan. Hal ini berarti bahwa sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di desa. Karena itu pembangunan hendaknya lebih berorientasi ke wilayah perdesaan.
b. Desa merupakan tempat sebagian besar penduduk yang bermata pencarian dibidang pertanian dan menghasilkan materi makanan.
c. Desa merupakan satuan manajemen pemerintahan terkecil, yaitu manajemen pemerintahan desa.
d. Desa mempunyai potensi sumber daya alam yang cukup banyak untuk modal pembangunan, baik itu dalam sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, maupun pertambangan.
e. Desa mempunyai sumber daya insan yang cukup banyak untuk melaksanakan pembangunan. Namun yang perlu diperhatikan yakni faktor kualitas sumber daya manusianya, lantaran apalah artinya jumlah penduduk yang banyak kalau tidak ditunjang dengan kualitas yang memadai, baik bekerjasama dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, tingkat produktivitas, dan kesehatan.

Geografika :

Pembangunan sanggup didefinisikan sebagai suatu perubahan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh suatu negara. Definisi yang lain menyebutkan bahwa pembangunan yakni upaya multidimensional yang meliputi perbaikan politik, budaya sosial, dan ekonomi. (Sumber: www.meneg.pp.go.id)

Beberapa problem yang berkaitan erat dengan pembangunan desa, antara lain sebagai berikut.

a. Lingkungan desa yang meliputi perumahan, penyediaan air bersih, kesehatan lingkungan, dan penerangan belum memadai.
b. Adanya perjaka putus sekolah dan penganggur yang tidak atau kurang mempunyai keterampilan untuk mengolah sumber daya alam di desanya.
c. Masih ada daerah-daerah perdesaan yang mengalami kekurangan pangan dan kekurangan gizi.
d. Masih ada desa-desa yang terpencil, berpenduduk jarang, dan terpencar-pencar, serta taraf hidupnya rendah.
e. Struktur dan pegawanegeri pemerintahan desa serta forum penyalur aspirasi masyarakat perdesaan belum berfungsi dengan baik.
f. Penyediaan modal untuk kegiatan perjuangan masyarakat perdesaan belum mencukupi, khususnya untuk golongan ekonomi lemah.
g. Pola penggunaan, pemilikan, dan penguasaan tanah yang belum mencerminkan jaminan pemerataan pendapatan.
h. Kurangnya koordinasi antarlembaga masyarakat yang ada di perdesaan dalam melaksanakan pembangunan.
i. Tidak seimbangnya jumlah penduduk dengan luas areal pertanian.
j. Tidak seimbangnya jumlah penduduk dengan luas desa.
k. Kurangnya prasarana desa mengakibatkan desa tidak sanggup berkembang dengan baik.
l. Beberapa desa di daerah pinggiran kota kewalahan mendapatkan penduduk yang berurbanisasi sehingga timbul problem baru, menyerupai meningkatnya angka kejahatan, pengangguran, dan rumah liar.
m. Kurang serasinya kekerabatan antarlembaga pemerintahan desa.

Faktor-faktor yang menghambat pembangunan desa yaitu sebagai berikut.

a. Penyebaran penduduk di Indonesia belum merata (65% bermukim di Pulau Jawa yang luasnya ± 7% dari luas seluruh Indonesia). Hal ini menimbulkan daerah yang padat penduduknya kurang mempunyai tanah garapan.
b. Perbedaan adat kebiasaan dan perbedaan tingkat sosial ekonomi di setiap desa.
c. Mayoritas penduduk desa bermata pencarian petani dan buruh tani. Apabila laju perkembangan penduduknya tinggi dan lapangan kerja di desa semakin sempit akan menimbulkan terjadinya urbanisasi.
d. Struktur desa bersifat dualistis, yaitu sebagian sudah mengalami efek kehidupan kota dan sebagian lagi masih tradisional.
e. Tingkat kehidupan masyarakat desa masih sangat rendah.

Beberapa perjuangan untuk mengurangi faktor-faktor penghambat pembangunan desa, yaitu sebagai berikut.

a. Menyelenggarakan tempat permukiman gres dengan cara transmigrasi.
b. Memperluas dan menyempurnakan jaringan pemasaran hasil produksi dari desa.
c. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat desa.
d. Meningkatkan perjuangan penerangan ke daerah perdesaan melalui banyak sekali media yang eksklusif berkaitan dengan kegiatan produksi perdesaan dan kesejahteraan sosial, termasuk keluarga berencana.
e. Memperluas kemudahan kesehatan perdesaan, terutama dengan pembangunan Puskesmas, penyediaan air minum, dan jamban keluarga.
f. Menyediakan dan memperluas lapangan kerja gres di desa.Perluasan lapangan kerja itu dengan jalan berbagi sektor industri kecil, kerajinan rakyat, dan pertanian.
g. Melaksanakan pembangunan di daerah yang tergolong daerah minus, menyerupai desa pantai dan desa yang terbelakang.
h. Meningkatkan dan menyempurnakan aparatur pemerintahan desa, baik struktural, operasional, maupun kualitas personal sehingga bisa melaksanakan fungsinya sebagai direktur tunggal di desa.
i. Mengembangkan dan meningkatkan efektivitas Koperasi Unit Desa (KUD) (Baca: koperasi) sebagai wadah kegiatan pembangunan desa di bidang ekonomi.
j. Mengembangkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat desa dengan mengefektifkan Lembaga Sosial Desa (LSD) sebagai wadah kegiatan pembangunan desa di bidang sosial.

5. Perkembangan dan Kemampuan Masyarakat untuk Mengelola Potensi Desa

Daerah-daerah perdesaan mempunyai problem dan potensi yang berbeda-beda. Ada desa yang telah bisa berbagi potensinya searah pembangunan, ada pula yang belum. Di luar Jawa, yaitu di pedalaman Sumatra, Kalimantan, dan Papua masih terdapat desa yang penduduknya belum menetap (selalu berpindah). Mereka menjalankan perjuangan pertanian berpindah-pindah dan hidup berkelompok dalam masyarakat kecil yang terpencar-pencar. Masyarakat tersebut disebut masyarakat suku terasing. Desa tempat tinggal suku-suku terasing belum sanggup disebut desa melainkan disebut pradesa.

Potensi perdesaan yang sanggup dimanfaatkan dan dikembangkan dalam pembangunan desa, yaitu sebagai berikut.

a. Lahan pertanian yang luas terutama di desa-desa luar Pulau Jawa dan Bali, merupakan sumber daya alam yang potensial.
b. Rasa swadaya, gotong royong, dan kekeluargaan di kalangan masyarakat perdesaan yang sangat kuat.
c. Di desa masih terdapat pemimpin informal (tak resmi) yang berwibawa dan disegani oleh masyarakat, menyerupai kepala adat dan para ulama.
d. Tanah-tanah pekarangan yang belum dimanfaatkan secara maksimal juga merupakan sumber daya alam yang potensial.

Menurut perkembangan dan kemampuan masyarakatnya, desa sanggup dibedakan dalam tiga tingkat, yaitu sebagai berikut.

a. Desa Swadaya

Desa swadaya yakni desa yang telah terdaftar dalam wilayah manajemen pemerintahan dan masyarakatnya telah hidup menetap. Mereka memanfaatkan sumber daya alam dan potensi-potensinya secara tradisional sehingga disebut juga desa tradisional.

Ciri-ciri pokok desa swadaya antara lain:
  1. lokasinya terpencil;
  2. penduduknya jarang;
  3. produktivitas tanah rendah;
  4. daerah berupa bukit atau bergunung-gunung;
  5. sebagian besar penduduk hidup bertani;
  6. tingkat pendidikan masyarakat rendah;
  7. masih terikat oleh kebiasaan kebudayaan adat;
  8. kegiatan ekonomi masyarakat ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri;
  9. memiliki lembaga-lembaga yang sangat sederhana.
b. Desa Swakarya

Desa swakarya yakni peralihan atau transisi dari desa swadaya menuju desa swasembada. Oleh lantaran itu, desa swakarya juga disebut desa transisi. Desa swakarya ialah desa yang masyarakat nya telah berkeinginan memanfaatkan dan mengembang kan sumber daya alam dan potensinya untuk membangun daerahnya.

Ciri-ciri pokok desa swakarya antara lain sebagai berikut.
  1. Kebiasaan atau adat istiadat sudah tidak mengikat penuh sehingga memungkinkan penduduk untuk mencoba cara-cara gres dalam mengatasi kesulitan.
  2. Sudah mulai mempergunakan alat-alat dan teknologi.
  3. Desa swakarya sudah tidak terisolasi lagi walaupun letaknya masih jauh dari pusat kegiatan ekonomi dan pemerintahan. 
  4. Telah mempunyai tingkat perekonomian, sarana pendidikan, jalur kemudian lintas, dan prasarana lain yang agak maju. 
Di Indonesia, sebagian besar desanya masih termasuk dalam kategori desa swakarya.

c. Desa Swasembada

Desa swasembada sering disebut desa berkembang yang merupakan fase tertinggi dari proses perkembangan desa di Indonesia. Desa swasembada yakni desa yang masyarakatnya telah bisa memanfaatkan dan berbagi sumber daya alam dan potensinya sesuai dengan kegiatan pembangunan regional.

Ciri-ciri pokok desa swasembada yakni sebagai berikut.
  1. Banyak berlokasi di ibu kota kecamatan, sekitar ibu kota kabupaten, atau di sekitar ibu kota provinsi yang tidak termasuk wilayah kelurahan.
  2. Memiliki tingkat perekonomian yang lebih maju, manajemen pemerintahan desa teratur, lembaga-lembaga desa telah berfungsi, dan pemerintahan desa berjalan lancar.
  3. Memiliki fasilitas-fasilitas yang cukup memadai. Misalnya, jalur transportasi, teknik produksi, pemasaran hasil produksi, prasarana pengairan, sarana pendidikan, kesehatan, dan penerangan.
  4. Ikatan adat dan kebiasaan adat sudah tidak besar lengan berkuasa lagi pada kehidupan masyarakat.
  5. Lembaga sosial, ekonomi, dan kebudayaan sudah sanggup menjaga kelangsungan hidupnya.
  6. Alat-alat teknis yang dipakai penduduk untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sudah lebih modern.
  7. Penduduknya padat dengan mata pencarian yang bermacam-macam.
Faktor-faktor yang menguntungkan bagi pembangunan desa, yakni sebagai berikut.
  1. Dalam masa pembangunan, masyarakat desa mempunyai nilai-nilai nyata dan merupakan potensi yang penting lantaran sumber tenaga kerja dan sumber kekayaan alam yang berlimpah ruah berada di desa.
  2. Aktivitas produksi dan sumber pendapatan negara sebagian besar berada di desa.
  3. Dalam bimbingan dan pengembangan masyarakat desa, perencanaan, contoh, dan suri teladan memegang peranan penting, lantaran masyarakat desa terdiri atas orang-orang yang masih berjiwa lugu, sederhana, dan menjunjung tinggi asas kejujuran.
B. Pola Keruangan Kota

1. Pengertian Kota

Pengertian kota tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu sejalan dengan perkembangan kebudayaan manusia. Pada zaman peradaban watu (Paleolitikum), istilah kota diartikan sebagai gua-gua atau lembah di mana insan purba tinggal dan terlindung dari efek cuaca dan hewan buas.

Setelah pola peradaban insan mulai mengenal sistem pertanian tradisional (pertanian primitif) di mana penduduk mulai mengenal sistem bercocok tanam dan hidup menetap dengan membangun rumah-rumah, terutama di daerah dataran atau di lembah-lembah sungai yang subur maka istilah kota lebih ditujukkan pada kawasan-kawasan tersebut.

Dalam catatan sejarah, kota-kota bau tanah yang terletak di lembah sungai antara lain sebagai berikut.

a. Lagash, Ur, dan Uruk di Mesopotamia (Lembah Sungai Euphrat dan Tigris).
b. Memphis dan Thebes di lembah Sungai Nil.
c. Mohenjodaro dan Harappa di lembah Sungai Indus.
d. Cheng-Chon dan An-Yang di lembah Sungai Huang-Ho.

Setelah periode pertumbuhan kota-kota tersebut, bermunculanlah kota-kota lain di muka bumi. Namun intinya kota-kota tersebut tumbuh dan berkembang dari wilayah desa. Pada dasarnya kota merupakan wilayah di permukaan bumi yang sebagian besar daerahnya ditutupi oleh fenomena dan tanda-tanda sosial hasil rekayasa manusia, serta merupakan areal konsentrasi penduduk dengan mata pencarian di luar sektor agraris. 

Secara lebih terperinci, berikut ini pengertian kota yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

a. R. Bintarto

Kota yakni sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alamiah yang cukup besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistik dibandingkan dengan daerah di sekitarnya.

b. Grunfeld

Kota yakni suatu permukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih besar daripada kepadatan wilayah nasional, dengan struktur mata pencarian nonagraris, dan sistem penggunaan tanah yang beraneka ragam, serta ditutupi oleh gedung-gedung tinggi yang lokasinya sangat berdekatan.

c. Burkhard Hofmeister

Kota yakni suatu pemusatan keruangan dari tempat tinggal dan tempat kerja manusia. Kegiatan utamanya bergerak di sektor sekunder (industri dan perdagangan) dan tersier (jasa dan pelayanan masyarakat), pembagian kerja yang khusus, pertumbuhan penduduknya sebagian besar disebabkan pelengkap kaum pendatang, serta bisa melayani kebutuhan barang dan jasa bagi wilayah yang jauh letaknya.

2. Ciri-Ciri Kehidupan Kota

Sebagai suatu daerah atau region, wilayah perkotaan mempunyai ciri-ciri, baik dari segi pola tata guna lahan, kondisi fisik, maupun sosial budaya masyarakatnya. Secara umum, ciri-ciri kehidupan kota antara lain sebagai berikut.

a. Masyarakat kota lebih gampang mengikuti keadaan terhadap perubahan sosial, lantaran adanya keterbukaan terhadap efek dari luar.
b. Masyarakat kota bersifat gesellschaft (patembayan), di mana kepentingan individu lebih menonjol, sedangkan solidaritas dan kegotong-royongan semakin lemah.
c. Adanya pelapisan sosial ekonomi, menyerupai perbedaan tingkat penghasilan, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan.
d. Adanya jarak sosial dan kurangnya toleransi sosial antarwarganya.
e. Adanya evaluasi yang berbeda-beda terhadap suatu problem dengan pertimbangan perbedaan kepentingan, situasi, dan kondisi kehidupan. Sistem pembagian kerja di kota sangat terang berdasarkan keterampilan dan keahlian masing-masing.
f. Warga kota umumnya sangat menghargai waktu.
g. Cara berpikir dan bertindak warga kota tampak lebih rasional dan berprinsip ekonomis.
h. Terdapat keteraturan kehidupan sosial sebagai pendukung kehidupan hukum.
i. Masyarakat kota lebih mengenal aturan negara dibanding aturan adat.

3. Keterkaitan antara Kota dan Lokasi Pusat Kegiatan, Tata Ruang, Sistem Pengangkutan, dan Perhubungan

Kota yang telah berkembang maju akan mempunyai peranan yang lebih luas. Peranan itu antara lain sebagai berikut.

a. Pusat permukiman penduduk.
b. Sebagai pusat kegiatan ekonomi, meliputi:
  1. pusat sirkulasi modal dan keuangan;
  2. pusat kegiatan transportasi;
  3. pusat kegiatan konsumsi dan produksi;
  4. pusat kegiatan pemasaran dan perdagangan;
  5. pusat perindustrian.
c. Pusat kegiatan sosial budaya, antara lain:
  1. pusat kegiatan kesenian;
  2. pusat pendidikan;
  3. pusat fasilitas-fasilitas masyarakat yang lain, menyerupai kesehatan, lembaga-lembaga sosial, dan keahlian.
d. Pusat kegiatan politik dan manajemen pemerintahan.

Penduduk perkotaan di dunia antara tahun 1920 hingga dengan 1980 telah bertambah lima kali lipat, dari 360 juta menjadi 1.807 juta orang. Menurut asumsi PBB, tahun 2000 penduduk perkotaan akan bertambah 78 persen sehingga mencapai 3.208 juta orang. Hal ini memperlihatkan adanya pertumbuhan yang amat pesat kalau dibandingkan dengan penduduk perdesaan yang diperkirakan hanya bertambah sekitar 19 persen pada tahun 2000.

4. Struktur Penggunaan Lahan Kota

Ciri-ciri pola tata ruang di perkotaan antara lain sebagai berikut.

a. Tempat untuk memberi kehidupan kepada kelompok orang kurang luas.
b. Pola kehidupan daerah kota tidak bergantung pada tingkat kesuburan tanah.
c. Komunitas perkotaan lebih besar dibandingkan di desa.
d. Lokasi kota tidak terpengaruh oleh kesuburan tanah.

e. Daerah perkotaan hanya terdapat sedikit tumbuhan dan cenderung banyak bangunan.
f. Daerah perkotaan umumnya berlokasi di daerah strategis.
g. Udara perkotaan umumnya kurang segar lantaran terkena pencemaran udara akhir berdirinya pabrik-pabrik dan banyaknya kendaraan bermotor.
h. Penduduk kota lebih padat dan bermacam-macam dibanding penduduk desa.
i. Pola tata ruang daerah perkotaan sudah diatur rapi, menyerupai jalan-jalan, perkantoran, perumahan, dan pusat perdagangan.

Di dalam mengkaji struktur penggunaan lahan kota dikenal beberapa teori yang dikemukakan para mahir planologi dan perkotaan, yaitu sebagai berikut.

a. Teori Konsentrik

Teori konsentrik dikemukakan oleh E.W. Burgess. Menurut teori ini, daerah perkotaan dibagi menjadi lima wilayah, yaitu sebagai berikut.
  1. Pusat Daerah Kegiatan (PDK) sering juga disebut Central Business District (CBD), dicirikan dengan adanya pusat pertokoan, kantor pos, bank, bioskop, dan pasar.
  2. Wilayah transisi, ditandai dengan industri manufaktur, pabrik, dan pola penggunaan lahan yang merupakan pola campuran.
  3. Wilayah permukiman masyarakat berpendapatan rendah.
  4. Wilayah permukiman masyarakat berpendapatan menengah.
  5. Wilayah permukiman masyarakat berpendapatan tinggi.
Contoh kota yang berpola konsentrik, antara lain London, Chicago, Kalkuta, Adelaide, dan sebagian besar kota-kota di Indonesia.

Tokoh :

Ernest W.Burgess
 Salah satu manfaat Sistem Informasi Geografis yakni untuk perencanaan tata ruang wilayah Pintar Pelajaran Kondisi Spasial, Pola Keruangan, Dampak Interaksi Desa dan Kota

Ernest W.Burgess ialah mahir sosiologi senior Amerika yang lahir di daerah pinggiran luar Amerika, yang kemudian menjadi Presiden American Sociological Society (Organisasi Sosiologi Amerika).

b. Teori Sektoral

Teori ini dikemukakan oleh Homer Hoyt. Menurut teori ini, unit-unit kegiatan di perkotaan tidak mengikuti zona-zona teratur secara konsentris, tetapi membentuk sektor-sektor yang sifatnya lebih bebas. Dalam teori ini, Hoyt beropini bahwa:
  1. daerah-daerah yang mempunyai harga tanah atau sewa tanah tinggi biasanya terletak di luar kota;
  2. daerah-daerah yang mempunyai sewa tanah dan harga tanah rendah merupakan jalur-jalur yang bentuknya memanjang dari pusat kota ke daerah perbatasan;
  3. zona pusat yakni daerah pusat kegiatan.
Contoh kota-kota yang berstruktur sektoral antara lain California, Calgary, Alberta, dan Boston.

c. Teori Inti Ganda

Teori ini dikemukakan oleh Harris dan Ullman, yaitu keadaan tata ruang kota sanggup di kelompok kan menjadi empat bagian, yaitu sebagai berikut.
  1. Inti Kota (Core of City), yakni wilayah kota yang dipakai sebagai pusat kegiatan, ekonomi, pemerintahan, dan kebudayaan.
  2. Selaput Inti Kota, adalah wilayah yang terletak di luar inti kota sebagai akhir dari tidak tertampungnya kegiatan dalam kota.
  3. Kota Satelit, adalah suatu daerah yang memilki sifat perkotaan dan pusat kegiatan industri.
  4. Suburban, adalah daerah sekitar kota yang berfungsi sebagai daerah permukiman.
5. Klasifikasi Kota

Sistem penjabaran kota sanggup didasarkan atas beberapa faktor, menyerupai berdasarkan jumlah penduduk, fungsi, dan luas kota. Sistem penggolongan kota yang dilakukan oleh sebuah negara tidak selalu sama dengan negara lainnya. Hal ini sangat bekerjasama dengan tingkat kemajuan pembangunan yang telah dicapai dan jumlah penduduk negara yang bersangkutan. Selain itu, dikenal juga istilah-istilah yang bekerjasama dengan penggolongan kota, menyerupai city (kota), town (kota kecil), dan urban (wilayah perkotaan). Oleh lantaran itu, untuk sanggup mengklasifikasikan kota diharapkan standar yang cukup valid dan representatif.

Secara umum, sistem penjabaran kota yang sering dipakai yakni sebagai berikut.

a. Kota-Kota di Indonesia Berdasarkan Sejarah Pertumbuhannya

1) Perkembangan Kota dari Pusat Perdagangan

Kota-kota di Indonesia yang berkembang dari pusat perdagangan yakni Jakarta, Pontianak, Bagansiapiapi, Samarinda, Palembang, Jambi, dan Banjarmasin. Kota-kota tersebut berada di pinggir sungai atau pantai dengan tujuan mempermudah pemasaran dan tukar menukar barang dagangan.

2) Perkembangan Kota dari Pusat Perkebunan

Usaha perkebunan memerlukan tanah yang luas dan cukup subur dengan curah hujan dan iklim yang sesuai dengan tanamannya. Di samping itu, perjuangan perkebunan banyak memerlu kan tenaga kerja. Oleh lantaran itu, daerah perkebunan selalu didatangi tenaga kerja. Para pekerja tersebut akibatnya bertempat tinggal di daerah sekitar perkebunan. Banyaknya penduduk di sekitar perkebunan akibatnya berubah menjadi desa dan kalau perkembangannya pesat akan menjadi wilayah kota. Kota-kota di Indonesia yang berkembang dari pusat perkebunan, antara lain Pematangsiantar, Bengkulu, Lampung, Bogor, Sabang, dan Bandung.

3) Perkembangan Kota dari Pusat Pertambangan

Selain perkebunan, perjuangan pertambangan juga banyak memerlukan tenaga kerja. Oleh lantaran itu, daerah pertambangan juga banyak didatangi tenaga kerja. Para pekerja tersebut akibatnya juga bertempat tinggal di daerah sekitar pertambangan. Banyaknya penduduk di sekitar pertambangan berubah menjadi desa dan akibatnya kalau perkembangannya pesat akan menjadi wilayah kota. Kota-kota di Indonesia yang berkembang dari pusat pertambangan, antara lain Plaju, Dumai, Langkat, Tarakan, Kutai, Bontang, Ombilin, Sawahlunto, Tanjung Enim, Bukit Asam, Wonokromo, dan Cepu.

4) Perkembangan Kota dari Pusat Administrasi Pemerintahan

Perkembangan kota dari pusat manajemen pemerintahan kemajuannya banyak bergantung pada campur tangan para penguasa atau pemerintah, menyerupai kota Jakarta dan Yogyakarta.

b. Klasifikasi Kota Berdasarkan Jumlah Penduduknya

Berdasarkan jumlah penduduknya, kota sanggup dibedakan dalam empat golongan, yaitu sebagai berikut.
  1. Kota kecil, yaitu kota yang berpenduduk antara 20.000–100.000 jiwa.
  2. Kota besar, yaitu kota yang berpenduduk antara 100.000–1.000.000 jiwa.
  3. Kota metropolitan, yaitu kota yang berpenduduk lebih dari 1.000.000 jiwa.
  4. Kota megalopolis dan Ekumenopolis.
Istilah megalopolis berasal dari seorang geograf berjulukan Gottmann untuk menyebutkan gabungan raksasa metropolismetropolis, menyerupai yang terdapat di Amerika Serikat, Eropa Barat Laut, dan Jepang. Penggabungan itu didefinisikan sebagai situasi konsentrasi penduduk yang berjumlah lebih dari 25 juta jiwa yang berdesak-desakan di kota untuk mencari kehidupan di perkotaan. Megalopolis di Amerika Serikat panjangnya mencapai 650 km (dari Washington ke Boston), di Eropa Barat Laut mencapai 825 km (dari London ke Hamburg), dan di Jepang mencapai 480 km (dari Tokyo ke Osaka).

Di negara-negara sedang berkembang lantaran lokasi metropolisnya tersebar berjauhan, kemungkinan yang terjadi yakni ekumenopolis. Polanya, satu metropolis dikerumuni kota-kota besar dan kecil yang tersebar di daerah agraris. Di Jawa, kota Jakarta dan Surabaya merupakan dua kota metropolis. Sumbu Jakarta-Surabaya panjangnya mencapai 650 km.

Klasifikasi kota secara numerik berdasarakan jumlah penduduk juga dikemukakan oleh NR. Saxena. Menurutnya, tahapan kota dilihat dari jumlah penduduknya yakni sebagai berikut.
  1. Infant Town dengan jumlah penduduk antara 5.000 hingga 10.000 orang.
  2. Township yang terdiri atas adolescent township, mature township, dan specialized township dengan jumlah penduduk berkisar antara 10.000 hingga 50.000 jiwa.
  3. Town-City terdiri atas adolescent town, mature town, specialized town, dan adolescent city dengan jumlah penduduk berkisar antara 100.000 hingga 1.000.000 jiwa.
c. Klasifikasi Kota Berdasarkan Kualitas Perkembangannya

Dilihat dari kualitas perkembangannya, tahapan kota sanggup dibedakan menjadi enam tingkatan, yaitu sebagai berikut.

1) Tahap Eopolis yakni tahap perkembangan desa yang sudah teratur sehingga organisasi masyarakat penghuni daerah tersebut sudah mulai memperlihatkan ciri-ciri perkotaan. Tahapan ini merupakan peralihan dari pola kehidupan desa tradisional ke arah kehidupan kota.
2) Tahap Polis adalah tahapan suatu daerah kota yang masih bercirikan sifat-sifat agraris atau berorientasi pada sektor pertanian. Sebagian besar kota-kota di Indonesia masih berada pada tahapan ini.
3) Tahap Metropolis adalah kelanjutan dari tahap polis. Tahap ini ditandai oleh sebagian besar orientasi kehidupan ekonomi penduduknya mengarah ke sektor industri. Kota-kota di Indonesia yang berada pada tahap metropolis antara lain Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung.
4) Tahap Megalopolis adalah suatu wilayah perkotaan yang ukurannya sangat besar, biasanya terdiri atas beberapa kota metropolis yang menjadi satu membentuk jalur perkotaan. Contohnya antara lain jalur Megalopolis Boston-Washington (BOSWASH) di wilayah Amerika Serikat pecahan timur, Randstaad di Belanda (mulai dari Doordrecht-Arnhem), dan jalur Ruhr di Jerman sepanjang Sungai Rhein.
5) Tahap Tyranopolis adalah tahapan kota yang kehidupannya sudah dikuasai oleh tirani, kemacetan, kekacauan pelayanan, kejahatan, dan kriminalitas.
6) Tahap Nekropolis adalah tahapan perkembangan kota yang menuju ke arah kota mati.

6. Urbanisasi

a. Pengertian Urbanisasi dan Penyebabnya

Proses urbanisasi sanggup menyangkut dua aspek, yaitu berubahnya masyarakat desa menjadi masyarakat kota dan perpindahan penduduk dari desa ke kota.
  1. Penyebab terjadinya urbanisasi ke suatu tempat antara lain sebagai berikut.
  2. Daerah tujuan urbanisasi menjadi pusat pemerintahan atau menjadi ibu kota.
  3. Daerah tersebut letaknya sangat strategis untuk usaha-usaha perdagangan dan perniagaan.
  4. Timbulnya industri yang memproduksi barang-barang atau jasa-jasa di daerah tersebut.
Kota-kota di Indonesia yang menjadi tujuan sebagian besar urbanisasi, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Semarang.

Sebab-sebab urbanisasi secara umum digolongkan dalam dua hal, yaitu faktor pendorong dari desa (push factors) dan faktor penarik dari kota (pull factors).

1) Faktor pendorong dari desa antara lain sebagai berikut.

a) Kurangnya lapangan kerja di desa sehingga banyak tenaga produktif yang pindah ke kota.
b) Pemilikan tanah di desa semakin sempit sehingga tanah garapan petani hanya sedikit.
c) Kurangnya sarana dan prasarana di desa, menyerupai pendidikan, hiburan, dan rekreasi.
d) Adanya pengangguran tidak kentara.

2) Faktor-faktor penarik dari kota antara lain sebagai berikut.

a) Fasilitas dan pelayanan di kota lebih banyak dan lengkap sehingga menjadi daya tarik bagi orang desa.
b) Lapangan pekerjaan di kota cukup banyak sehingga gampang mencari nafkah.
c) Upah kerja di kota lebih tinggi daripada di desa.

b. Akibat Urbanisasi

Sebagai suatu tanda-tanda sosial yang terjadi di wilayah perkotaan, urbanisasi tentunya membawa efek bagi wilayah perkotaan sebagai daerah tujuan para urbanisan maupun bagi wilayah desa yang ditinggalkan oleh penduduknya. Beberapa teladan efek urbanisasi bagi daerah perdesaan antara lain sebagai berikut.
  1. Modal beralih dari desa ke kota. Hal ini disebabkan mereka yang pergi ke kota membawa modal sebagai bekal hidupnya di kota.
  2. Tanah pertanian menjadi terbengkalai lantaran ditinggalkan oleh pemiliknya.
  3. Desa tidak berkembang lantaran di desa kekurangan tenaga yang terampil.
  4. Desa kehilangan tenaga kerja yang produktif.
Adapun efek atau dampak urbanisasi bagi daerah perkotaan yakni sebagai berikut.
  1. Timbulnya daerah permukiman kumuh (slum area) yang sangat tidak layak huni. Beberapa lokasi permukiman kumuh antara lain di kolong jembatan, sepanjang rel kereta api, dan di pinggir sungai.
  2. Pertumbuhan penduduk di kota semakin cepat.
  3. Demoralisasi atau kemerosotan moral.
  4. Jumlah tenaga kerja yang tidak terdidik dan terlatih di kota semakin meningkat.
  5. Terjadinya ketegangan sosial lantaran perbedaan latar belakang antara orang desa dengan ciri kekeluargaan dan gotong royong, serta orang kota dengan ciri materialistis dan individualistis.
c. Upaya Pengendalian Urbanisasi

Pemerintah melaksanakan banyak sekali upaya dalam mengatasi problem urbanisasi, yaitu sebagai berikut.
  1. Memperlancar kekerabatan antara desa dan kota baik komunikasi ataupun transportasinya.
  2. Penyebaran pembangunan hingga ke pelosok desa di Indonesia.
  3. Pembangunan fasilitas-fasilitas di desa, sekaligus untuk memperluas lapangan kerja di desa.
  4. Meningkatkan kemudahan untuk keperluan hidup di desa.
C. Interaksi Desa dan Kota

1. Pengertian Interaksi

Interaksi sanggup diartikan sebagai kekerabatan timbal balik yang saling besar lengan berkuasa antara dua wilayah atau lebih yang sanggup menimbulkan gejala, ketampakan, ataupun permasalahan baru. Misalnya, ada dua daerah, yaitu X dan Y. Wilayah X merupakan daerah perdesaan sebagai penghasil sumber materi pangan, menyerupai padi, sayur mayur, dan buah-buahan. Adapun wilayah Y merupakan daerah perkotaan yang menjadi pusat industri pertanian. Beberapa jenis produk industri yang dihasilkan sebagai pendukung kegiatan pertanian antara lain pupuk dan alat-alat pertanian. Perbedaan produk antara kedua wilayah tersebut menimbulkan terjadinya interaksi. Untuk memasarkan hasil pertanian, penduduk desa X menjual ke kota Y yang sebagian besar masyarakatnya bekerja pada sektor industri. Sebaliknya, produk-produk industri dari kota Y didistri busikan ke desa X yang sangat memerlukan teknologi pertanian berupa pupuk dan perkakas sehingga sanggup memperlancar kegiatan bertaninya. Akibatnya, terjalinlah kekerabatan timbal balik antara kedua wilayah tersebut.

Ilustrasi tersebut menawarkan citra bahwa pada prinsipnya interaksi keruangan merupakan kekerabatan timbal balik antara dua wilayah atau lebih, di mana di dalamnya terjadi pergerakan atau mobilitas insan (penduduk), barang dan jasa, gagasan, serta informasi. Akibat kekerabatan tersebut menimbulkan tanda-tanda atau ketampakan baru, baik yang sifatnya nyata maupun negatif.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Interaksi

Pola dan kekuatan interaksi antara dua wilayah atau lebih sangat dipengaruhi oleh keadaan alam dan sosial daerah tersebut, serta kemudahan yang mempercepat proses kekerabatan kedua wilayah itu. Menurut Edward Ullman, ada tiga faktor utama yang mendasari atau menghipnotis timbulnya interaksi antarwilayah, yaitu sebagai berikut.

a. Adanya Wilayah-Wilayah yang Saling Melengkapi (Regional Complementary)

Regional Complementary yakni terdapatnya wilayah-wilayah yang berbeda dalam ketersediaan atau kemampuan sumber daya. Di satu pihak ada wilayah yang kelebihan (surplus) sumber daya, menyerupai produksi pertanian dan materi galian, dan di lain pihak ada daerah yang kekurangan (minus) jenis sumber daya alam tersebut. Adanya dua wilayah yang surplus dan minus sumber daya tersebut sangat memperkuat terjadinya interaksi, dalam arti saling melengkapi kebutuhan, di mana masing-masing wilayah berperan sebagai produsen dan konsumen.
 Salah satu manfaat Sistem Informasi Geografis yakni untuk perencanaan tata ruang wilayah Pintar Pelajaran Kondisi Spasial, Pola Keruangan, Dampak Interaksi Desa dan Kota
Gambar 5. Adanya Wilayah-Wilayah yang Saling Melengkapi (Regional Complementary)
b. Adanya Kesempatan untuk Berintervensi (Intervening Opportunity)

Kesempatan berintervensi sanggup diartikan sebagai suatu kemungkinan mediator yang sanggup menghambat timbulnya interaksi antar wilayah. 
 Salah satu manfaat Sistem Informasi Geografis yakni untuk perencanaan tata ruang wilayah Pintar Pelajaran Kondisi Spasial, Pola Keruangan, Dampak Interaksi Desa dan Kota
Gambar 6. Melemahnya Interaksi Akibat Intervening Opportunity.
Berdasarkan Bagan diatas, sebetulnya secara potensial antara wilayah A dan B sangat memungkinkan terjalin interaksi lantaran masing-masing wilayah mempunyai kelebihan dan kekurangan sumber daya sehingga sanggup berperan sebagai produsen dan konsumen. Namun lantaran ada wilayah lain, yaitu C yang menyuplai kebutuhan wilayah A dan B maka kekuatan interaksi antara A dan B menjadi lemah. Dalam hal ini, wilayah C berperan sebagai intervening area atau wilayah perantara.

Intervening opportunity sanggup pula diartikan sebagai sesuatu hal atau keadaan yang sanggup melemahkan jalinan interaksi antarwilayah lantaran adanya sumber alternatif pengganti kebutuhan.
 Salah satu manfaat Sistem Informasi Geografis yakni untuk perencanaan tata ruang wilayah Pintar Pelajaran Kondisi Spasial, Pola Keruangan, Dampak Interaksi Desa dan Kota
Gambar 7. Melemahnya Interaksi Akibat Sumber Daya Alternatif.
c. Adanya Kemudahan Transfer atau Pemindahan dalam Ruang (Spatial Transfer Ability)

Faktor yang juga memengaruhi kekuatan interaksi yakni kemudahan pemindahan manusia, barang, jasa, gagasan, dan isu antara satu wilayah dan wilayah lainnya. Kemudahan pergerakan antarwilayah ini sangat berkaitan dengan:
  1. jarak antarwilayah, baik jarak mutlak maupun relatif;
  2. biaya transportasi;
  3. kemudahan dan kelancaran prasarana dan sarana transportasi antarwilayah.
3. Zona Interaksi Kota-Desa

Menurut Bintarto, zona-zona interaksi antara wilayah perkotaan dan perdesaan membentuk pola-pola konsentrik, yaitu sebagai berikut.

a. City diartikan sebagai pusat kota.
b. Suburban (sub daerah perkotaan), yakni suatu wilayah yang lokasinya berdekatan dengan pusat kota. Wilayah ini merupakan tempat tinggal para penglaju (penduduk yang melaksanakan mobilitas harian ke kota untuk bekerja).
c. Suburban fringe (jalur tepi subdaerah perkotaan), adalah suatu wilayah yang melingkari sub-urban, atau peralihan antara kota dan desa.
d. Urban fringe (jalur tepi daerah perkotaan paling luar), yakni semua batas wilayah terluar suatu kota. Wilayah ini ditandai dengan sifat-sifatnya yang menyerupai dengan wilayah kota, kecuali dengan wilayah pusat kota.
e. Rural urban fringe (jalur batas desa dan kota), adalah suatu wilayah yang terletak antara kota dan desa yang ditandai dengan pola penggunaan lahan adonan antara sektor pertanian dan nonpertanian.
f. Rural (daerah perdesaan).
 Salah satu manfaat Sistem Informasi Geografis yakni untuk perencanaan tata ruang wilayah Pintar Pelajaran Kondisi Spasial, Pola Keruangan, Dampak Interaksi Desa dan Kota
Gambar 8. Zona interaksi kota dan desa.
4. Pengaruh Interaksi

Wujud interaksi kota-desa yang paling sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari antara lain sebagai berikut.

a. Pergerakan barang dari desa ke kota, atau sebaliknya.
b. Pergerakan gagasan dan informasi, terutama dari kota ke desa.
c. Adanya komunikasi penduduk antara kedua wilayah.
d. Pergerakan manusia, baik dalam bentuk bekerja, rekreasi, menuntut ilmu, ataupun keperluan-keperluan lainnya.

Proses interaksi yang berlangsung secara terus menerus dengan intensitas yang relatif tinggi tentunya sanggup menimbulkan pengaruh, baik bagi wilayah perdesaan maupun perkotaan. Pengaruh tersebut sanggup bersifat negatif ataupun positif. Beberapa teladan media yang menimbulkan adanya perubahan bagi daerah perdesaan lantaran proses interaksi antara lain melalui acara Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang dilakukan mahasiswa, kegiatan ABRI Masuk Desa (AMD), tenaga sukarela untuk pembangunan desa-desa terpencil baik yang dikirim pemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), acara pembangunan desa, dan media-media lainnya.

Pengaruh nyata yang sanggup timbul akhir adanya interaksi kota-desa antara lain sebagai berikut.

a. Tingkat pengetahuan penduduk meningkat.
b. Adanya forum pendidikan di perdesaan sanggup menawarkan proteksi yang sangat berarti dalam meningkatkan pengetahuan dan wawasan penduduk untuk turut serta dalam proses pembangunan.
c. Tingkat ketergantungan desa terhadap kota bertahap sanggup dikurangi lantaran wilayah desa terus mengalami perkembangan ke arah kemandirian.
d. Melalui pengembangan prasarana dan sarana transportasi yang menghubungkan kota dengan desa, wilayah perdesaan akan semakin terbuka. Terbukanya keisolasian wilayah desa tentunya sanggup meningkatkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.
e. Masuknya unsur-unsur teknologi ke wilayah perdesaan sanggup lebih mengefektifkan proses produksi dan pengelolaan sumber daya alam sehingga sanggup meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
f. Bagi masyarakat kota, proses interaksi dengan wilayah pedesaan juga mempunyai efek yang positif, menyerupai terdistribusinya barang-barang hasil pertanian, perkebunan, dan barang-barang yang lain untuk memenuhi konsumsi penduduk kota.

Geografia :

Gejala dan permasalahan sosial yang sering timbul di masyarakat perdesaan khususnya yang dekat dengan kota sebagai akhir dari interaksi kota dan desa, antara lain sebagai berikut.
  1. Kompetisi.
  2. Kontroversi.
  3. Konflik.
  4. Hubungan penguasa dengan rakyat.
  5. Masyarakat mulai terbuka.
  6. Keseragaman dan keragaman.
(Sumber: Geografi Kota dan Desa, 1987)

Adapun teladan efek negatif interaksi kota-desa yakni sebagai berikut.

a. Gerakan penduduk desa ke kota sanggup mengurangi jumlah penduduk desa usia produktif yang diharapkan sanggup membangun desanya.
b. Banyak lahan pertanian di desa yang terlantar lantaran penduduknya berurbanisasi.
c. Timbulnya tanda-tanda urbanisme.

Rangkuman :

1. Menurut Undang-Undang No 22 Tahun 1999 wacana Pemerintahan Daerah, desa yakni kesatuan masyarakat aturan yang mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasakan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten.

2. Karakteristik masyarakat desa berdasarkan Soerjono Soekanto antara lain sebagai berikut.

a. Warga masyarakat perdesaan mempunyai kekerabatan kekerabatan yang kuat.
b. Corak kehidupannya diikat oleh sistem kekeluargaan yang kuat (gemeinschaft).
c. Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor agraris.
d. Cara bertani masih relatif sederhana atau tradisional.
e. Sifat bahu-membahu masih belum tampak.
f. Golongan tetua kampung atau ketua adat masih memegang peranan penting.
g. Masyarakat masih memegang norma-norma agama yang cukup kuat.

3. Terdapat empat jenis bentuk desa berdasarkan Daldjoeni, yaitu sebagai berikut.

a. Bentuk desa linear (memanjang mengikuti jalan raya atau sungai).
b. Bentuk desa yang memanjang mengikuti garis pantai.
c. Bentuk desa yang terpusat.
d. Bentuk desa yang mempunyai kemudahan tertentu.

4. Menurut perkembangan dan kemampuan masyaraktnya, desa sanggup dibedakan dalam tiga tingkat, yaitu desa swadaya, desa swakarya, dan desa swasembada.

5. Menurut Bintarto, kota merupakan sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alamiah yang cukup besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistik di banding kan dengan daerah di sekitarnya.

6. Teori-teori struktur penggunaan lahan kota meliputi:

a. Teori Konsentrik (E. W. Burgess);
b. Teori Sektoral (Homer Hoyt);
c. Teori Inti Ganda (Harris dan Ullman).

7. Tahapan kota sanggup dibedakan menjadi enam tingkatan, yaitu tahap Eopolis, Polis, Metropolis, Megalopolis, Tryanopolis, dan Nekropolis.

8. Proses urbanisasi sanggup menyangkut dua aspek, yaitu berubahnya masyarakat desa menjadi masyarakat kota, dan bertambahnya penduduk kota yang disebabkan oleh perpindahan penduduk desa ke kota.

9. Wujud interaksi desa dan kota dalam kehidupan sehari-hari antara lain sebagai berikut.

a. Pergerakan barang dari desa ke kota atau sebaliknya.
b. Pergerakan gagasan dan informasi, terutama dari kota ke desa.
c. Adanya komunikasi penduduk antara kedua wilayah.
d. Pergerakan manusia, baik dalam bentuk bekerja, rekreasi, menuntut ilmu, ataupun keperluan-keperluan lainnya.

Anda kini sudah mengetahui Interaksi Desa dan Kota. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Utoyo, B. 2009. Geografi: Membuka Cakrawala Dunia untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, p. 202.

No comments:

Post a Comment