Wednesday, November 27, 2019

Pintar Pelajaran Kurun / Zaman Perundagian Insan Purba Di Indonesia : Kehidupan Sosial, Budaya Dan Alat, Sistem Kepercayaan

Artikel dan Makalah perihal Masa / Zaman Perundagian Manusia Purba Di Indonesia : Kehidupan Sosial, Budaya dan Alat, Sistem Kepercayaan - Berikut ini yaitu materi lengkapnya :

a. Kehidupan Sosial

Usaha insan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pribadinya mendorong ditemukannya peleburan bijih-bijih logam dan pembuatan benda-benda dari logam. Selain itu, adanya persaingan antarpribadi di dalam masyarakat mengakibatkan impian untuk menguasai satu bidang. Gejala menyerupai ini mengakibatkan timbulnya golongan undagi. Golongan ini merupakan golongan masyarakat terampil dan bisa menguasai teknologi pada bidang-bidang tertentu, contohnya menciptakan rumah, peleburan logam, menciptakan perhiasan. (Baca juga : Kehidupan Sosial, Ekonomi, Sistem Kepercayaan, Budaya dan Alat-alat Manusia Purba Di Indonesia)

Masa perundagian merupakan tonggak timbulnya kerajaan-kerajaan di Indonesia, alasannya yaitu pada masa ini kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk di desadesa kecil membentuk kelompok yang lebih besar lagi, terutama dengan adanya penguasaan wilayah oleh orang yang dianggap terkemuka. Pada masa perundagian ini, masyarakat purba di Indonesia mulai berkenalan dengan komunitas yang lebih luas, menyerupai dengan insan dari India dan Cina

b. Budaya dan Alat yang dihasilkan

Adanya perkembangan teknologi yang semakin maju, mendorong insan untuk melaksanakan hal yang terbaik pada dirinya, di antaranya pengaturan tata air (irigasi). Perdagangan pun diperluas sampai antarpulau yang sebelumnya hanya antardaerah domestik. Dengan demikian, terjadilah sosialisasi antara insan Indonesia dengan suku dan bangsa-bangsa lain yang perkembangan budayanya telah lebih maju, menyerupai kebudayaan India dan Cina.

Melalui interaksi dengan orang India, masyarakat Indonesia mulai mengenal sistem kerajaan, yang kemudian melahirkan kerajaan Hindu-Buddha menyerupai Kutai, Tarumanagara, Sriwijaya, Mataram, dan lain-lain.

Kehidupan menyerupai ini menunjang terbentuknya kebudayaan yang lebih maju yang memerlukan alat-alat pertanian dan perdagangan yang lebih baik dengan bahan-bahan dari logam. Hasilhasil peninggalan kebudayaannya antara lain nekara perunggu, moko, kapak perunggu, ember perunggu, arca perunggu, dan perhiasan.
  1. Nekara perunggu : berfungsi sebagai embel-embel upacara untuk memohon turun hujan dan sebagai genderang perang; mempunyai teladan hias yang beragam, dari teladan binatang, geometris, dan tumbuh-tumbuhan, ada pula yang tak bermotif; banyak ditemukan di Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Selayar, Papua.
  2. Kapak perunggu : bentuknya beraneka ragam. Ada yang berbentuk pahat, jantung, atau tembilang; motifnya berpola topang mata atau geometris.
  3. Bejana perunggu : bentuknya menyerupai gitar Spanyol tanpa tangkai; di temukan di Madura dan Sulawesi.
  4. Arca perunggu : berbentuk orang sedang menari, menaiki kuda, atau memegang busur panah; ditemukan di Bangkinang (Riau), Lumajang, Bogor, Palembang.
  5. Perhiasan dan manik-manik: ada yang terbuat dari perunggu, emas, dan besi; berbentuk gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, bandul; banyak ditemukan di Bogor, Bali, dan Malang; sedangkan manik-manik banyak ditemukan di Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, Bogor, Besuki, Bone; berfungsi sebagai bekal kubur; bentuknya ada yang silinder, bulat, segi enam, atau oval.
c. Kepercayaan

Kepercayaan masyarakat pada masa perundagian merupakan kelanjutan dari masa bercocok tanam. Kepercayan berkembang sesuai dengan teladan pikir insan yang merasa dirinya mempunyai keterbatasan dibandingkan dengan yang lainnya. Anggapan menyerupai ini memunculkan jenis kepercayaan: animisme dan dinamisme.

1) Animisme

Dalam kepercayaan animisme, insan mempunyai anggapan bahwa suatu benda mempunyai kekuatan supranatural dalam bentuk roh. Roh ini bisa dipanggil dan diminta sumbangan pada ketika diperlukan. Mereka percaya akan hal-hal yang mistik atau kekuatan hebat. Kepercayaan terhadap bermacam-macam roh dan makhluk halus yang menempati suatu tempat memunculkan kegiatan menghormati atau memuja roh tersebut dengan cara berdoa dengan mantera dan memberi sesajen atau persembahan.

2) Dinamisme

Kepercayaan dinamisme ini perpanjangan dari animisme. Roh atau makhluk halus yang diyakini berasal dari jiwa insan yang meninggal, kemudian mendiami banyak sekali tempat, contohnya hutan belantara, lautan luas, gua-gua, sumur dalam, sumber mata air, persimpangan jalan, pohon besar, batu-batu besar, dan lain-lain. Timbullah kepercayaan terhadap adanya kekuatan mistik yang sanggup menambah kekuatan seseorang yang masih hidup. Kekuatan yang timbul dari alam semesta inilah yang mengakibatkan kepercayaan dinamisme (dinamis berarti bergerak). Manusia purba percaya bahwa, misalnya, pada kerikil akik, tombak, keris, belati, anak panah, bersemayam kekuatan halus, sehingga alat-alat tersebut harus dirawat, diberi sesajen, dimandikan dengan air kembang.

Di kemudian hari, kepercayaan-kepercayaan animisme dan dinamisme mendorong insan menemukan kekuatan yang lebih besar dari sekadar kekuatan roh dan makhluk halus dan alam. Masyarakat lambat laun, dari generasi ke generasi, meyakini bahwa ada kekuatan tunggal yang mendominasi kehidupan langsung mereka maupun kehidupan alam semesta. Kekuatan mistik tersebut diyakini mempunyai keteraturan sendiri yang tak sanggup diganggu-gugat, yakni aturan alam. Kepercayaan terhadap “Kekuatan Tunggal” ini lantas dihayati sebagai kekayaan batin spiritual sekaligus kekayaan kebudayaan. Kepercayaan animisme dan dinamisme ini kemudian berkembang dan menyatu dengan kebudayaan Hindu-Buddha dan kemudian Islam.

Anda kini sudah mengetahui Masa Perundagian. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Hendrayana. 2009. Sejarah 1 : Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Jilid 1 Kelas X. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 202.

No comments:

Post a Comment