Monday, September 2, 2019

Pintar Pelajaran Pengertian Mobilitas Sosial, Pola Kasus, Jenis-Jenis, Faktor Pendorong Dan Penghambat, Penyebab, Dampak, Akibat, Pengaruh, Sosiologi

Pengertian Mobilitas Sosial, Contoh Kasus, Jenis-jenis, Faktor Pendorong dan Penghambat, Penyebab, Dampak, Akibat, Pengaruh, Sosiologi - Dalam kehidupan masyarakat, individu merupakan makhluk yang banyak bergerak atau dinamis. Kedinamisannya tersebut menciptakan insan atau kelompok masyarakat cenderung untuk selalu bergerak dan mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat tidak hanya menyangkut nilai-nilai, norma-norma sosial, pola-pola perilaku, interaksi sosial, tetapi juga menyangkut lapisan-lapisan dalam masyarakat. Perubahan yang terjadi pada masyarakat dari satu lapisan ke lapisan lain mengambarkan adanya gerak sosial yang dilakukan secara vertikal atau terjadi perubahan secara mendatar dalam kelas sosial tanpa mengubah hierarkinya. Dalam potongan ini, Anda akan berguru mengenai mobilitas sosial dan hubungannya dengan struktur sosial. Melalui pembelajaran dalam potongan ini, diharapkan Anda memahami ihwal bentuk-bentuk dan faktor yang mengakibatkan munculnya mobilitas sosial. Dengan demikian, Anda sanggup memahami pula konsekuensi-konsekuensi yang dimunculkan dari adanya mobilitas sosial tersebut.
 individu merupakan makhluk yang banyak bergerak atau dinamis Pintar Pelajaran Pengertian Mobilitas Sosial, Contoh Kasus, Jenis-jenis, Faktor Pendorong dan Penghambat, Penyebab, Dampak, Akibat, Pengaruh, Sosiologi
Gambar 1. Diagram alur Mobilitas sosial.

A. Pengertian Mobilitas Sosial


Perubahan sosial dijelaskan oleh Karl Marx dengan menghubungkan mobilitas sosial dengan perubahan sistem kapitalis menjadi sosialis. (Sumber: Sosiologi Jilid 2, 1991)

Mobilitas berasal dari kata latin mobilis, yang artinya gampang dipindahkan atau banyak bergerak dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Mobilitas sosial (social mobility) atau gerak sosial didefinisikan sebagai perpindahan orang atau kelompok dari strata sosial yang satu ke strata sosial yang lain. Dengan kata lain, seseorang mengalami perubahan kedudukan (status) sosial dari suatu lapisan ke lapisan lain, baik menjadi lebih tinggi maupun menjadi lebih rendah dari sebelumnya atau hanya berpindah kiprah tanpa mengalami perubahan kedudukan. Oleh lantaran itu, mobilitas sosial mempunyai kaitan bersahabat dengan struktur sosial. Seperti berdasarkan Kimball Young dan Raymond W. Mack, mobilitas sosial yakni suatu gerak dalam struktur sosial. Misalnya, apabila seorang guru beralih pekerjaan menjadi pemilik toko buku, kemudian dia melaksanakan gerak sosial. Juga apabila seseorang yang menerima honor bulanan sebesar Rp500.000,00 kemudian pindah pekerjaan lantaran usulan honor yang lebih tinggi. Proses tadi tidak hanya terbatas pada individu-individu saja, tetapi mungkin juga pada kelompok sosial. Misalnya, suatu golongan minoritas dalam masyarakat, berasimilasi dengan golongan mayoritas.

Pengertian mobilitas sosial dalam sosiologi merupakan tanda-tanda sosial yang kompleks yang terdiri atas hal-hal berikut.

1. Arah mobilitas sosial berlangsung secara:

a. vertikal, yaitu perubahan status sosial atau kelas sosial seseorang, ke atas untuk naik statusnya ataupun ke bawah yang merupakan penurunan statusnya;
b. horizontal atau mendatar, yaitu perubahan status seseorang dalam kelas sosialnya tanpa berubah hierarki prestise dan jenis kelas sosial.

2. Mobilitas sosial dilihat dari waktu, baik yang berlangsung dalam satu generasi maupun dari satu generasi ke generasi lainnya. Mobilitas yang dilakukan seseorang dalam kehidupannya, dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya disebut mobilitas segenerasi.

Gambaran mobilitas sosial berdasarkan Max Weber dijelaskan melalui munculnya kapitalisme dalam masyarakat feodal.

B. Kedudukan dan Peran Sosial


Kedudukan mempunyai dua arti. Pertama, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola tertentu. Kedua, kedudukan merupakan kumpulan hak-hak dan kewajiban. Peranan (role) merupakan aspek dinamis dari kedudukan. Jika seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia sedang menjalankan suatu peranannya.

Mobilitas sosial berafiliasi dengan kedudukan dan kiprah seseorang atau kelompok untuk mencapai kedudukan dan mungkin kiprah lain yang berbeda dengan semula. Untuk mencapai kedudukan yang dianggap baik atau terpandang oleh masyarakat, bukanlah sesuatu hal yang mudah. Demikian pula, kedudukan atau kiprah sosial yang telah dimiliki oleh seseorang atau masyarakat, tidak selamanya tetap bertahan pada tingkat yang sama, tetapi selalu mengalami perubahan, baik ke tingkat yang lebih tinggi maupun ke tingkat yang lebih rendah, atau berubah dari suatu kedudukan dan kiprah sosial ke kedudukan dan kiprah sosial yang lain. Antara kedudukan dan kiprah merupakan dua hal yang tidak sanggup dipisahkan dalam mobilitas sosial. Kedudukan seseorang sanggup menjadi lebih tinggi atau menurun lantaran adanya penghargaan yang diberikan kepada peran-perannya. Sebaliknya, keberhasilan seseorang atau masyarakat dalam melaksanakan kiprahnya juga bergantung pada kedudukannya.

Hal ini biasanya berafiliasi dengan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki. Contohnya, seorang karyawan biasa lantaran mempunyai prestasi dan keterampilan melebihi karyawan lainnya maka ia diangkat menjadi manajer atau kepala personalia; sebaliknya, seorang manajer yang kurang mempunyai kemampuan dalam memimpin perusahaan maka ia akan dipindahkan oleh direkturnya ke potongan lain yang lebih rendah menjadi karyawan biasa atau mungkin di PHK.

Menurut Emile Durkheim, mobilitas sosial digambarkan dalam perubahan solidaritas mekanik menjadi solidaritas organik. (Sumber: Sosiologi Suatu Pengantar, 2000)

2.1. Mobilitas Sosial Horizontal


Mobilitas sosial horizontal terjadi apabila terdapat perubahan kedudukan pada strata yang sama. Perubahan kedudukan terjadi pada orang yang sama disebut mobilitas sosial horizontal intragenerasi. Kedudukan seseorang sanggup berubah naik atau turun pada lapisan atau strata yang sama, tanpa mengubah kedudukan yang bersangkutan. Akan tetapi, kiprah yang dipegang seseorang sanggup berubah. Jika dihubungkan dengan honor atau imbalan yang didapat oleh seseorang, perubahan kedudukan secara horizontal tidak mempengaruhi tingkat imbalan orang yang bersangkutan.

Misalnya sebagai berikut.
  1. Seseorang bekerja di perusahaan sebagai sekretaris, pada suatu dikala dipindahkan menjadi bendahara. Orang yang bersangkutan tetap memperoleh honor yang sama.
  2. Seseorang diberi kiprah oleh presiden untuk menjadi menteri pertanian pada suatu kabinet selama lima tahun. Pada pergantian kabinet berikutnya, yang bersangkutan diserahi kiprah sebagai menteri perindustrian.
  3. Seorang guru di sebuah Sekolah Menengan Atas di kota A pindah ke Sekolah Menengan Atas di kota B. Guru tersebut tidak mengalami perubahan kedudukan dan peran, tetapi hanya berpindah tempat kerja.
Pergeseran-pergeseran tersebut tidak menurunkan atau menaikkan posisi yang bersangkutan, tetapi bukan berarti tidak mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Kesulitan yang muncul umumnya terjadi pada dikala penyesuaian diri (adaptasi). Adakalanya yang bersangkutan harus mempelajari dan melatih keterampilan yang baru. Begitu pula penyesuaian terhadap kelompok yang didatangi, harus dimulai dengan mengenal dan mendapatkan kembali sifat-sifat dan sikap rekan sekerjanya biar sanggup bekerja sama untuk meningkatkan prestasi kerja di kelompoknya. Eratnya kekerabatan sosial dan kolaborasi yang telah terbina di kelompok yang ditinggalkan, dijalin kembali di kelompok yang baru.

Mobilitas sosial horizontal antar generasi (inter generasi) terjadi apabila anak dan orangtuanya berbeda pekerjaan, tetapi mempunyai kedudukan sosial yang sama. Misalnya,
  1. Orangtua mempunyai kedudukan sebagai petani kaya dan digolongkan sebagai kelas menengah di masyarakat, tetapi anaknya tidak menginginkan untuk mengikuti jejak orangtuanya. Anak petani lebih menentukan menjadi seorang pedagang yang berhasil dan kaya sehingga keduanya sama-sama berada pada tingkat sosial kelas menengah.
  2. Seorang ayah mempunyai kedudukan pegawai negeri dan berperan sebagai guru di sebuah Sekolah Menengan Atas di kota X, anaknya menjadi pegawai negeri di kantor pemerintah. Keduanya mempunyai kedudukan yang sama, tetapi mempunyai kiprah yang berlainan. 
Mobilitas horizontal antar generasi ini terjadi apabila orangtua dan anaknya mempunyai kedudukan yang sama, tetapi kiprah berbeda. Dengan kata lain bahwa suatu generasi (orangtua) tidak menurunkan segalanya kepada generasi berikutnya (anak).

2.2. Mobilitas Sosial Vertikal


Mobilitas sosial vertikal yakni perpindahan seseorang atau kelompok dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lain yang tidak sederajat, baik pindah ke tingkat yang lebih tinggi (social climbing) maupun turun ke tingkat lebih rendah (social sinking). Setiap orang di masyarakat tidak selamanya mempunyai kedudukan yang tetap, tetapi selalu mengalami perubahan. Begitu pula halnya dengan seorang karyawan yang tidak ingin selamanya menempati kedudukan sama, Ia akan berusaha untuk naik ke kedudukan yang lebih tinggi. Jabatan yang dipegang oleh seseorang tidak sanggup dilepaskan dari kedudukan sosialnya, lantaran jabatan sanggup melambangkan kedudukan sosial. Akan tetapi, jabatan tidak sanggup dipegang selamanya lantaran jabatan suatu dikala akan diserahkan kepada orang lain. Orang yang menempati jabatan sebelumnya sanggup saja naik untuk menempati jabatan yang lebih tinggi atau selesai bekerja lantaran pensiun sehingga tidak mempunyai jabatan lagi dan kedudukan sosialnya menurun. Hal tersebut dinamakan gerak naik turun atau mobilitas sosial vertikal.

Seseorang yang sudah usang bekerja di suatu kantor atau perusahaan, akan berusaha mendapatkan kenaikan gaji. Dengan adanya kenaikan honor tidak berarti naiknya kedudukan ke tingkat yang lebih tinggi lantaran yang bersangkutan tetap menempati jabatan semula. Akan tetapi, apabila yang bersangkutan hanya pegawai biasa atau juru ketik lantaran prestasi kerja, maka dinaikkan kedudukannya menjadi kepala bagian. Perpindahan kedudukan dari lapisan yang lebih rendah ke lapisan yang lebih tinggi tersebut dinamakan promosi. 

Contoh lain dari promosi atau mobilitas naik ibarat berikut.
  1. Seorang guru, lantaran prestasi dan pangkat yang telah mencukupi, menerima promosi jabatan untuk menjadi kepala sekolah.
  2. Seorang bupati yang menerima banyak tunjangan dari masyarakat dan dewan, kemudian terpilih menjadi gubernur. Sebagai kepala sekolah atau gubernur, apabila telah habis masa jabatannya dan tidak sanggup diangkat lagi, akan kembali ke jabatan sebelumnya atau berhenti sama sekali (pensiun). Jabatan yang dipegang seseorang merupakan kiprah yang harus dilaksanakan sesuai dengan kedudukan yang dimiliki. 
Dengan demikian, mobilitas sosial vertikal naik mempunyai dua bentuk utama, yaitu.
  1. masuknya individu-individu atau seseorang yang mempunyai kedudukan rendah ke tingkat kedudukan yang lebih tinggi;
  2. pembentukan suatu kelompok sosial gres kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi dari orang-orang pembentuk kelompok tersebut.
Adapun mobilitas vertikal menurun juga mempunyai dua bentuk utama, yaitu:
  1. turunnya kedudukan seseorang ke tingkat yang lebih rendah daripada sebelumnya;
  2. turunnya derajat sekelompok orang dari tingkat sebelumnya, yang disebut dengan desintegrasi atau degradasi.
Mobilitas sosial yang vertikal mempunyai beberapa ciri, yaitu sebagai berikut.
  1. Masyarakat yang bersangkutan yakni masyarakat yang terbuka, artinya lapisan atau kelas-kelas sosial yang ada di dalam masyarakat tidak menutup kemungkinan untuk naik turunnya kedudukan anggota masyarakatnya.
  2. Setiap warga masyarakat (negara) mempunyai kedudukan aturan yang sama tingginya.
  3. Gerak naik ke lapisan kedudukan yang lebih tinggi mengandalkan kesanggupan seseorang mengatasi sistem seleksi yang semakin berat. Misalnya, setiap orang berhak untuk menempati kedudukan apapun di negara ini asalkan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.
Mobilitas sosial vertikal terjadi pada orang yang bersangkutan atau pada keturunannya, terdapat dua bentuk yang dinamakan mobilitas vertikal intragenerasi dan mobilitas vertikal intergenerasi (antargenerasi). Mobilitas vertikal intragenerasi yaitu mobilitas sosial yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok itu sendiri. Mobilitas vertikal intergenerasi (antargenerasi) yaitu mobilitas sosial tidak dilakukan eksklusif oleh seseorang atau kelompok, tetapi oleh keturunannya, baik anak maupun cucunya. Misalnya, sebagai berikut.
  1. Bapak X seorang pengemudi angkutan kota, tetapi anaknya disekolahkan hingga menerima gelar insinyur (sarjana teknik), kemudian bekerja di perusahaan pertambangan yang dikelola oleh swasta nasional.
  2. Bapak Y seorang pengusaha kaya di kotanya, tetapi anaknya menentukan menjadi seniman.
Mobilitas vertikal tidak selalu dilakukan oleh yang ber sangkutan baik gerak naik maupun gerak turun. Kadangkala seseorang ingin mewariskan kedudukan atau menginginkan lapisan dan kelas sosial kepada anaknya biar sama dengan dirinya. Akan tetapi, anak sering menentukan hal lain yang berbeda dari pilihan orangtuanya lantaran anak mempunyai keinginan untuk bebas dalam menentukan nasibnya sehingga kedudukan yang dimiliki anak sanggup berbeda dengan orangtua, baik menjadi lebih tinggi maupun menjadi lebih rendah.

Dalam agama Hindu, sistem kasta menggariskan bahwa tiap individu telah ditakdirkan pada kedudukan tertentu dalam masyarakat dan berafiliasi dengan kasta lain yakni dilarang, kawin campur antarkasta dihentikan dan kehidupan sosial diatur dengan sistem kasta. (Sumber: Sosiologi Suatu Pengantar, 1993)

Berikut ini prinsip-prinsip umum bagi mobilitas sosial vertikal, yaitu sebagai berikut.
  1. Hampir tidak ada masyarakat yang sistem sosialnya bersifat tertutup sama sekali (mutlak), ibarat masyarakat berkasta di India. Walaupun mobilitas sosial vertikal hampir tidak tampak, proses perubahan tetap terjadi. Misalnya, seorang dari kasta brahmana yang berbuat kesalahan besar sanggup turun ke kasta yang lebih rendah atau mobilitas sosial vertikal ini sanggup terjadi lantaran perkawinan yang berbeda kasta.
  2. Betapapun terbukanya sistem sosial yang berlapis-lapis di masyarakat, mustahil mobilitas sosial vertikal dilakukan sebebas-bebasnya. Hal ini lantaran mustahil ada stratifikasi (lapisan) sosial yang menjadi ciri tetap dan umum di setiap masyarakat.
  3. Mobilitas sosial vertikal berlaku umum bagi semua masyarakat lantaran setiap masyarakat mempunyai ciri-ciri tersendiri bagi mobilitas sosial vertikal.
  4. Laju mobilitas sosial vertikal sanggup disebabkan oleh faktor ekonomi, politik, dan pekerjaan yang masing-masing berbeda.
  5. Mobilitas sosial vertikal yang disebabkan oleh faktor ekonomi, politik, pekerjaan, tidak ada kecenderungan yang terus berkesinambungan (continue), baik bertambah naik maupun menurun, tetapi akan selalu mengalami perubahan. Hal ini lantaran orang yang mempunyai suatu kedudukan dan kiprah tidak akan selamanya sama.
Selain itu, mobilitas sosial sanggup dibedakan dalam dua jenis yang didasarkan pada keadaan dari tolok ukur bagaimana para individu dalam lapisan sosial berupaya mengubah dirinya, yaitu sebagai berikut.
  1. Mobilitas yang disponsori (sponsored mobility) bergantung pada bagaimana kategori dan posisi individu memperoleh pendidikan, keturunan, atau dari kelas sosial yang dianggap mempunyai peluang bergerak.
  2. Mobilitas sosial tandingan (contest mobility) akan bergantung pada upaya dan kemampuan para individu, lantaran persaingan itu terbuka maka status elite tertentu mungkin saja akan dicapai seseorang.
Menurut Pitirim A. Sorokin, mobilitas sosial vertikal di masyarakat terdapat saluran-salurannya lantaran setiap terjadi mobilitas sosial vertikal akan melalui kanal tertentu yang disebut social circulation. Saluran yang penting untuk terjadinya mobilitas sosial vertikal yaitu sebagai berikut.

a. Angkatan Bersenjata

Angkatan bersenjata memainkan peranan penting dalam mempertahankan kedaulatan negara bahkan dengan cara perang sekalipun. Jika di dalam perang terdapat seorang prajurit yang berjasa dalam pertempuran, yang bersangkutan akan dihargai tanpa memandang kedudukan sebelumnya. Jika prajurit tersebut yang berasal dari kedudukan yang rendah, sanggup naik pangkat ke tingkat yang lebih tinggi.

b. Lembaga Keagamaan

Lembaga keagamaan merupakan salah satu kanal penting dalam gerak sosial. Setiap pedoman agama memandang bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sederajat. Untuk mencapai tujuan ini, banyak pemuka agama bekerja keras untuk menaikkan kedudukan umatnya dari lapisan rendah ke tingkat yang lebih tinggi biar satu sama lain mempunyai derajat yang sama. Misalnya, Nabi Muhammad saw berusaha untuk menaikkan derajat perempuan dan budak biar sederajat dengan umatnya yang lain. Di dalam sejarah dikenal Paus Gregorius VII yang jasanya sangat besar dalam pengembangan agama Katolik, padahal dia yakni putra seorang tukang kayu. Ada pula Siddharta Buddha Gautama, di agama Buddha.

c. Lembaga Pendidikan

Sekolah merupakan kanal yang konkret dari mobilitas sosial vertikal, bahkan dianggap sebagai social elevator (pengangkat kedudukan sosial) yang bergerak dari kedudukan rendah ke kedudukan tinggi di masyarakat. Pada suatu perusahaan atau pemerintahan di Indonesia pada umumnya mempekerjakan dan memberi honor para pegawai sesuai dengan jenjang pendidikan yang mereka miliki. Misalnya sebagai berikut.
  1. Pada kolom honor bagi pekerja yang masuk secara bersamaan. Besarnya honor lulusan Sekolah Menengah Pertama akan berbeda dengan yang honor lulusan SMA.
  2. Seorang karyawan di sebuah instansi atau forum yang bekerja sambil kuliah yang sesuai dengan pekerjaannya, sesudah lulus tentu gajinya akan diadaptasi dengan latar belakang pendidikan yang telah diperoleh.
d. Organisasi Politik

Setiap anggota dari kontestan penerima pemilu mempunyai peluang untuk menaikkan kedudukannya ke tingkat yang lebih tinggi. Seseorang yang dicalonkan oleh salah satu penerima pemilu untuk menjadi wakil rakyat harus pintar berorganisasi dan sanggup menggerakkan massa. Selain itu, untuk menjadi anggota DPR, yang bersangkutan sebelumnya harus tercantum dalam daftar orang yang berhak dipilih yang mewakili salah satu kontestan pemilu. Agar sanggup terpilih, orang tersebut harus membuktikan mempunyai kepribadian dan aspirasi-aspirasi yang baik. Apabila seseorang telah menjadi anggota DPR, kedudukannya akan meningkat dari sebelumnya. Dengan demikian, organisasi politik yakni salah satu wadah bagi seseorang untuk melaksanakan mobilitas sosial vertikal.

e. Organisasi Ekonomi

Organisasi ekonomi memegang peranan yang penting dalam mobilitas sosial vertikal. Keadaan ekonomi seseorang di masyarakat akan menentukan kedudukan dan lapisan sosial seseorang. Bagi orang yang berhasil dalam bidang ekonomi berarti yang bersangkutan berada pada lapisan atas di masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka seseorang akan berada pada salah satu organisasi ekonomi sebagai kanal mobilitas sosial vertikal, ibarat Perum, PT, atau CV.

f. Organisasi Keahlian

Organisasi keahlian merupakan salah satu wadah atau kanal yang menampung setiap orang yang mempunyai keterampilan atau keahlian tertentu, ibarat (Ikatan Dokter Indonesia) IDI, (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia) ISPI, (Ikatan Sosiologi Indonesia) ISI. Jika seseorang mempunyai keahlian, ia berharap sanggup menduduki lapisan sosial yang tinggi di masyarakat. Ia akan masuk organisasi yang sesuai dengan keahliannya. Organisasi tersebut akan memperkenalkan hasil karya yang telah dibuatnya kepada masyarakat sehingga dengan sendirinya yang bersangkutan akan dikenal oleh khalayak.

g. Perkawinan

Mobilitas sosial vertikal sanggup terjadi lantaran perkawinan. Melalui perkawinan, kedudukan seseorang sanggup terangkat atau bahkan menurun. Seseorang yang menikah dengan orang yang berasal dari lapisan atas, ia sanggup ikut naik kedudukannya. Akan tetapi, tidak demikian apabila dia menikah dengan seseorang yang lebih rendah kedudukannya dalam masyarakat.

C. Faktor-Faktor Pendorong Mobilitas


Di masyarakat terdapat beberapa faktor yang menentukan terjadinya mobilitas sosial, yaitu sebagai berikut.

3.1. Faktor Struktur


Faktor struktur ialah faktor yang menentukan jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang harus diisi dan kemudahan untuk memperolehnya.

Faktor struktur mencakup hal-hal berikut.

a. Struktur Pekerjaan

Setiap individu dalam masyarakat akan mempunyai kedudukan sosial yang tinggi dan kedudukan sosial yang rendah. Setiap masyarakat niscaya mempunyai pola dan ciri tersendiri dalam menentukan kedudukan seseorang. Masyarakat yang aktivitas perekonomiannya bergantung pada bidang pertanian dan penyediaan bahan-bahan baku (pertambangan dan kehutanan), biasanya mempunyai banyak warga masyarakat yang menempati kedudukan pada lapisan rendah, dan sedikit warga masyarakatnya menempati kedudukan pada lapisan atas.

b. Perbedaan Fertilitas

Di masyarakat atau negara yang mempunyai tingkat kelahiran tinggi akan sulit terjadi mobilitas sosial vertikal naik, dibandingkan dengan masyarakat atau negara dengan tingkat kelahiran rendah. Oleh lantaran itu, rendahnya tingkat kelahiran akan memberi kesempatan pada masyarakat lapisan bawah untuk menempati kedudukan sosial pada lapisan menengah atau lapisan atas.

c. Ekonomi Ganda

Banyak negara berkembang mempunyai dua tipe ekonomi yang berbeda, yaitu sebagai berikut.
  1. Tipe ekonomi tradisional, terdapat banyak masyarakatnya sebagai petani yang mengonsumsi hasil produksi mereka dan sedikit menjual hasil produksinya ke pasar sehingga mobilitas sosial vertikal menaik mengalami kemandegan atau bahkan mengalami penurunan; dan
  2. Tipe ekonomi modern atau pasar, masyarakat banyak bekerja di sektor industri yang memproduksi untuk pasar sehingga banyak kesempatan untuk terjadi mobilitas sosial vertikal naik bagi setiap warga masyarakat yang terlibat di dalamnya.
d. Faktor Penghambat dan Pendorong Mobilitas Sosial

Pada masyarakat yang mempunyai sistem sosial terbuka, cenderung mengalami kesulitan mobilitas sosial vertikal naik lantaran kesempatan tersebut sulit untuk didapatkan. Contohnya yakni adanya diskriminasi untuk lapisan sosial tertentu yang melaksanakan jalan pintas untuk mendapatkan pekerjaan (koneksi, nepotisme, sogok). Walaupun demikian, bukan berarti kesempatan untuk maju sama sekali tidak ada lantaran di Indonesia terbuka kesempatan sebesar-besarnya untuk meraih keberhasilan dan dijamin oleh UUD 1945 pasal 27 yang menyatakan:
  1. Setiap warga negara sama kedudukannya di dalam aturan dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya.
  2. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Dengan adanya jaminan dari undang-undang tersebut, setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melaksanakan mobilitas sosial vertikal naik tanpa kecuali.

2.2. Faktor Individu


Walaupun faktor struktur sanggup menentukan jumlah kedudukan tinggi dengan penghasilan yang besar di masyarakat, faktor individu juga banyak besar lengan berkuasa dalam menentukan siapa yang akan mencapai kedudukan tinggi. Faktor individu ini mencakup hal-hal berikut.

a. Perbedaan Kemampuan

Bakat yang dimiliki setiap orang akan berbeda-beda sehingga kesempatan untuk memperoleh kedudukan yang tinggi di masyarakat akan berbeda pula. Dengan demikian, kemampuan untuk memperoleh kedudukan bergantung pada usaha yang bersangkutan untuk memperolehnya, dan perbedaan kemampuan merupakan faktor yang penting untuk menentukan keberhasilan hidup dan mobilitas sosial.

b. Orientasi Sikap terhadap Mobilitas

Banyak hal yang sanggup dilakukan untuk meningkatkan masa depan mobilitas sosial, di antaranya sebagai berikut.
  1. Pendidikan. Pendidikan merupakan jalan ke arah mobilitas sosial untuk mendapatkan kedudukan yang diinginkan seseorang. Jika bekerja di sebuah instansi, latar belakang pendidikan yang berbeda akan besar lengan berkuasa terhadap kedudukan dan pendapatan yang selayaknya diterima.
  2. Kebiasaan Kerja. Kerja keras merupakan salah satu usaha untuk memperbaiki kedudukan sebelumnya. Walaupun kerja keras tidak sepenuhnya menjamin mobilitas naik, tidak banyak orang sanggup mengalami mobilitas naik tanpa bekerja keras. Oleh lantaran itu, kerja keras diharapkan untuk meningkat kan prestasi kerja, yang akhirnya akan meningkat kan kedudukan seseorang.
c. Pola Penundaan Kesenangan

Peribahasa menyampaikan “berakit-rakit ke hulu berenang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian”. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, lebih baik kalau kesenangan sesaat ditinggalkan biar kelak menerima suatu kebahagiaan sehingga akan meningkatkan kedudukannya.

d. Pola Kesenjangan Nilai

Perilaku yang sanggup menghambat terjadinya mobilitas sosial vertikal naik, terdapat dua hal, yaitu sebagai berikut.

1) Bahwa seseorang tidak sepenuhnya berupaya mencapai sasaran yang diidamkan;
2) Mereka tidak menyadari bahwa sejumlah sikap tertentu tidak menunjang sasaran tersebut. Misalnya sebagai berikut.

a) Seorang siswa Kelas XI Sekolah Menengan Atas tidak melaksanakan pesan yang tersirat gurunya untuk berguru lebih giat, tetapi bermalas-malasan, kesannya siswa yang bersangkutan tidak naik ke Kelas XII.
b) Seorang pekerja menghendaki kedudukan yang lebih baik, tetapi ia tidak bisa tiba di tempat kerja sempurna pada waktunya atau selalu melalaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.

Pola kesenjangan nilai, memungkinkan seseorang mempercayai nilai yang diakuinya, tetapi yang bersangkutan tidak melaksanakan usaha untuk mencapai sasaran tersebut atau mengakui segala kesalahan yang diperbuatnya sebagai penyebab dari kegagalan. Dengan kata lain, bahwa seseorang mungkin saja mengetahui yang baik dilakukan untuk memperoleh kedudukan, tetapi tidak dilaksanakan. Akibatnya, yang bersangkutan gagal memperoleh hasil yang dicita-citakan.

D. Konsekuensi Mobilitas Sosial


Para sosiolog melaksanakan penelitian mobilitas sosial untuk mendapatkan keterangan ihwal keteraturan dan keluwesan struktur sosial. Para sosiolog mempunyai perhatian yang khusus terhadap kesulitan yang secara relatif dialami oleh individu dan kelompok sosial dalam mendapatkan kedudukan yang terpandang oleh masyarakat. Semakin seimbang kesempatan untuk mendapatkan kedudukan tersebut, akan semakin besar mobilitas sosial. Hal itu berarti bahwa sifat sistem lapisan masyarakat semakin terbuka.

Pada masyarakat berkasta yang bersifat tertutup, hampir tidak ada gerak sosial yang bersifat vertikal lantaran kedudukan seseorang telah ditentukan semenjak dilahirkan. Pekerjaan yang dilakukan, pendidikan yang diperoleh, dan seluruh pola-pola hidupnya telah diketahui semenjak dia dilahirkan, lantaran struktur sosial masyarakatnya tidak memperlihatkan peluang untuk mengadakan perubahan.

Dalam sistem lapisan terbuka, semua kedudukan yang hendak dicapai diserahkan pada usaha dan kemampuan si individu. Memang benar, bahwa anak seorang pengusaha mempunyai peluang yang lebih baik dan lebih besar daripada anak seorang tukang sapu di jalan. Akan tetapi, kebudayaan di masyarakat kita tidak menutup kemungkinan bagi anak tukang sapu untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi daripada kedudukannya yang dimiliki semula.

Bahkan sebaliknya, sifat terbuka dalam sistem lapisan, sanggup mendorong dirinya untuk mencapai kedudukan yang lebih tinggi dan lebih terpandang dalam masyarakat. Dalam masyarakat selalu ada kendala dan kesulitan, contohnya birokrasi yang berbelit-belit, biaya, dan kepentingan yang tertanam dengan kuat. Pengaruh mobilitas sosial, baik secara horizontal maupun secara vertikal, umumnya membawa akibat-akibat tertentu yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif terhadap pelakunya.

Pengaruh positif adanya mobilitas sosial vertikal, di antaranya sebagai berikut.
  1. Keberhasilan yang dicapai seseorang, yang dilakukan melalui kerja keras, diharapkan bisa mendorong anggota masyarakat lainnya untuk menggandakan keberhasilan yang telah dicapai oleh orang tersebut.
  2. Suatu kedudukan yang baik, tidak diperoleh dengan gampang tetapi dengan perjuangan, keuletan, dan kerja keras. Begitu pula perlu ditanamkan usaha hidup untuk menyongsong hari esok yang lebih baik.
  3. Tidak sedikit orang yang berhasil lantaran pendidikan. Dengan pendidikan, diharapkan kedudukan seseorang menjadi lebih baik. Kebutuhan akan pentingnya pendidikan diharapkan diturunkan oleh orangtua kepada anak-anaknya dan orang lain.
  4. Kegagalan yang didapatkan bukan selesai dari segalanya, melainkan sebagai pengalaman berharga untuk berdiri kembali dengan memperbaiki setiap kesalahan yang pernah dilakukan. Keberhasilan yang dicapai sebagai mobilitas sosial vertikal, tidak selamanya membawa kebahagiaan bagi pelaku perubahan. Adakalanya hal tersebut sanggup menimbulkan konflik antarkelas sosial, kelompok sosial, dan antargenerasi. Pelaku mobilitas sosial pun harus sanggup beradaptasi dengan kondisi yang telah dicapainya.
Berikut ini konsekuensi yang mungkin timbul dari adanya mobilitas sosial.

4.1. Munculnya Konflik


Keberhasilan yang dicapai dalam memperoleh kedudukan bagi seseorang atau kelompok, mustahil tanpa adanya perasaan tidak senang dari orang atau kelompok lain. Hal itu sanggup meningkatkan kontradiksi antara yang berhasil mendapatkan kedudukan dengan yang tidak berhasil atau yang merasa tergeser oleh orang yang menempati kedudukan baru.

Berikut ini macam-macam konflik yang mungkin terjadi dalam kehidupan sosial.

a. Konflik Antarkelas Sosial

Pertentangan sanggup terjadi apabila seseorang dari lapisan sosial bawah menduduki posisi di lapisan menengah atau atas, kemudian kelompok lapisan sosial yang didatangi merasa terganggu, akhirnya terjadi pertentangan. Misalnya sebagai berikut.
  1. Amir anak seorang pengemudi becak berhasil menjadi pedagang yang kaya dan mempunyai kedudukan yang terhormat di masyarakat. Hal yang demikian kadangkala mengakibatkan ketidaksenangan dari mereka yang telah lebih dahulu berada pada lapisan menengah sehingga Amir perlu untuk meredam kontradiksi dengan cara beradaptasi terhadap kondisi kelas atau lapisan sosial yang baru.
  2. Pertentangan kelas sanggup pula disebabkan oleh mobilitas sosial vertikal yang menurun, contohnya bapak X seorang pengusaha kaya mengalami kebangkrutan dalam usahanya. Apabila sikap sosial bapak X sebelum melarat tidak diterima oleh lapisan bawah lantaran sombong dengan kekayaannya maka sesudah bapak X berada di kelas bawah menjadi terasing di lingkungan sosialnya.
  3. Perkawinan yang terjadi pada masyarakat yang mempunyai sistem sosial tertutup atau masyarakat yang memberlakukan sistem kasta. Seseorang dari kasta rendah kawin dengan orang yang berasal dari kasta lebih tinggi lantaran perkawinan mengakibatkan kedudukannya terangkat dari sebelumnya. Hal inipun sanggup mengakibatkan ketidaksenangan dari lapisan masyarakat yang didatangi, dan dianggap mengotori atau mengganggu keutuhan kasta yang lebih tinggi.
  4. Karyawan di sebuah pabrik sebagai tulang punggung industri, menuntut kenaikan honor dan kemudahan lain yang dianggap tidak sanggup menjamin untuk hidup layak. Oleh lantaran itu, karyawan yang merupakan lapisan bawah dalam perekonomian menuntut hak yang harus diterimanya kepada pengusaha (atau orang-orang yang mengendali kan dan menentukan kebijaksanaan perusahaan).
b. Konflik Antarkelompok Sosial

Pertentangan yang terjadi pada kelompok sosial, tidak jauh berbeda dengan konflik pada kelas atau lapisan sosial. Konflik yang dilakukan oleh kelas sosial berupa orang perorangan, tetapi konflik pada kelompok sosial berupa kumpulan orang yang melaksanakan pertentangan. Misalnya sebagai berikut.
  1. Kelompok secara umum dikuasai apabila berada di bawah kelompok minoritas dalam menguasai perekonomian maka akan mengakibatkan saling mencurigai, merasa tidak puas dengan kedudukan yang diperoleh kelompok minoritas.
  2. Keberhasilan yang dicapai oleh kelompok tertentu akan mengakibatkan ketidakpuasan kelompok lain sehingga mereka menuntut persamaan hak.
c. Konflik Antargenerasi

Situasi sosial ibarat pergaulan, pendidikan, zaman, teknologi yang dialami oleh seorang anak akan berbeda dengan situasi sosial orangtuanya. Perbedaan ini akan membawa kontradiksi apabila kedudukan anak sama atau lebih tinggi daripada orangtuanya.

Pertentangan ini tidak selalu terjadi dengan orangtuanya saja, tetapi sanggup juga dengan orang lain yang lebih tua. Misalnya:
  1. Di suatu kantor seorang cowok berusia 20 tahun mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibanding dengan orang lain yang ada di sekelilingnya yang rata-rata berusia 45 tahun ke atas sehingga cowok yang bersangkutan harus memimpin orang-orang yang usianya jauh lebih tinggi sebagai bawahannya. Tidak sedikit di antara mereka merasa digurui oleh anak yang lebih muda. Hal ini menimbulkan terjadinya kontradiksi antargenerasi dan akan terus berlanjut apabila tidak adanya kesadaran di antara mereka untuk saling memahami sikap dan tindakan masing-masing.
  2. Nasihat yang baik tidak selalu tiba dari orangtua, adakalanya pesan yang tersirat tiba dari anak muda. Akan tetapi, orangtua jarang mendapatkan pesan yang tersirat yang tiba dari anak muda yang usianya jauh di bawah usia orangtua lantaran dianggap menggurui, tidak pantas, dan tidak sopan. Orangtua yang demikian mempunyai sikap yang konservatif (kolot) tidak terbuka terhadap keadaan zaman yang telah berubah. Anak muda dengan kemampuan dan pendidikannya sanggup melaksanakan mobilitas vertikal sehingga mempunyai kedudukan yang lebih baik daripada orangtua.
Karl Marx mengistilahkan alienasi sebagai proses keterasingan diri yang dialami seseorang dalam masyarakatnya. Hal itu disebabkan lantaran perbedaan visi yang dialami individu dan masyarakat atau seseorang yang selalu merasa kesepian di tengah keramaian.

4.2. Adaptasi terhadap Mobilitas Sosial


Setiap mobilitas sosial yang telah dilakukan memerlukan penyesuaian diri biar tidak selalu terasing dengan situasi yang baru. Jika seseorang atau kelompok tidak dengan cepat beradaptasi dengan situasi dari hasil mobilitas sosial tersebut, yang bersangkutan dianggap ketinggalan, lebih tepatnya disebut ketinggalan kebudayaan (culture lag). Kedudukan kelas sosial yang lebih tinggi sanggup saja dicapai, tetapi sikap yang tidak sesuai dengan kedudukan atau kelas sosial yang gres sudah dilakukan? Dalam hal ini, akan lebih sempurna apabila kita sebut sebagai kebudayaan adaptif yang artinya penyesuaian kebudayaan. Kebiasaan dan tindakan insan yang dimiliki seseorang sesuai dengan kedudukan pada kelas atau lapisan sosialnya. Hal ini merupakan potongan dari kebudayaan lapisan sosial yang bersangkutan. Kebudayaan yakni keseluruhan pola lahir dan batin yang memungkinkan terjadinya kekerabatan sosial di antara anggota-anggota masyarakat.

Kedudukan yang dicapai seseorang sanggup dianggap sebagai kebudayaan gres yang harus dihadapi oleh orang yang melaksanakan mobilitas sosial sehingga yang bersangkutan harus beradaptasi dengan meninggalkan kebudayaan usang sebelum kedudukannya berubah.

Penyesuaian diri atau pembiasaan terhadap kebudayaan materiil ibarat benda-benda dan hasil karya insan gampang untuk dilakukan atau dengan sendirinya akan dimiliki oleh orang yang kedudukannya meningkat. Akan tetapi, sikap, perilaku, dan kebiasaan seseorang akan sulit untuk berubah. Seseorang perlu beradaptasi dengan kedudukannya tersebut dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menyesuaikan diri.

Berikut ini beberapa perubahan yang disebabkan oleh mobilitas sosial sehingga kedudukan seseorang meningkat ke jenjang yang lebih tinggi, tetapi sikap dan sikap lambat menyesuaikan diri.
  1. Orang kaya yang melarat dan menjadi miskin, tetapi sikap dan kebiasaannya seolah-olah tetap kaya. Misalnya, bapak B seorang pengusaha yang kaya mengalami kegagalan usahanya (bangkrut) kemudian jatuh miskin, dalam kehidupan sehari-hari selalu ingin dihormati oleh orang sekelilingnya dan masih selalu memerintah orang lain ibarat kepada bawahannya.
  2. Seorang sarjana, di wilayahnya sebagai pemuka masyarakat dan yang notabene selalu rasional sering dihormati oleh warga, tetapi ia sering meminta kekuatan dan pesan yang tersirat dukun biar setiap orang tunduk kepadanya.
Seseorang terkadang berperilaku tidak sesuai dengan kedudukannya. Hal ini hanya sikap ibarat yang dicontohkan tersebut. Perilaku orang tersebut kesannya dianggap sebagai orang yang ketinggalan kebudayaan (culture lag). 

Rangkuman :

a. Mobilitas sosial ialah perpindahan orang atau kelompok dari strata sosial satu ke strata sosial yang lain.
b. Arah mobilitas sosial yakni vertikal dan horizontal.
c. Faktor penentu mobilitas sosial:
  1. faktor struktur;
  2. faktor individu.
d. Mobilitas sosial dibedakan dalam dua jenis yang didasarkan pada keadaan dari tolak ukur bagaimana para individu dalam lapisan sosial berupaya mengubah dirinya.
  1. mobilitas yang disponsori (sponsored mobility)
  2. mobilitas sosial tandingan (contest mobility)
e. Saluran yang penting untuk terjadinya mobilitas sosial vertikal
  1. Angkatan bersenjata
  2. Lembaga keagamaan
  3. lembaga pendidikan
  4. organisasi politik
  5. organisasi ekonomi
  6. organisasi keahlian
  7. perkawinan
f. Faktor-faktor penentu mobilitas

1.Faktor struktur

a. struktur pekerjaan
b. perbedaan fertilitas
c. ekonomi ganda
d. penghambat dan penunjang mobilitas sosial

2. Faktor individu

a. perbedaan kemampuan
b. orientasi sikap terhadap mobilitas
c. pola penundaan kesenangan
d. pola kesenjangan nilai

g. Konsekuensi mobilitas sosial
  1. munculnya konflik
  2. adaptasi terhadap mobilitas sosial
Anda kini sudah mengetahui Mobilitas Sosial. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Waluya, B. 2009. Sosiologi 2 : Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 130.

No comments:

Post a Comment