Sel Bahan Bakar Ini Dapat Menghasilkan Dan Menyimpan Energi Listrik - Para ilmuwan materi di Harvard telah menawarkan alat yang setara dengan pembangkit energi listrik ramah lingkungan. Alat tersebut berupa sel materi bakar oksida padat (SOFC) yang sanggup mengubah hidrogen menjadi energi listrik. Selain itu, alat ini juga sanggup menyimpan energi elektrokimia, menyerupai baterai. Sel materi bakar ini sanggup terus menghasilkan energi listrik dalam waktu yang singkat sehabis materi bakarnya telah habis.
“SOFC mempunyai lapisan film yang tipis. Kelebihan alat ini ialah penggabungan meteri gres lainnya dengan SOFC sanggup dioperasikan pada suhu yang rendah. Selain itu, SOFC merupakan materi yang lebih fleksibel atau lentur. Oksida Vanadium (VOx) pada anoda berfungsi sebagai materi yang multifungsi sehingga memungkinkan sel materi bakar untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, yaitu menghasilkan dan menyimpan energi listrik” kata peneliti utama, Shriram Ramanathan, Associate Professor Materials Science di Harvard School of Engineering and Applied Sciences (SEAS).
Laboratorium Shriram Ramanathan sedang melaksanakan pengujian sel materi bakar oksida padat (Credit: Photo by Caroline Perry, SEAS Communications). |
Temuan yang dimuat secara online di Jurnal Nano Letters (19/6/2012) ini, akan menjadi pola pada pengembangan aplikasi energi secara portabel dan skala kecil, dimana power supply-nya berupa materi yang padat dan ringan.
“Manfaat dari alat ini contohnya bagi pesawat tanpa awak. Ketika pesawat tersebut tidak sanggup mendarat untuk melaksanakan pengisian materi bakar, maka simpanan energi listrik di alat ini sanggup dipakai oleh pesawat untuk terus terbang. Kata Quentin Van Overmeere, postdoctoral di SEAS.
Ramanathan, Van Overmeere, dan Kian Kerman (seorang mahasiswa pascasarjana di SEAS) biasanya melaksanakan penelitian pada SOFCs berlapis film tipis yang memakai platina sebagai elektroda (atau dua kutub yang dikenal sebagai anoda dan katoda). Namun, alat ini mempunyai kelemahan yaitu ketika SOFC yang anodanya berupa platinum mengalami kehabisan materi bakar, maka selanjutnya hanya sanggup menghasilkan energi listrik selama 15 detik sebelum reaksi elektrokimia sanggup berjalan.
SOFC jenis gres tersebut memakai bilayer platinum dan VO x sebagai anoda, yang memungkinkan sel untuk terus beroperasi tanpa materi bakar hingga 14 kali lebih usang (3 menit, 30 detik, pada densitas arus sebesar 0,2 mA / cm 2 ).
Meskipun risikonya belum signifikan, namun Ramanathan dan rekan penelitinya memperkirakan bahwa perbaikan di masa depan terhadap komposisi anoda platinum – VOx akan sanggup meningkatkan daya yang dihasilkan sel materi bakar tersebut sehingga waktu pemakaiannya menjadi lebih lama.
Saat beroperasi secara normal, jumlah daya yang dihasilkan oleh perangkat gres ini bahwasanya sebanding dengan SOFC yang anodanya dari platinum. Namun, lapisan VOx yang berstuktur nano pada SOFC jenis baru, sanggup menghasilkan reaksi kimia secara terus-menerus sehabis materi bakar hidrogen telah habis.
“Jika kita memakai anoda dari oksida vanadium, maka akan ada tiga reaksi yang berpotensi terjadi dalam sel materi bakar,” kata Ramanathan. “Pertama ialah oksidasi ion vanadium, yang kami ukur memakai XPS (spektroskopi fotoelektron sinar x); kedua ialah penyimpanan hidrogen pada sisi lapisan Kristal VO x, yang secara sedikit demi sedikit dilepaskan dan teroksidasi pada anoda. Dan yang ketiga, fenomena kita bisa lihat ialah bahwa konsentrasi ion oksigen berbeda dari anoda ke katoda, sehingga kemungkinannya ialah bahwa anion oksigen juga mengalami oksidasi, menyerupai pada sel konsentrasi (sel volta yang tersusun dari dua elektroda yang identik, tetapi masing-masing mempunyai konsentrasi ion yang berbeda).
Ketiga reaksi tersebut bisa mengalirkan elektron ke rangkaian, tetapi hingga dikala ini belum terang apa yang memungkinkan sel materi bakar jenis gres tersebut untuk terus menghasilkan energi listrik. Tim Ramanathan telah berusaha untuk mengetahui penyebabnya secara eksperimental dan kuantitatif. Mereka mendapat data bahwa setidaknya terdapat dua dari tiga prosedur yang mungkin secara bersamaan menjadi penyebabnya.
Ramanathan dan rekan penelitinya memperkirakan bahwa sel materi bakar yang lebih maju dari jenis ini, nantinya akan bisa menghasilkan daya tanpa materi bakar untuk jangka waktu yang lebih lama, sehingga memungkinkan untuk dilakukan pengujian (misalnya, memakai pesawat terbang berukuran kecil (mikro)) selama 2 tahun.
Penelitian ini didukung oleh US National Science Foundation (NSF), beasiswa postdoctoral dari Le Fonds de la Recherche Scientifique-FNRS, dan U.S. Department of Defense’s National Defense Science and Engineering Graduate Fellowship Program. Para peneliti juga mendapat pemberian akomodasi dari Harvard University Center for Nanoscale Systems (a member of the NSF-funded National Nanotechnology Infrastructure Network) dan NSF-funded MRSEC Shared Experimental Facilities di MIT.
Referensi Jurnal :
Quentin Van Overmeere, Kian Kerman, Shriram Ramanathan. Energy storage in ultra-thin solid oxide fuel cells. Nano Letters, 2012; : 120619121149008 DOI: 10.1021/nl301601y
Artikel ini merupakan terjemahan dari goresan pena ulang menurut materi yang disediakan oleh Harvard University, via dan Science Daily (23 April 2012). Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
No comments:
Post a Comment