Saturday, November 30, 2019

Pintar Pelajaran Seni Tari Dan Drama, Seni Pertunjukan : Pengertian, Contoh, Macam-Macam, Modern, Tradisional

Artikel dan Makalah wacana Seni Tari dan Drama, Seni Pertunjukan : Pengertian, Contoh, Macam-macam, Modern, Tradisional - Dalam bahasa Inggris, seni pertunjukan dikenal dengan istilah perfomance art. Seni pertunjukan merupakan bentuk seni yang cukup kompleks lantaran merupakan gabungan antara banyak sekali bidang seni. Jika kau perhatikan, sebuah pertunjukan kesenian mirip teater atau sendratari biasanya terdiri atas seni musik, dialog, kostum, panggung, pencahayaan, dan seni rias. Seni pertunjukan sangat menonjolkan insan sebagai bintang film atau aktrisnya. Seni pertunjukan dibagi dua yaitu seni pertunjukan tradisional dan seni pertunjukan modern atau yang muncul belakangan ini. Apabila dilihat dari perkembangannya akan terlihat bahwa seni pertunjukan tradisional kalah berkembang dengan seni pertunjukan modern. Apabila tidak diantisipasi dengan baik, bukan mustahil seni pertunjukan tradisional tersebut akan hilang.

A. Seni Pertunjukan Tradisional

Di dalam setiap pementasannya, beberapa bentuk kesenian tradisional selalu membawa misi yang ingin disampaikan kepada penonton. Misi atau pesan itu sanggup bersifat sosial, politik, moral dan sebagainya. Sebenarnya dalam setiap pertunjukan seni tradisional ada beberapa nilai tertentu yang dikandungnya. Seni pertunjukan tradisional secara umum mempunyai empat fungsi, yaitu fungsi ritual, fungsi pendidikan sebagai media tuntunan, fungsi atau media penerangan atau kritik sosial dan fungsi hiburan atau tontonan.

Untuk memenuhi fungsi ritual, seni pertunjukan yang ditampilkan biasanya masih berpijak pada aturan-aturan tradisi. Misalnya sesaji sebelum pementasan wayang, ritual-ritual higienis desa dengan seni pertunjukan dan sesaji tertentu, pantangan-pantangan yang dihentikan dilanggar selama pertunjukan dan lainlain. Sebagai media pendidikan, pertunjukan tradisional mentransformasikan nilai-nilai budaya yang ada dalam seni pertunjukan tradisional tersebut. Oleh lantaran itu, seorang seniman betul-betul dituntut untuk sanggup berperan semaksimal mungkin atas tugas yang dibawakannya. Seni pertunjukan tradisional (wayang kulit, wayang orang, ketoprak) gotong royong sudah mengandung media pendidikan pada hakikat seni pertunjukan itu sendiri, dalam perwatakan tokoh-tokohnya dan juga dalam ceritanya. Misalnya kontradiksi yang baik dan yang jelek akan dimenangkan yang baik, kerukunan Pandawa, nilai-nilai kesetiaan dan lain-lain.

Pada masa kini ini seni pertunjukan tradisional cukup efektif pula sebagai media penerangan ataupun kritik sosial, baik dari pemerintah atau dari rakyat. Misalnya pesan-pesan pembangunan, penyampaian warta dan lain-lain. Sebaliknya rakyat sanggup mengkritik pimpinan atau pemerintah secara tidak pribadi contohnya lewat adegan goro-goro pada wayang atau lelucon pada ketoprak. Hal ini disebabkan adanya anggapan mengkritik (lebih-lebih) pimpinan atau atasan ialah “tabu”. Melalui sindiran atau guyonan sanggup diungkap wacana banyak sekali ketidakberesan yang ada, tanpa menyakiti orang lain.

Sebagai media tontonan seni pertunjukan tradisional harus sanggup menghibur penonton, menghilangkan stres dan menyenangkan hati. Sebagai tontonan atau hiburan seni pertunjukan tradisional ini biasanya tidak ada kaitannya dengan upacara ritual. Pertunjukan ini diselenggarakan benar-benar hanya untuk hiburan contohnya tampil pada peringatan kelahiran, resepsi kesepakatan nikah dan lain-lain.

B. Seni Pertunjukan Modern

Contoh pertunjukan modern antara lain drama, opera, fragmen, teater, dan film. Seni pertunjukan modern banyak ditampilkan di media elektronik mirip televisi.

Seni pertunjukan mencakup seni tari, seni drama, dan seni musik.

1. Seni Tari

Apakah Anda mengenal seni tari? Menurut Curt Sach dalam World History of The Dance, tari ialah gerak yang berirama. Menurut Corrie Hartong tari ialah gerak gerik tubuh yang diberi bentuk dan irama di dalam ruang.

Secara sederhana tari ialah ungkapan gagasan atau perasaan yang estetis dan bermakna yang diwujudkan melalui media gerak tubuh insan yang ditata dengan prinsip-prinsip tertentu. Dalam seni tari, unsur utamanya ialah gerak, dan unsur terpenting lainnya ialah irama. Di Indonesia terdapat banyak sekali macam tari yang berasal dari banyak sekali daerah.

Berikut akan kalian pelajari satu persatu.

a) Tari Saman

Tarian ini mempunyai komposisi khas, berasal dari beberapa kawasan Propinsi Aceh mirip Aceh Tengah, Aceh Timur, dan Aceh Barat. Tarian ini dilakukan secara berkelompok, sambil bernyanyi dengan posisi duduk berlutut dan berbanjar/bersaf tanpa menggunakan alat musik pengiring. 

Bentuk tarian ini banyak memainkan tangan yang ditepuktepukkan pada banyak sekali anggota tubuh yang dihempaskan ke banyak sekali arah dan dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syeh. Tarian ini mempunyai bentuk sajian mayoritas berupa gerak langkah kaki yang lincah mirip berlari, dan sangat dinamis.

Karena kedinamisan geraknya, tarian ini banyak dibawakan/ditarikan oleh kaum pria, tetapi dalam perkembangannya kini tarian ini sudah banyak ditarikan oleh penari perempuan maupun adonan antara penari laki-laki dan penari wanita. Tarian ini ditarikan oleh kurang lebih 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi arahan sambil bernyanyi.

b) Tari Tor-Tor

Tarian ini termasuk tari hiburan dari Sumatera Utara. Tari ini disajikan sebagai hiburan selingan upacara adat. Ragam geraknya sangat sederhana, pola gerak banyak menggandakan gerakan binatang, contohnya walang kekek yang dalam bahasa kawasan disebut balanghua. Iringan yang digunakan ialah Gondang Simalungun.

c) Tari Sriwijaya

Tarian ini berasal dari Sumatera Selatan dan merupakan tari tradisi yang dikala ini masih dipercaya sebagai peninggalan kerajaan Sriwijaya. Tarian ini biasanya digunakan pada program penyambutan tamu agung kerajaan tersebut.

d) Tari Payung

Tari ini berasal dari Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Pada dasarnya tarian ini dibawakan secara berpasangan antara penari laki-laki dan penari wanita, dengan menggunakan payung. Gerakannya merupakan aspek kehidupan para dewasa yang ada di kawasan tersebut. Musik pengiring aslinya menggunakan Talempong dan Saluang, tetapi pada masa kini sudah banyak diiring dengan instrument Barat, mirip orkes Melayu. Lagu-lagu yang digunakan untuk mengiringinya pada umumnya lagu Babindi-Bindi, Singgalang Runtuah, Singgalang Renyai, dan lagu Minang Lenggang.

e) Tari Ya-Fatah

Tari Ya-Fatah merupakan tari rakyat Jambi yang terdapat di desa-desa di sepanjang aliran sungai Batanghari. Tarian ini merupakan sarana pemikat untuk mengumpulkan masyarakat dalam upaya penyebaran agama Islam. Selain itu tari ini juga berfungsi sebagai sebagai pengantar pengantin laki-laki ke tempat pengantin wanita.

f) Tari Tabot

Tari tabot ialah penggalan dari upacara Tabot setiap bulan Muharam, berlangsung di kotamadya Bengkulu. Riwayat Tabot bersahabat hubungannya dengan peringatan wafatnya cucu Nabi Muhammad saw.

g) Tari Piring

Tari ini sudah hidup subur di wilayah pesisir selatan dan Sumatera Barat. Penyajian tari ini dilakukan secara berpasangan maupun kelompok dengan ragam gerakan yang sifatnya cepat dan dinamis serta diselingi bunyi piring berdetik yang dibawa oleh para penari. Tarian ini banyak menggambarkan kegembiraan, kebersamaan, kesejahteraan, dan kemakmuran rakyat Minangkabau.

h) Tari Zapin

Tari Zapin merupakan jenis tari ketangkasan dan kelincahan gerak yang indah dan berirama. Tari ini pada mulanya berkembang di kalangan santri terutama sebagai pengisi waktu senggang mereka sehabis final mempelajari ilmu agama dan melaksanakan pekerjaan sehari-hari. Kalau ditinjau dari ragam gerak dan komposisinya, sanggup diduga tari ini merupakan pembiasaan tari-tari kepahlawanan dari Timur Tengah, dan masuk ke Indonesia bersama dengan awal perkembangan agama Islam.

Gerak tari in terutama ditekankan pada kelincahan rentak kaki dan kelenturan tubuh melaksanakan gerak berputar, maju mundur dengan cepat.Keharmonisan tari ini paling nampak kalau ditarikan berpasangan atau oleh beberapa penari yang dijalankan secara serentak dan kompak, cepat, lincah, sehingga mendebarkan hati yang melihat. Penyajian tari ini sanggup berpasangan maupun kelompok yang disajikan dengan tempo cepat, lincah, yang ditarikan oleh penari laki-laki dengan mengandalkan irama dari hentakan kaki dan jentikan jari tangan penari tersebut.

i) Tari Penggung Cambai

Penggung artinya pegang, cambai artinya sirih. Tari Penggung Cambai ialah sebuah tarian rakyat kawasan Lampung yang menggambarkan tata kehidupan masyarakat terutama tata pergaulan muda-mudi yang menjunjung tinggi sopan santun istiadat. Daun sirih merupakan lambang rasa hormat, hingga sirih (sekapur sirih) sering digunakan dalam program menyambut tamu agung atau dalam perjamuan kecil lainnya.

j) Tari Cokek

Tarian ini berasal dari DKI Jakarta yang merupakan tari pergaulan. Tarian ini ditarikan berpasangan antara laki-laki dengan perempuan dengan iringan khas musik Jakarta yaitu gamelan Gambang Kromong.

k) Tari Gambyong

Tarian klasik ini berasal dari Surakarta, Jawa Tengah, yang menggambarkan sifat-sifat perempuan yang diungkapkan dalam gerak halus, lembut, lincah, dan terampil namun sebagai seorang perempuan Jawa tetap menonjolkan keluwesannya. Beberapa pola tarian ini ialah Gambyong Gambirsawit, Gambyong Pareanom, dan Gambyong Pangkur.

l) Tari Bedaya

Tari Bedaya merupakan tari kelompok dengan komposisi 9 (sembilan) orang penari putri. Komposisi ini mengandung dongeng tertentu yang sangat simbolik dan tidak menggunakan dialog. Gerak-geriknya sangat halus dan lembut. Komposisi 9 mempunyai nama sendiri-sendiri, yaitu: Batak, Jangga, Dada, Buncit, Apit Ngajeg, Apit Wingking, Endel Pojok, Endel Weton Ngajeng, dan Endel Weton Wingking. Fungsi tari Bedaya ialah sebagai tari upacara sopan santun kraton, diantaranya Penobatan Raja, Tumbuk Yuswa (Hari Ulang Tahun).
 seni pertunjukan dikenal dengan istilah perfomance art Pintar Pelajaran Seni Tari dan Drama, Seni Pertunjukan : Pengertian, Contoh, Macam-macam, Modern, Tradisional
Gambar 1. Tari Bedhaya. (Flick/mas_mashroel)
m) Tari Remo

Tarian ini menggambarkan aksara penari putri (pada umumnya ditarikan oleh laki-laki yang berbusana putri). Tari in biasa digunakan untuk menyambut tamu. Hadirin yang tiba disambut dengan tarian yang lincah dengan menggunakan permainan selendang (remong).

Bentuk tari ini ditandai dengan gerakan lincah dan dinamis. Penari juga membawakan tembang yang isinya mengucapkan selamat tiba kepada para hadirin. Dalam perkembangan selanjutnya, tari ini tidak ditarikan perempuan saja, tetapi juga penari laki-laki dengan aksara laki-laki dengan pola gerak gagah. Fungsi tarian ini ialah hiburan, dan pada umumnya digunakan sebagai pembuka pertunjukan teater Ludruk.


Istilah drama berasal dari bahasa Yunani yakni dari kata dramon yang berarti perbuatan atau gerak. Jadi, drama berarti seni untuk mengungkapkan pekerti insan melalui perbuatan yang dipanggungkan. Kata/istilah teater menunjuk pada “seni pertunjukan”. Dalam seni teater kehadiran penonton mempunyai nilai yang sangat penting. Kerjasama antara pelaku teater dan penonton menjadi inti/hakikat dari pertunjukan teater.

Istilah teater di Indonesia biasa diartikan sebagai seni pertunjukan yang terfokus pada cerita, dialog, dan seni tugas (acting). Seni teater termasuk dalam seni multimedia lantaran menggunakan lebih dari satu media. Seni teater mengungkapkan maknanya melalui bahasa teatrikal (pengalaman teater). Tujuan utama seni teater ialah pengalaman dan kenikmatan teatrikal.

Dengan demikian, secara sederhana sanggup kita katakan bahwa seni teater (drama) ialah ungkapan, gagasan, atau perasaan yang estetis dan bermakna yang diwujudkan melalui media gerak, suara, dan rupa yang ditata dengan prinsip-prinsip tertentu.

Seni drama terbagi menjadi dua macam, yaitu drama tradisional serta drama modern. Berbagai kawasan di Indonesia mempunyai majemuk jenis drama tradisional antara lain sebagai berikut.
  1. Lenong ( Betawi )
  2. Kethoprak ( Jawa Tengah dan DIY )
  3. Ludruk ( Jawa Timur )
  4. Cupak Gerantang ( Lombok )
  5. Wayang ( Jawa )
  6. Arja ( Bali )
Yang menonjol di antaranya ialah seni pedalangan atau pewayangan. Wayang dalam arti bahasa berarti bayangan, ialah semacam seni drama, di mana boneka-boneka digerakkan oleh seorang dalang dan bayangan boneka-boneka itu ditangkap di atas kelir. Supaya sanggup melihat bayangan wayang itu, maka para penonton harus duduk di belakang layar.

Wayang pada umumnya dimainkan pada malam hari dengan penerangan lampu minyak kelapa yang besar, yang disebut “blencong”. Pertunjukan wayang pada awalnya ialah upacara pemujaan arwah nenek moyang. Boneka wayang ialah lukisan dari nenek moyang yang arwahnya dihadirkan dalam upacara itu. Dalam peranannya wayang ialah mediator (medium) antara dunia konkret dengan alam gaib. Tugas dalang ialah sebagai “syaman”. Upacara pertunjukan wayang mula-mula selalu diadakan di ruangan yang suci dalam rumah orang Jawa yang disebut pringgitan. Ruangan tersebut berada di perbatasan antara pendapa dalem. Sebelum pertunjukan wayang dimulai terlebih dahulu dalang mengadakan upacara keagamaan dengan mengkremasi dupa dan memperlihatkan sesaji.

Pertunjukan wayang sebagai upacara keagamaan disertai dengan musik gamelan yang diubahsuaikan dengan keadaan alam. Misalnya antara jam 6 sore dan 9 malam bunyi gamelan mengikuti bunyi-bunyian dalam alam yang sedang istirahat menuju ke suasana akan tidur, jadi ibarat bunyi angin. Antara jam 9 malam dan jam 2 malam, alam tidur nyenyak maka bunyi gamelan menjadi lebih berat dan lebih mendalam. Antara jam 2 malam dan jam 6 pagi alam menuju ke suasana bangun, maka bunyi gamelanpun bertambah ramai dan suaranya keras.

Adapun jenis-jenis wayang dan ceritera yang dipertunjukkannya ialah sebagai berikut.

a. Wayang Kulit

Terbuat dari kulit hewan mirip sapi dan kerbau. Wayang kulit juga dinamakan wayang purwa. Kata purwa berasal dari bahasa Sansakerta parwa yaitu penggalan dari buku Mahabharata. Cerita wayang kulit diambil dari kitab Mahabharata dan Ramayana, tetapi ceritanya sudah diubahsuaikan dengan suasana dan kepribadian Indonesia. Sebagai pola ialah terdapat punakawan (semar, gareng, petruk, dan bagong) yang tidak terdapat dalam Mahabharata dan Ramayana asli.

b. Wayang Beber

Sumber ceritera tetap dari Ramayana dan Mahabharata, tetapi tiap adegan dilukis di kain yang sanggup digulung dan dibuka (dibeber). Dalang akan menceritakan jalannya adegan-adegan itu diiringi gamelan.

c. Wayang Krucil (Wayang Klitik)

Disebut demikian lantaran bentuknya yang lebih kecil dari wayang purwa. Cerita yang dimainkan ialah cerita-cerita dari zaman Majapahit, tetapi cerita-cerita Menak pun juga sering dimainkan.

d. Wayang Gedog

Bentuknya mirip wayang kulit, tetapi bahannya dari kayu. Ceritanya diambil dari zaman Kediri dan Jenggala (cerita panji). “Gedog” artinya sangkar kuda, disebut wayang gedog lantaran banyak tokohnya yang namanya menggunakan kata “kuda,” contohnya Panji Kudawanengpati.

e. Wayang Golek

Wayang golek terbuat dari boneka kayu yang dikombinasi dengan kain sebagai pakaiannya. Cerita yang dimainkan mengambil dongeng kesusasteraan Islam mirip cerita-cerita Menak. Wayang golek populer di kawasan Jawa Barat. Musik pengiringnya gamelan diiringi vokal pesinden.

f. Wayang Orang

Sumber dongeng diambil dari Ramayana dan Mahabharata. Para pelakunya ialah orang-orang yang berpakaian mirip wayang. Para pemain sanggup berdialog pribadi sesuai jalannya cerita. Dalang dalam berindak juga sebagai sutradara. Iringan musiknya ialah gamelan.

g. Wayang Suluh

Muncul semenjak zaman Jepang dengan maksud memberi penerangan (penyuluhan) kepada rakyat. Sumber dongeng diambil dari zaman berdirinya Republik Indonesia dan masa perang kemerdekaan. Tokoh-tokoh wayang bentuknya mirip insan zaman sekarang, termasuk cara berpakaiannya.

Anda kini sudah mengetahui Seni Tari, Seni Drama dan Seni Pertunjukan. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Dyastriningrum. 2009. Antropologi : Kelas XII : Untuk Sekolah Menengan Atas dan MA Program Bahasa. Pusat Perbukuan Departemen Nasional, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 90.

Lestari, P. 2009. Antropologi 2 : Untuk Sekolah Menengan Atas dan MA Kelas XII. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 181.

No comments:

Post a Comment