Pesan Dari Masa Awal Terbentuknya Alam Semesta - Pesan ini berupa cahaya yang mempunyai energi radiasi yang tinggi atau disebut ledakan sinar gamma-γ (γ-ray bursts (GRBs)). Jarak dan kekuatan sinar ini tentunya tidak terbayangkan oleh kita. Sinar ini menjadi salah satu misteri besar yang belum terungkapkan. Namun, sekarang sinar ini menjadi alat untuk mengetahui insiden di masa awal pembentukan alam semesta. Dengan adanya teleskop ruang angkasa milik NASA yaitu FERMI dan Swift, para astronom berencana untuk memakai sinar tersebut sebagai blitz kosmik untuk menyelidiki insiden yang terjadi di masa awal pembentukan alam semesta secara detail.
GRBs sanggup dilihat setiap hari dan dari segala posisi oleh kedua teleskop tersebut. Saat ini, GRBs diduga sebagai sinyal “runtuhnya” inti bintang ke dalam lubang hitam. Peristiwa ini memicu ledakan yang sangat dahsyat. Cahaya yang ditimbulkan dari ledakan tersebut sangat berpengaruh sehingga sanggup terlihat di seluruh alam semesta. Peristiwa ini akan menjadi salah satu bukti berpengaruh mengenai insiden di masa awal pembentukan alam semesta, yaitu sekitar 13 milyar tahun yang lalu.
Sebelumnya, Teori mengenai GRBs selalu berubah-ubah. Namun, pada konferensi Fermi/Swift GRB yang dilaksanakan ahad kemudian di Munich, Jerman, astronom telah menjelaskan bagaimana mereka sanggup memakai GRBs untuk memetakan evolusi kimiawi kosmos. Para astronom memperlihatkan klarifikasi bahwa evolusi kimiawi kosmos berasal dari cahaya yang ditimbulkan oleh ledakan GBRs yang disaring oleh gas yang terdapat di masing-masing galaksi sehingga terbentuklah molekul kimia.
Hamburan sinar gamma yang mempunyai intensitas cahaya yang sangat terang dan melewati gas-gas disekitanya, merupakan petunjuk mengenai evolusi kimia di alam semesta (Credit: ESO). |
Volker Bromm, astronom dari University of Texas, Austin, menyampaikan bahwa GRBs merupakan “cosmic Rosetta stones” (tahap awal pembentukan bintang purba), yang akan memperlihatkan gosip mengenai komposisi bintang di masa awal alam semesta (sekitar beberapa ratus juta tahun sehabis Big Bang).
“Peristiwa ini mempunyai daya tarik yang medekati metafisik. Kami ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di sana ketika muncul ledakan sinar tersebut”. Kata Broom.
Benda tersebut merupakan pemancar GRBs paling jauh di kosmos bila dibandingkan dengan galaksi yang redup dan kuasar (inti yang memancarkan cahaya dari galaksi muda yang mempunyai lubang hitam supermasif di pusatnya). “Sebagai pembawa pesan dari awal penciptaan alam semesta, GRBs mempunyai keunggulan dibandingkan dengan 2 benda lainnya (galaksi redup dan kuasar). GRBs tersebut lebih terang dibandingkan galaksi yang sangat jauh, sehingga spektrograf mempunyai lebih banyak gosip untuk dianalisa. Informasi tersebut berupa sinar GRBs yang kemudian dipecah menjadi panjang gelombang sehingga diketahui garis perembesan kimia-nya. Lain halnya dengan kuasar, meskipun kuasar bersinar terang, namun cahaya yang dipancarkannya bersifat tidak teratur dan mempunyai spektrum yang lebih rumit sehingga lebih susah untuk mencari gosip mengenai materi yang telah dilalui sinarnya.
Namun, ada tantangan untuk mendeteksi GRBs sebab kemunculannya tidak sanggup diprediksi dan berlangsung singkat. Energi tertingginya hanya berlangsung selama beberapa detik saja. Kilatan yang hanya berlangsung singkat tersebut diikuti dengan sisa-sisa cahaya yang sanggup diukur pada panjang gelombang yang lebih panjang. Namun, observatorium yang berada di bumi harus beraksi cepat sehabis teleskop ruang angkasa mendeteksi kilatan tersebut bila mereka ingin “mengambil” sisa-sisa cahaya.
Pada bulan september 2005, Swift mendeteksi adanya satu kilatan. Kilatan ini ini juga dideteksi oleh teleskop Subaru di Hawai sehingga diperoleh spectrum cahaya hingga 3 hari kemudian. Data yang diperoleh berupa pergeseran merah (redshift) sebesar 6,3. Redshift yakni perubahan kearah panjang gelombang yang lebih besar (menuju spektrum merah) sehingga frekuensinya lebih rendah dan energinya lebih kecil dibandingkan sumbernya. Ini menjadi bukti bahwa galaksi mengembang dan saling menjauh. Kilatan ini terjadi ketika alam semesta berumur kurang dari 7 % dari ketika ini. Spektrum kilatan tersebut mempunyai data yang cukup untuk mengungkapkan bahwa re-ionisasi (proses fisik mengubah atom atau molekul menjadi ion dengan menambahkan atau mengurangi partikel bermuatan menyerupai elektron dan lainnya) gas hidrogen telah mempunyai data yang lengkap. Peristiwa ini merupakan kunci mengetahui sejarah kosmik sehabis alam semesta menjadi masbodoh dan gelap. Hal ini terjadi sehabis insiden Big Bang.
Namun, para astronom belum puas dengan data yang ada tersebut. Mereka ingin menyelidiki insiden yang terjadi sebelumnya yaitu pada ketika bintang yang terbentuk untuk pertama kalinya di alam semesta dimana bintang tersebut mungkin sangat besar, terang dan berumur pendek. GRBS yang dipancarkan bintang tersebut mungkin telah menuju bumi dan “siap” untuk memperlihatkan data mengenai apa yang terjadi di masa kemudian sebab GRBs akan menjadi sidik jari kimia untuk mengetahui gas di sekitar bintang tersebut.
Dengan menganalisis GRBs di galaksi dari masa yang berbeda, para astronom mungkin sanggup melacak bagaimana komposisi alam semesta yang pada masa awalnya mengalami evolusi, yaitu pada ketika generasi awal bintang mengkremasi persediaan utamanya berupa hidrogen dan helium kemudian mengubahnya menjadi unsur yang lebih berat atau disebut logam kolektif.
“Kapan bintang mulai menciptakan semua logam tersebut? Tanya Neil Gehrels, astronom dari Goddard Space Flight Center di Greenbelt, Maryland, and peneliti utama Swift.
Untuk membantu mendapat GRBs dari masa yang lebih awal lagi, Jochen Greiner, astronomer dari Max Planck Institute for Extraterrestrial Physics di Garching, Jerman. Dan timnya membangun Gamma-Ray Burst Optical/Near-infrared Detector (GROND) dan menggabungkannya dengan teleskop 2,2 meter yang dioperasikan oleh European Southern Observatory (ESO) at La Silla di Chile. Nantinya, GROUND akan sanggup merespon peringatan dari Swift dan menggantikan fungsi dari ESO. Sistem ini secara otomatis akan menciptakan asumsi yang cepat. Hal ini didasarkan kekhawatiran Greiner atas Swift. Meskipun masih berfungsi dengan baik, namun Swift hanya dirancang untuk masa pemakaian 2 tahun.
Namun, astronom lainnya, Gehrel tetap optimis bahwa dengan adanya spektrograf yang ada di bumi, maka astronom akan sanggup melaksanakan inovasi menyerupai swift, meskipun hanya sebagian saja. Ia juga percaya bahwa sinyal dari kilatan yang lebih akrab lagi dengan Big Bang akan ditemukan. “Ini hanya problem waktu saja. Kita hanya belum beruntung hingga ketika ini. Suatu ketika nanti, kilatan itu niscaya akan kita temukan” kata Gehrel.
Nature 485, 290–291 (17 May 2012) | doi:10.1038/485290a
Artikel ini merupakan terjemahan dari materi yang disediakan oleh Nature. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
No comments:
Post a Comment