Thursday, November 28, 2019

Pintar Pelajaran Penelitian Sejarah Mulut : Metode, Tujuan, Kelebihan, Kekurangan / Kelemahan, Prinsip Dasar

Artikel dan Makalah wacana Penelitian Sejarah Lisan : Metode, Tujuan, Kelebihan, Kekurangan / Kelemahan, Prinsip Dasar - Sejarah mulut bergotong-royong telah berkembang semenjak lama, Herodotus sejarawaran Yunani pertama, telah mengembara ke tempat-tempat yang jauh untuk mengumpulkan bahan-bahan sejarah lisan. Sekitar 2400 tahun yang silam, Thucydides telah memakai kisah kesaksian eksklusif para prajurit yang ikut dalam Perang Peloponesus antara Sparta dan Athena untuk menyusun sejarah lisan. Di Nusantara, para penulis hikayat juga memakai metode mulut untuk memperoleh data. Ungkapan kata Shohibul Hikayat atau berdasarkan si empunya dongeng di dalam sejarah tradisional menunjukkan petunjuk bahwa materi yang dikisahkan itu tidak berasal dari penulis sendiri, melainkan dari orang lain dan dalam banyak hal diperoleh secara lisan. Sumber mulut harus diperkaya dengan dengan sumber-sumber tertulis. Penelitian mulut hanyalah sebagai salah satu sumber yang tersedia bagi seorang sejarawan.

Sejarah mulut biasanya menceritakan suatu insiden sejarah dari sumber pertama atau dari saksi mata insiden sejarah. Tradisi mulut mempunyai jangkauan yang lebih luas. Tradisi merupakan kisah yang diperoleh bukan dari orang yang menyaksikan insiden itu sendiri, melainkan mendengar dari orang lain atau dari satu, dua, tiga atau lebih generasi sebelumnya. Seringkali tradisi mulut dianggap sebagai kenangan dari kenangan. Tradisi mulut biasanya meliputi semua aspek kehidupan banyak sekali aspek kehidupan masa lampau, ibarat legenda, epik, peribahasa, teka-teki, dan ungkapan. Tradisi mulut cenderung menjadi belahan dari aktivitas para antropolog atau jago folklor.

Sejarah mulut mempunyai kelebihan sebagai berikut:
  1. Pengumpulan data dalam sejarah mulut dilakukan dengan komunikasi dua arah sehingga memungkinkan sejarawan sanggup menanyakan eksklusif belahan yang kurang terang kepada narasumber.
  2. Penulisan sejarah menjadi lebih demokratis lantaran memungkinkan sejarawan untuk menggali informasi dari semua golongan masyarakat.
  3. Melengkapi kekurangan data atau informasi yang belum termuat dalam dokumen. Penelitian sejarah mulut yang dipadukan dengan sumber tertulis dianggap sanggup melengkapi kekurangan sumber-sumber sejarah selama ini.
Di samping mempunyai kelebihan, sejarah mulut juga mempunyai beberapa kekurangan atau kelemahan sebagai berikut:
  1. Terbatasnya daya ingat seorang pelaku atau saksi sejarah terhadap suatu peristiwa.
  2. Subjektivitas dalam penulisan sejarah sangat tinggi. Dalam hal ini perasaan keakuan dari seorang saksi dari seorang pelaku sejarah yang cenderung memperbesar peranannya dan menutupi kekurangannya sering muncul dalam proses wawancara. Selain itu, subjektivitas juga terjadi lantaran sudut pandang dari masing-masing pelaku dan saksi sejarah terhadap suatu insiden sering kali berbeda.
Perbedaan sudut pandang dari beberapa pelaku sejarah terhadap insiden yang sama sanggup diambil pola pada insiden menjelang proklamasi kemerdekaan, wacana tokoh yang mengajukan seruan penandatanganan teks proklamasi. Para pelaku sejarah tersebut, yaitu Ahmad Soebardjo, Bung Hatta, dan B.M. Diah. Setelah insiden Proklamasi Kemerdekaan RI berlangsung. Demikian juga Bung Hatta dalam memoirnya, juga menyampaikan bahwa Soekarnilah yang mengusulkan biar Bung Karno dan Bung Hatta yang menandatangani Proklamasi itu, sedangkan B.M. Diah yang juga menyaksikan insiden tersebut menyampaikan bahwa yang mengusulkan itu ialah Chaerul Saleh, sesudah berunding dengan B.M. Diah. Sukarni menolak isi Proklamasi buatan Soekarno, Hatta, dan Soebardjo lantaran dianggap kurang revolusioner, sedangkan yang mengusulkan biar Proklamasi itu ditandatangani hanya oleh Soekarno-Hatta ialah Chaerul Saleh sehingga baik Ahmad Soebardjo maupun B.M. Diah mempunyai pendapat yang berbeda mengenai hal yang sama.

Untuk mendapatkan data yang seimbang mengenai suatu insiden sejarah maka penelitian sejarah mulut harus dilakukan dengan melaksanakan wawancara dengan banyak sekali golongan yang terlibat dalam insiden tersebut. Dalam praktik wawancara sejarah mulut telah dikembangkan suatu teknik yang disebut wawancara simultan, yakni wawancara secara sekaligus terhadap sejumlah pelaku yang mengalami insiden yang sama. Dengan cara ini sanggup diperoleh dua hasil yang tidak tercapai dengan wawancara perseorangan. Pertama, para pelaku itu akan saling bantu mengingat-ingat pelbagai unsur insiden yang sama-sama mereka alami. Ini terutama terasa apabila para pelaku sudah berusia agak lanjut. Kedua, secara sekaligus kita sanggup mencocokkan pelbagai data yang diajukan oleh pelaku lantaran berdasarkan pengalaman, pelbagai pelaku dari insiden yang sama sanggup mempunyai persepsi yang berbeda-beda.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penelitian sejarah mulut sebagai berikut:

1. Sumber dari Pelaku Sejarah

Para pelaku sejarah ialah mereka yang terjun atau berkecimpung eksklusif dalam sebuah insiden bersejarah. Pelaku ini memegang peranan yang cukup penting dalam proses terjadinya insiden sejarah. Dengan demikian, seorang pelaku sejarah sanggup mengungkapkan segamblang-gamblangnya−sejauh yang masih sanggup ia ingat−peristiwa yang dialaminya lantaran ia aktif dan mungkin cukup tahu latar belakang peristiwa. Di sinilah letak kelebihan seorang pelaku sebagai sumber sejarah lisan.

Meski demikian, tetap saja penelitian terhadap para pelaku sejarah sanggup menyebabkan keterangan yang subjektif. Ia sanggup saja menambahkan atau mengurangi kisah yang bergotong-royong terjadi guna kepentingan pribadi atau golongan atau negaranya. Ada beberapa hal yang sengaja disembunyikan olehnya lantaran menyangkut nama baiknya. Atau mungkin pula ia memang lupa sebagian atau detail insiden yang terjadi.

Contoh yang sering diungkapkan ialah peranan Letkol Soeharto dalam pertempuran pada masa revolusi mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia. Letkol Soeharto merupakan pelaku dari insiden tersebut selain Jenderal Soedirman, Ahmad Yani, Gatot Soebroto, serta ribuan tentara lainnnya. Puluhan foto menunjukkan bahwa Soeharto memang eksklusif terlibat dengan insiden revolusi fisik saat ibukota pindah ke Yogyakarta dari Jakarta. Soeharto sanggup menjelaskan beberapa fragmen dari insiden bersejarah lantaran ia sendiri turun dalam medan pertempuran melawan pasukan Belanda-Sekutu. Namun, apakah semua yang dikisahkannya merupakan kebenaran yang mutlak? Apakah dalam kisah yang diceritakannya tidak terdapat penambahan biar si pelaku namanya melambung dan makin harum? Segala kemungkinan niscaya tetap ada.

2. Sumber dari Saksi Sejarah

Saksi merupakan seseorang yang pernah menyaksikan atau melihat sebuah insiden saat berlangsung. Namun berbeda dengan pelaku, saksi ini bukan pelaksana dan tidak terlibat eksklusif dengan jalannya peristiwa. Ia hanya menyaksikan dan bersaksi bahwa insiden tersebut ada dan pernah berlangsung. Sama ibarat para pelaku, para saksi sejarah pun sanggup mengungkapkan kesaksiannya secara tak jujur. Ia bisa menutupnutupi atau menambahkan dongeng yang sesungguhnya tak ia lihat atau tak pernah terjadi. Bisa saja ia bersaksi sebelah pihak, berat sebelah. Ia menceritakan kebenaran sepihak lantaran apa yang ia beritakan ternyata mengagung-agungkan salah satu pihak atau pihak-pihak tertentu. Pada kesempatan lain bisa saja saksi sejarah ini menjelek-jelekkan pihak tertentu biar pihak yang dipojokkannya itu namanya makin hancur.

Contoh dari keberpihakan saksi sejarah ini adalah, misalnya, terjadi pada insiden hubungan Gerakan Aceh Merdeka dengan Republik Indonesia. Saksi yang memihak GAM tentu akan menyampaikan bahwa GAM ialah pihak yang benar lantaran selalu mementingkan rakyat Aceh sedangkan RI hanyalah pihak yang pintar mengeruk kekayaan alam Aceh tanpa bisa berterima kasih yang cukup dan layak. Sebaliknya, saksi yang pro RI niscaya menyampaikan bahwa pihak RI yang benar lantaran melihat banyak rakyat Aceh yang dihabisi oleh GAM.

Dari pola di atas, sanggup disimpulkan bahwa isu atau keterangan dari satu atau dua orang saksi akan insiden sejarah, tentunya dirasakan tak cukup. Diperlukan saksi-saksi yang lain guna memperjelas duduk permasalahan dan detail insiden sejarah yang bersangkutan. Dengan demikian, kita akan memperoleh klarifikasi yang menyeluruh wacana sebuah insiden bersejarah yang tengah diteliti.

3. Tempat Peristiwa Sejarah

Dalam sejarah, permasalahan wacana lokasi kawasan dan waktu insiden sejarah berlangsung sangatlah utama. Karena sebuah peristiwa, baik itu sejarah atau keseharian, tentunya terikat dengan waktu dan tempat. Tak mungkin sebuah insiden tidak terjadi di sebuah tempat. Bila memilih kawasan bersejarah yang terjadi beberapa tahun yang lalu, kita bisa melihat kawasan tersebut lantaran lokasinya masih ada atau ibarat saat insiden berlangsung. Tempat di sini sanggup berupa nama jalan, gedung, gunung, jembatan, sungai, lapangan alun-alun, desa, kabupaten, atau kota. Gedung fisik di sini sanggup berbentuk gedung kantor, rumah, hotel, gedung parlemen, teater, bioskop, sekolah, masjid, gereja, candi, atau istana keraton.
 Sejarah mulut bergotong-royong telah berkembang semenjak usang Pintar Pelajaran Penelitian Sejarah Lisan : Metode, Tujuan, Kelebihan, Kekurangan / Kelemahan, Prinsip Dasar
Gambar 1. Kolam pemandian Candi Tikus, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, merupakan kawasan yang menjadi saksi bisu kehidupan Kerajaan Majapahit zaman dulu. (Wikipedia Commons)
Sebagian lokasi dan kawasan tersebut memang sudah ada yang berubah dan rupanya tak lagi sama ibarat waktu insiden sejarah berlangsung. Namun, tak sedikit pula kawasan bersejarah (biasanya bangunan fisik) yang tak berbekas sama sekali, atau jika masih ada pun hanya puing-puingnya atau pondasi dasar bangunan. Bisa saja, bangunan tersebut dahulunya ditinggalkan penduduknya lantaran suatu hal, bisa banjir, letusan gunung, gempa, longsor, tsunami. Atau bisa saja kawasan tersebut diserang oleh sekelompok musuh, kemudian bangunan tersebut dihancurkannya hingga rata dengan tanah.

Namun, ada kalanya para jago tak sanggup memilih di mana letak insiden sejarah itu berlangsung. Ini terjadi lantaran tak ada benda atau artefak yang meninggalkan jejak untuk diteliti. Misalnya, hingga kini para jago masih galau di mana letak pastinya istana Kerajaan Tarumanagara, meskipun tahu bahwa letaknya di sekitar Jakarta-Tangerang-Bekasi. Namun, tetap saja letak pastinya tak berhasil diketemukan. Kita hanya tahu dari beberapa prasasti peninggalan zaman Tarumanagara bahwa kerajaan ini terletak di sekitar Jabotabek, tak lebih.

4. Latar Belakang Peristiwa Sejarah

Di samping sumber dan lokasi, kita harus mengetahui hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya insiden sejarah. Latar belakang ini termasuk hal terpenting dalam menelusuri jalannya insiden bersejarah. Ialah peletup dan penyebab insiden terjadi dan berlangsung. Tanpa adanya latar belakang tak mungkin sebuah persitiwa terjadi.

Peristiwa sejarah sanggup terjadi lantaran faktor sosial, politik, ekonomi, ideologi, atau kebudayaan. Peristiwa Revolusi Perancis 1789, misalnya, meletus akhir kebijakan Raja Perancis yang menjadikan rakyat jelata di Perancis tertekan. Kehidupan ekonomi mereka terpuruk, sementara kehidupan para abdi istana bermewah-mewahan. Faktor sosial dan ekonomi pun kesannya sangat kuat terhadap sebuah peristiwa.

Contoh insiden sejarah yang disebabkan oleh faktor ideologi ialah pemberontakan partai komunis, baik di Rusia, Cina, maupun Indonesia. Karena yakin bahwa komunisme bisa meredam dan mengalahkan praktik kapitalisme dan liberalisme maka para simpatisan komunis bergerak untuk melaksanakan revolusi dan melawan pemerintahan atau kerajaan yang ada. Tak jarang, dalam insiden perlawanan ini banyak korban jiwa berjatuhan lantaran mempertahankan ideologi.

5. Pengaruh serta Akibat dari Peristiwa Sejarah

Peristiwa sejarah mau tidak mau meninggalkan akhir yang menghipnotis kehidupan masa berikutnya. Kita tak menginginkan, misalnya, terjadinya insiden tsunami di Aceh atau gempa di Yogyakarta, namun kita tak bisa menghindarinya, dan petaka tersebut telah menunjukkan akhir serta pengaruhnya yang hebat kepada penduduk setempat dan masyarakat luas. Orang-orang yang tertimpa peristiwa tersebut harus mendapatkan akhir yang terjadi, ibarat kehilangan sanak saudara, harta benda, pekerjaan, dan sebagainya.

Sebagai akhir lain dari insiden alam tersebut, kita serta merta bergotong royong guna meringankan beban penduduk yang terkena musibah alam tersebut. Kejadian alam tersebut kuat (besar atau kecil) pula pada diri kita yang tidak terkena musibah. Kita menjadi sanggup lebih bersyukur, lebih cendekia memandang arti kehidupan, dan menjadi dermawan.

Sebuah insiden sejarah bisa menjadi penyebab yang melatarbelakangi insiden sejarah yang lain di kemudian hari. Jadi, seringkali sebuah insiden sejarah terjadi sebagai akhir dari insiden sejarah sebelumnya. Misalnya, pada kasus keruntuhan Singasari. Runtuhnya Kerajaan Singasari menjadikan munculnya kerajaan baru, yakni Majapahit.

Akibat yang muncul dari sebuah insiden sejarah sanggup bernilai positif dan negatif. Perang Dunia II banyak menyebabkan korban nyawa dan materi. Namun, di lain pihak perang dunia tersebut bisa menghentikan sepak terjang Adolf Hitler, pemimpin Nazi Jerman yang populer anti Yahudi dan penyebab meletusnya Perang Dunia II.

Begitu pula, dengan Jepang. Pengeboman terhadap kota Hiroshima dan Nagasaki merupakan langkah yang mau tak mau harus ditempuh oleh pasukan Sekutu Inggris-Amerika Serikat. Dalam sekejap, pasukan Jepang yang berada di Asia Tenggara mengalah tanpa syarat dan Perang Pasifik pun berhenti. Dengan menyerahnya Jepang, rakyat Indonesia pun bangun dan segera memerdekakan diri pada 17 Agustus 1945. Namun, penduduk Hiroshima dan Nagasaki mengalami kehancuran yang begitu parah. Orang yang selamat nyawanya pun tetap mengalami cedera seumur hidup. Banyak di antara mereka yang mengalami gangguan jiwa dan tekanan mental akhir letusan bom yang dasyat.

Dari uraian-uraian di atas tadi kita bisa mengambil simpulan bahwa mempelajari dan meneliti sejarah merupakan pekerjaan mulia. Dengan mengetahui seluk-beluk sejarah, kita akan lebih bijak dalam melihat dan menyikapi segala insiden yang telah dan sedang terjadi. Mempelajari sejarah bukan berarti kita mengharapkan kemegahan masa kemudian untuk bermetamorfosis kembali, melainkan kita mesti menarik pelajaran yang berharga darinya. Di samping itu, melalui penelitian ilmiah ini, kebenaran sejarah akan terkuak tanpa campur tangan negara atau pihak-pihak tertentu. Dengan demikian, sejarah menjadi milik setiap orang, bukan milik orang-orang tertentu yang ingin memutarbalikkan fakta sejarah.

Anda kini sudah mengetahui Penelitian Sejarah Lisan. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Hendrayana. 2009. Sejarah 1 : Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Jilid 1 Kelas X. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 202.

No comments:

Post a Comment