Saturday, November 30, 2019

Pintar Pelajaran Bubuk Tandan Kosong Kelapa Sawit, Katalis Basa, Reaksi Transesterifikasi : Artikel Dan Makalah

Artikel dan Makalah tentang Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit, Katalis Basa, Reaksi Transesterifikasi - Kebutuhan minyak bumi yang semakin besar merupakan tantangan yang perlu diantisipasi dengan pencarian alternatif sumber energi. Minyak bumi merupakan sumber energi yang tak terbarukan, butuh waktu jutaan bahkan ratusan juta tahun untuk mengkonversi materi baku minyak bumi menjadi minyak bumi, peningkatan jumlah konsumsi minyak bumi mengakibatkan menipisnya jumlah minyak bumi. Dari banyak sekali produk olahan minyak bumi yang dipakai sebagai bahan bakar, yang paling banyak dipakai ialah materi bakar diesel, karena kebanyakan alat transportasi, alat pertanian, peralatan berat dan penggerak generator pembangkit listrik memakai materi bakar tersebut.


YOESWONO, JOHAN SIBARANI, SYAHRUL KHAIRI
Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRAK

Telah dilakukan reaksi transesterifikasi minyak kelapa sawit dalam media metanol dengan memanfaatkan bubuk tandan kosong kelapa sawit sebagai katalis basa. Karakterisasi bubuk TKKS dilakukan dengan uji AAS dan titrasi indikator. Variabel yang dipelajari ialah dampak berat bubuk tandan kosong kelapa sawit (5 g, 10 g, 15 g, 20 g dan 25 g) yang direndam di dalam 75 mL metanol dan rasio mol metanol-minyak (3:1;6:1;9:1 dan 12:1). Biodiesel diperoleh dengan merefluks minyak kelapa sawit dengan metanol yang telah terlebih dahulu direndam di dalamnya bubuk tandan kosong kelapa sawit. Refluks dilakukan pada temperatur kamar selama 2 jam. Lapisan ester didistilasi pada temperatur 74 °C, diekstraksi dengan aquades, kemudian sisa air diikat dengan penambahan Na2SO4 anhidrat dan disaring. Biodiesel yang dihasilkan dikarakterisasi dengan kromatografi gas-spektroskopi massa (GC-MS), ASTM D 1298 (gravitasi spesifik pada 60/60°F), ASTM D 97 (titik tuang), ASTM D 2500 (titik kabut), ASTM D 93 (titik nyala), ASTM D 445 (viskositas kinematik pada 40°C), ASTM D 482 (kadar abu), dan ASTM D 189 (sisa karbon Conradson). Biodiesel yang diperoleh memiliki penyusun utama berupa adonan metil ester dengan senyawa utama berupa metil palmitat. Kenaikan berat bubuk tandan kosong kelapa sawit memberikan konversi biodiesel maksimum pada berat bubuk sebesar 15 g, dan menurun untuk berat yang lebih besar. Kenaikan jumlah mol metanol menaikkan konversi biodiesel hingga optimum pada perbandingan mol metanol minyak 9:1 (84,12%) dan menurun pada rasio 12:1 (75,58%). Sebagian besar biodiesel yang dihasilkan telah sesuai dengan aksara fisis minyak solar dan minyak diesel.

Kata Kunci: bubuk tandan kosong kelapa sawit, biodiesel, transesterifikasi, metanol.

PENDAHULUAN

Biodiesel merupakan salah satu solusi dari banyak sekali dilema tersebut. Biodiesel merupakan materi bakar alternatif pengganti minyak diesel yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Penggunaan biodiesel dapat dicampur dengan petroleum diesel (solar) (anonim, 2003). Biodiesel mudah digunakan, bersifat biodegradable, tidak beracun, dan bebas dari belerang dan senyawa aromatik. Selain itu biodiesel mempunyai nilai flash point (titik nyala) yang lebih tinggi dari petroleum diesel sehingga lebih kondusif kalau disimpan dan digunakan.

Penggunaan minyak kelapa sawit atau minyak nabati lainnya sebagai bahan bakar diesel menimbulkan suatu dilema lantaran tingginya viskositas yang dapat mengakibatkan kerusakan pada mesin. Untuk mengatasinya sanggup dilakukan pereaksian minyak dengan alkohol berantai pendek dengan proteksi katalis, proses ini dikenal dengan reaksi transesterifikasi atau alkoholisis. Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa biasanya memakai logam alkali alkoksida, NaOH, KOH, dan NaHCO3 sebagai katalis. Katalis basa ini lebih efektif dibandingkan katalis asam, konversi hasil yang diperoleh lebih banyak, waktu yang dibutuhkan juga lebih singkat serta sanggup dilakukan pada temperatur kamar (Juwita, 2005). Logam dari basa terekstraksi ke dalam alkohol yang kemudian bereaksi dengan alkohol membentuk alkoksida yang bersifat nukleofilik, alkoksida akan menyerang gugus karbonil. Reaksi ini diikuti tahap eliminasi yang menghasilkan ester dan alkohol baru. Secara umum reksi transesterifikasi minyak dengan alkohol sanggup dituliskan pada gambar 1.

Penggunaan katalis ini sanggup diganti dengan memakai bubuk tandan kosong kelapa sawit, hasil pembakaran tandan kosong kelapa sawit yang berupa abu ternyata mempunyai kandungan kalium yang cukup tinggi sebesar 30-40% sebagai K2O. Abu tandan ternyata mempunyai komposisi 30-40% K2O, 7% P2O5, 9% CaO, 3% MgO dan unsur logam lainnya (Fauzi, 2005). Dengan melarutkan sejumlah tertentu bubuk ke dalam sejumlah tertentu alkohol (metanol atau etanol), logam kalium akan terekstraksi ke dalam alkohol dan diperlukan akan bereaksi lebih lanjut membentuk garam metoksida kalau memakai metanol atau garam etoksida kalau memakai etanol. Garam inilah yang akan membantu mempercepat proses reaksi transesterifikasi minyak nabati.

Telah diketahui, bahwa pengolahan kelapa sawit selain menghasilkan CPO (Crude Palm Oil) juga menghasilkan produk-produk samping dan limbah, yang bila tidak diperlakukan dengan benar akan berdampak negatif terhadap lingkungan. Satu ton tandan buah segar kelapa sawit mengandung 230–250 kg tandan kosong kelapa sawit (TKKS), 130-150 kg serat, 65-65 kg cangkang dan 55-60 kg biji dan 160-200 kg minyak mentah (Fauzi, 2005). Penggunaan tandan kosong kelapa sawit selama ini ialah sebagai substrat dalam budidaya jamur, bahan bakar boiler, dan dibakar untuk dimanfaatkan abunya.

Pembuatan biodiesel dari minyak kelapa sawit dengan katalis bubuk tandan kosongnya, diperlukan bisa mengatasi banyak sekali permasalahan, di antaranya meningkatkan nilai jual minyak kelapa sawit saat produk kelapa sawit membanjir di pasaran, menambah khazanah penelitian materi bakar alternatif, juga mengoptimalkan penggunaan kelapa sawit tidak hanya produk minyak tetapi juga limbah yang dihasilkan industri tersebut.
Kebutuhan minyak bumi yang semakin besar merupakan tantangan yang Pintar Pelajaran Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit, Katalis Basa, Reaksi Transesterifikasi : Artikel dan Makalah
Gambar 1. Reaksi transesterifikasi molekul minyak.
METODE

Preparasi Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit

Abu TKKS digerus dengan dengan mortar dan disaring dengan penyaring mesh 100. Selanjutnya bubuk dikeringkan dalam panggangan pada temperatur 110°C selama 2 jam. Karakterisasi bubuk TKKS dilakukan dengan uji AAS dan titrasi indikator.

Proses Pembuatan biodiesel

Sejumlah tertentu bubuk tandan kosong kelapa sawit direndam dalam 75 mL metanol teknis dari Brataco Chemika (BM = 32,04 g mol-1) selama ± 48 jam pada temperatur kamar. Ekstrak yang diperoleh dicukupkan volumenya sehingga diperoleh rasio mol metanol/minyak tertentu yang akan dipakai untuk melakukan reaksi transesterifikasi terhadap 250 g minyak goreng curah (dengan asumsi bahwa minyak goreng curah merupakan minyak kelapa sawit dengan BM = 704 g mol-1).

Reaksi transesterifikasi dilakukan pada labu leher tiga kapasitas 500 mL, yang dilengkapi dengan pemanas listrik, termometer, pengaduk magnet, dan sistem pendingin, refluks dilakukan pada temperatur kamar. Ditimbang 250 g minyak goreng curah dan dituang dalam labu leher tiga, kemudian dirangkai dengan sistem pendingin. Sejumlah tertentu larutan metanol yang telah dipersiapkan dituang ke dalam labu leher tiga tersebut, dan pengaduk magnet dihidupkan. Waktu reaksi dicatat semenjak pengaduk magnet dihidupkan.

Setelah reaksi berjalan 2 jam, pengadukan dihentikan, adonan yang terbentuk dituang dalam corong pemisah, dibiarkan terjadi pemisahan selama 2 jam pada temperatur kamar. Lapisan metil ester yang terbentuk dipisahkan dari lapisan gliserol, selanjutnya didistilasi hingga temperatur 74°C untuk menghilangkan sisa metanol. Untuk menghilangkan sisa katalis dan gliserol dalam metil ester dilakukan pembersihan dengan memakai air berulang kali, sampai diperoleh lapisan air yang jernih. Kemudian metil ester dikeringkan dengan penambahan Na2SO4 anhidrat p.a (E.Merck).

Prosedur proses transesterifikasi di atas dilakukan dengan variasi berat abu (rasio mol metanol minyak 6 : 1, waktu reaksi 2 jam, temperatur kamar, dan kecepatan pengadukan dijaga konstan), variasi rasio mol metanol/minyak (berat abu terpilih, waktu reaksi 2 jam, temperatur kamar, dan kecepatan pengadukan dijaga konstan), dan variasi temperatur (berat bubuk terpilih, waktu reaksi 2 jam, rasio metanol/minyak terpilih, dan kecepatan pengadukan dijaga konstan).

Analisis Biodiesel

Lapisan metil ester yang telah dimurnikan ditimbang, sehingga dapat diketahui persentase hasil, dengan rumus sebagai berikut.
Keterangan :

WP = berat produk yang diperoleh, g, dan
W= berat materi baku, g.

Komposisi metil ester yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan GC-MS (Shimadzu QP-5000) jenis pengionan EI (Electron Impact). Untuk menetapkan kesesuaian biodiesel yang dihasilkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak solar, dilakukan analisis dengan beberapa metode-metode uji ASTM (ASTM D 1298, ASTM D 97, ASTM D 2500, ASTM D 93, ASTM D 445, dan ASTM D 482) (Laboratorium Penguji Produksi Pusdiklat Migas)

HASIL

Berdasarkan analisis kadar logam total dalam bubuk tandan kosong sawit (TKKS) dengan AAS, logam kalium merupakan kandungan logam terbesar yang terdapat dalam bubuk TKKS sebesar 196,63 g/kg berat abu. Dengan temperatur pengabuan yang kurang dari 900 °C dimungkinkan kalium tersebut sebagai kalium karbonat. Kalium karbonat mempunyai kelarutan dalam metanol sebesar 16,500 ppm (Anonim, 2006).

Untuk masing-masing berat bubuk (5; 10; 15; 20; dan 25 g) yang diekstrak dengan metanol, jumlah kalium yang terekstrak sanggup ditampilkan ibarat pada Tabel 1. Untuk memastikan kalium yang terdapat pada bubuk TKKS berada dalam bentuk senyawa kalium karbonat (K2CO3), sanggup diketahui melalui uji alkalinitas dengan metode titrasi indikator. Berdasarkan hasil data pengujian sanggup diambil kesimpulan bahwa anion karbonat (CO3=) merupakan anion yang paling dominan yang terdapat pada bubuk TKKS dengan kadar sebesar 196,63 g/kg berat abu. Dengan demikian sanggup dipastikan bahwa kalium yang terdapat dalam bubuk TKKS berada dalam bentuk persenyawaan K2CO3 .

Tabel 1. Kadar kalium dalam ekstrak bubuk TKKS dengan 75 mL metanol teknis

Berat bubuk TKKS, g
Kalium terekstrasi, mg
5,0075
238,60
10,0179
377,09
15,0180
510,04
20,0234
543,19
25,0120
601,95

Pada penentuan berat bubuk maksimum, dilakukan variasi berat bubuk yang direndam ke dalam 75 mL metanol selama 48 jam pada temperatur kamar, berat abu yang dipakai ialah 5, 10, 15, 20 dan 25 g. Specific gravity digunakan sebagai indikator untuk melihat berat bubuk terbaik yang sanggup digunakan.

Tabel 2. Specific gravity biodiesel hasil transesterifikasi dengan variasi berat abu

No
Berat Abu,g
Rasio mol
Sp. gr. Obsd.
Tempt. Obsd., °F
Sp. Gr. 60/60°F
1
5
6:01



2
10
6:01
0,895
84,5
0,904
3
15
6:01
0,893
83,5
0,901
4
20
6:01
0,890
84,0
0,898
5
25
6:01
0,888
84,5
0,897

Dari Tabel 2 sanggup dilihat bahwa biodiesel hasil transesterifikasi dengan menggunakan katalis bubuk tandan kosong kelapa sawit sebanyak 10 gram memberikan specific gravity yang paling tinggi diantara bubuk dengan berat 15, 20, dan 25 g. Pada sistem dengan berat bubuk sebesar 5 g, biodiesel tidak terbentuk dalam waktu reaksi selama 2 jam lantaran jumlah kalium yang terekstraksi untuk 5 g berat bubuk TKKS terlalu sedikit, sehingga katalis tersebut belum efektif digunakan sebagai katalis dalam reaksi transesterifikasi. Pengukuran Specific gravity memakai alat uji standar ASTM D 1298.

Pengaruh rasio mol metanol-minyak terhadap konversi hasil metil ester diamati dengan memvariasi rasio mol metanol-minyak 3:1, 6:1, 9:1 dan 12:1. Rekasi seluruhnya dilakukan pada kondisi tetap yaitu katalis sebesar 15 g per 75 mL metanol, selanjutnya direfluks pada temperatur kamar. Konversi biodiesel dihitung dengan persamaan (1) sehingga diperoleh hasil ibarat disajikan pada Gambar 2.
Kebutuhan minyak bumi yang semakin besar merupakan tantangan yang Pintar Pelajaran Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit, Katalis Basa, Reaksi Transesterifikasi : Artikel dan Makalah
Gambar 2. Rasio minyak-metanol dengan konversi biodiesel.
Analisis dengan memakai GC dan GC-MS bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen yang terdapat dalam biodiesel serta mengetahui kuantitas masing-masing komponen tersebut. Persentase dari komponen biodiesel hasil konversi dari minyak kelapa sawit disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Komponen biodiesel hasil transesterifikasi dengan variasi mol reaktan

Nama senyawa
Rasio mol metanol-minyak
3:01
6:01 9:01
12:01
Peak no
%
Peak no
%
Peak no
%
Peak no
%
Metil kaprilat
2
7,56
3
9,19
5
8,75
3
6,56
Metil kaprat
3
5,82
5
7,11
6
7,57
4
6,59
Metil laurat
4
8,75
6
8,29
8
8,76
5
9,69
Metil miristat
5
18,15
7
17,36
10
18,25
6
19,39
Meil palmitat
6
50,06
8
47,91
11
46,79
7
48,17
Metil oleat
7
5,99
9
6,31
12
5,97
8
5,99
Metil stearat
8
3,36
10
2,69
13
2,87
9
3,49

Data karakteristik produk biodiesel selengkapnya disajikan pada Tabel 3. karakteristik biodiesel diuji dengan alat-alat uji standar ASTM D 1298 untuk berat jenis, ASTM D 97 untuk titik tuang, ASTM D 2500 untuk titik kabut, ASTM D 93 untuk titik nyala, ASTM D 445 untuk viskositas kinematis, dan ASTM D 482 untuk kandungan abu.

Tabel 4. Sifat-sifat fisik biodiesel

No.
Parameter
Hasil uji
Batasan diesel dan solar٭
Rasio mol metanol-minyak
3:01
6:01
9:01
12:01
min
maks
1.
Berat jenis pada 60/60 °F Viskositas
0,9104
0,9143
0,8721
0,8714
0,840
0,920
2.
kinematik pada 100 °F, cSt
16,81
10,68
3,063
2,823
1,6
7,0
3.
Viskositas






4.
redwood pada 100 °F, sec *) Titik tuang, °F
68,08 55
43,25 40
12,40 25
11,43 25
6,84 -
28,35 65
5.
Titik kabut, °F, Sisa karbon
59
42,8
32
41
-
-
6
Conradson, %berat
0,0826
0,0836
0,0799
0,0737
-
1
7
Titik nyala, cc, °C
142
128
112
114
150
-
8
Kandungan abu, %berat
0,0810
0,0825
0,0757
0,0739
-
0,02

٭(Trisunaryanti, 2004)

PEMBAHASAN

Secara stoikhiometri 1 mol alkohol bereaksi dengan 3 mol trigliserida, tetapi untuk menggeser reaksi kearah produk, dipakai pereaksi yang berlebih, dalam hal ini alkohol dibentuk berlebih. Sesuai dengan aturan kesetimbangan kimia, jika reaktan yang berada disebelah kiri panah reaksi ditambah kuantitasnya, maka kesetimbangan akan bergeser kearah produk yang berada di sebelah kanan panah reaksi, begitu juga sebaliknya. Oleh lantaran itu, saat reaktan ditambah, maka produk akan terbentuk hingga terjadi kesetimbangan antara produk dan reaktan, begitu juga saat produk yang terbentuk diambil, maka reaktan akan terkonversi menjadi produk hingga terjadi kesetimbangan.

Dari Gambar 2 sanggup dilihat pada rasio mol metanol-minyak kelapa sawit sebesar 9:1 menunjukkan hasil konversi biodiesel yang paling besar yaitu sebesar 84,12%. Peningkatan rasio mol pereaksi diikuti dengan meningkatnya konversi metil ester yang dihasilkan hingga optimum pada rasio mol 9:1, kemudian terjadi penurunan konversi metil ester pada perbandingan mol reaktan 12:1. Konversi metil ester yang dihasilkan pada rasio mol 3:1 paling rendah (66,8%) disebabkan oleh terjadinya reaksi penyabunan terhadap hasil ester yang terbentuk. Hal yang sama terjadi paada rasio mol 6:1 meskipun sabun yang terbentuk lebih sedikit. Reaksi penyabunan/saponifikasi ini disebabkan oleh adanya air.

Meskipun keberadaan air tak sanggup dihindari, ternyata pada rasio mol 9:1 dan 12:1 tidak terbentuk padatan sabun. Penggunaan metanol yang berlebihan semakin memperlambat laju hidrolisis (penyabunan) terhadap ester karena metanol dalam bentuk ion metoksida berekasi cepat dengan trigliserida menghasilkan metil ester. Akan tetapi pada rasio mol 9:1 dan 12:1 terbentuk semacan emulsi yang agak sulit dipisahkan dalam adonan metil ester. Hal ini disebabkan metanol yang berlebihan melarutkan gliserol yang konsentrasinya semakin meningkat. Emulsi yang terbentuk pada rasio mol 12:1 lebih sulit dipisahkan daripada rasio mol 9:1. Dengan demikian penambahan rasio mol metanol-minyak cenderung mengakibatkan emulsi dalam adonan metil ester sekaligus menyulitkan pengambilan kembali gliserol yang larut dalam metanol. Emulsi akan hilang dengan pendiaman beberapa usang (2-3 hari) serta melalui penyaringan.

Penurunan konversi pada rasio 12:1 kemungkinan juga disebabkan oleh metanol yang berlebihan larut dalam gliserol yang terbentuk. Akibatnya metanol yang bereaksi dengan trigliserida untuk membentuk metil ester semakin berkurang. Selain itu dengan adanya peningkatan hasil ester dan gliserol yang terus terbentuk selama reaksi berlangsung menjadikan reaksi sanggup berbalik arah membentuk senyawa antara ibarat monogliserida. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Krisnangkura dan Simamaharrnnop dalam Encinar et al. (2002) bahwa keberadaan gliserol sanggup mengakibatkan kesetimbangan kembali bergeser ke arah kiri (reaktan) sehingga mengurangi hasil ester. Peningkatan konversi metil ester seiring penambahan mol metanol juga berkaitan dengan distribusi katalis antara lapisan ester dan lapisan gliserol. Pada transesterifikasi minyak kelapa dengan rasio mol 3:1 dimungkinkan katalis lebih tertarik ke lapisan gliserol sebagaimana yang dinyatakan oleh Junek dan Mittel (dalam Encinar et al, 2002) bahwa untuk rasio molar metanol/minyak 3:1, katalis lebih tertarik ke lapisan gliserin. Oleh karenanya katalis tidak cukup tersedia pada lapisan ester, yang mengakibatkan reaksi transesterifikasi tidak berjalan sempurna. Dengan kata lain tidak seluruh trigliserida bereaksi membentuk metil ester. Selanjutnya menurut

Junek dan Mittel, metanol yang berlebihan menjadikan distribusi katalis semakin merata di kedua lapisan ester dan gliserol. Dengan didasari oleh pernyataan tersebut maka pada eksperimen ini ditunjukkan bawa penggunaan metanol berlebih yang mengakibatkan distribusi katalis semakin merata pada lapisan ester dan lapisan gliserol ternyata diikuti oleh peningkatan konversi metil ester hingga batasan optimun pada rasio mol metanol-minyak 9:1.

Pada Tabel 3 sanggup dilihat bahwa metil palmitat merupakan komponen utama penyusun biodiesel dengan persentase paling besar, lantaran asam palmitat pada trigliserida (minyak) kelapa sawit merupakan komponen terbesar, pada konversi biodiesel dari perbandingan 9:1 diperoleh metil palmitat sebesar 46,79%, kemudian diikuti dengan metil laurat sebagai komponen kedua terbanyak sebesar 18,25% dan sisanya ialah metil ester yang berasal dari asam-asam lemak lain penyusun minyak kelapa sawit, yaitu metil kaprilat, metil kaprat, metil miristat, metil oleat dan metil stearat.

Untuk mengetahui kualitas biodiesel yang dihasilkan maka dapat diketahui dari data pengujian karakteristik biodiesel ibarat yang tercantum dalam tabel 4. 

Penambahan mol metanol dalam reaksi transesterifikasi minyak kelapa sawit disertai dengan penurunan viskositas, dari viskositas minyak murni sekitar 30 cSt turun menjadi 3,063 cSt untuk biodiesel dengan perbandingan reaktan 9:1. Penambahan mol metanol mengakibatkan biodiesel yang dihasilkan semakin murni
lantaran semakin banyak jumlah trigliserida yang terkonversi menjadi metil ester. Campuran metil ester masih dimungkinkan mengandung trigliserida yang tidak bereaksi, sisa minyak atau senyawa hidrokarbon rantai panjang. Dari keempat variasi, hanya biodiesel dengan rasio mol pereaksi 3:1 dengan viskositas yang tidak masuk spesifikasi lantaran masih melampaui batas maksimum yang diijinkan, dan biodiesel dengan rasio mol 6:1 berada sedikit di atas nilai viskositas yang telah ditentukan.

Titik tuang berkaitan bersahabat dengan viskositas lantaran semakin rendah viskositas maka semakin gampang biodiesel untuk mengalir pada kondisi tertentu. Nilai titik tuang biodiesel semuanya masuk spesifikasi lantaran masih di bawah 65 °C. Nilai titik tuang biodiesel 9:1 dan 12:1 ialah sama lantaran keduanya memiliki viskositas yang hampir sama. Karakter fisik biodiesel lain yang diamati adalah berat jenis (spesific gravity) pada 60/60 °F. Berat jenis biodiesel naik dari rasio mol 3:1 ke 6:1 dan kemudian turun hingga rasio mol 12:1. Karakter titik nyala biodiesel seluruhnya masuk spesifikasi materi bakar diesel standar nilai rata-rata di atas 65.5 °F. Karakter ini menghipnotis keamanan materi bakar untuk disimpan pada kondisi temperatur tertentu. Semakin tinggi nilai titik nyala, maka bahan bakar semakin kondusif untuk disimpan pada kondisi temperatur yang relatif rendah.

Titik nyala biodiesel yang dihasilkan cukup baik yaitu di atas 100 °C. Karakter sisa karbon Conradson dari seluruh biodiesel yang dihasilkan cukup baik lantaran masih di bawah batas maksimum materi bakar diesel sebesar 0,1. Karakter ini bekerjasama dengan parameter kebersihan biodiesel, yaitu kecenderungan untuk meninggalkan deposit karbon pada mesin setelah pembakaran. Biodiesel memilik aksara sisa karbon yang rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa pembakaran biodiesel cukup tepat tanpa banyak meninggalkan residu berupa arang/karbon yang sanggup mengganggu operasi mesin diesel.

Berbeda dengan aksara fisik biodiesel lainnya, kadar bubuk dari biodiesel yang dihasilkan ternyata tidak memenuhi spesifikasi materi bakar diesel standar. Kadar bubuk yang tinggi pada biodiesel ini sanggup disebabkan oleh adanya kotoran-kotoran yang memang semenjak awal telah terkandung dalam minyak kelapa sawit. Kadar bubuk yang tinggi sanggup mengganggu operasi mesin diesel.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis logam-logam dengan AAS dalam bubuk TKKS, logam kalium merupakan komponen terbesar (29,8 % massa). Logam kalium dalam bubuk TKKS dimungkinkan berada dalam bentuk senyawa karbonat. Hal ini dibuktikan dengan uji alkalinitas terhadap bubuk TKKS. Dengan sifat basa yang dimiliki kalium karbonat maka bubuk TKKS mempunyai potensi untuk digunakan sebagai sumber katalis basa dalam pembuatan biodiesel. Penambahan rasio mol metanol terhadap minyak (3:1, 6:1, 9:1 dan 12:1) meningkatkan konversi Biodiesel. Besarnya konversi tersebut ialah rasio mol 3:1 = 66,8% ; 6:1 = 70,36% ; 9:1 = 84,12% dan 12:1 = 75,58%. Reaksi dengan rasio mol metanolminyak 9:1 merupakan kondisi optimun dalam pembuatan biodiesel karena menghasilkan konversi biodiesel tertinggi dan mempunyai aksara fisik yang paling sesuai dengan spesifikasi materi bakar diesel standar.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006, Potassium Carbonate Handbook, http://www.armandroducts.com, 13 Februari 2006.

Anonim, 2003, National Biodiesel board, website, www.biodiesel.org.

Encinar, J. M., Gonzales, J.F., Rodriguez, J.J., Tejedor, A., 2002, Biodiesel Fuels from Vegetable Oils : Transesterefication of Cynara cardunlus L. Oils with Ethanol, Energy & Fuels. J.A.C.S.,16.

Fauzi, Y., 2005, Kelapa Sawit, Budi Daya Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran, edisi revisi, Penebar Swadaya, Jakarta.

Juwita, A., 2005, Kajian Pengaruh Rasio Mol Metanol Minyak Kelapa Terhadap Kuantitas dan Kualitas Biodiesel Hasil Transesterifikasi Minyak Kelapa dengan katalis NaOH, Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA UGM, Yogyakarta.

Trisunaryanti, W., Yahya, M.U., Julia, D., 2004, Kajian Pengaruh Temperatur dan Persen Berat Katalis KOH Terhadap Hasil Transesterifikasi Minyak Kelapa Dalam Media Metanol pada Pembuatan Biodiesel, Prosiding Seminar Nasional Kimia XV, Yogyakarta.

Anda kini sudah mengetahui Artikel dan Makalah mengenai Abu Tandan KosongKelapa Sawit,   Katalis Basa, Reaksi Transesterifikasi. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

No comments:

Post a Comment