Thursday, November 28, 2019

Pintar Pelajaran Penelitian Sejarah : Metode-Metode, Dasar-Dasar, Sumber, Bukti, Jenis, Prinsip

Artikel dan Makalah ihwal Penelitian Sejarah : Metode-Metode, Dasar-Dasar, Sumber, Bukti, Jenis, Prinsip - Ruang lingkup sejarah itu mencakup banyak aspek. Sejarah sanggup dijadikan sebagai sebuah peristiwa, kisah, ilmu, dan seni. Sebelum kala ke-20, sejarah belum dipandang sebagai cabang ilmu pengetahuan. Barulah, pada awal kala ke-20, para filsuf dan hebat sejarah Jerman memperdebatkan ihwal hal itu. Harus ditegaskan pula bahwa ada pemisahan yang terang antara sejarah ilmiah dengan sejarah populer. Bila sejarah ilmiah memang terkesan kaku dan berat untuk dipahami atau dibaca, sedangkan sejarah terkenal lebih lentur dan cukup ringan.

Sama dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan yang lain, ilmu sejarah pun mempunyai metode-metode ilmiah tersendiri. Untuk menunjukan nilai keilmiahannya, dipergunakanlah banyak sekali metode dan standar ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan adanya metode ilmiah maka kekurangan atau kesalahan sebelumnya sanggup dikoreksi kembali oleh inovasi atau penelitian yang lebih baru. Berikut ini yaitu dasar-dasar penelitian dalam ilmu sejarah yang telah lazim dipakai oleh para hebat dalam penelitian sejarah. Berikut ini diuraikan dasardasar penelitian sejarah secara umum dan prinsip dasar penelitian sejarah lisan.

A. Dasar-Dasar Penelitian Sejarah

Sejak penulisan kisah-kisah dilakukan secara ilmiah, penulisan sejarah mempergunakan metode sejarah. Prosedur kerja sejarawan untuk menuliskan kisah masa lampau berdasarkan jejak-jejak yang ditinggalkan oleh masa lampau itu, ternyata, terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Mencari jejak-jejak masa lampau.
  2. Meneliti jejak-jejak secara kritis.
  3. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari jejak-jejak itu berusaha membayangkan bagaimana citra masa lampau.
  4. Menyampaikan hasil-hasil rekonstruksi imajinatif masa lampau itu sehingga sesuai dengan jejak-jejaknya maupun imajinasi ilmiah.
Sesuai dengan langkah-langkah yang diambil di dalam keseluruhan prosedur, metode sejarah biasanya dibagi atas empat kelompok-kelompok acara yaitu:

1. Heuristik

Jejak-jejak dari sejarah sebagai kejadian merupakan sumber bagi sejarah sebagai kisah dan disebut heuristik, yang berasal dari kata Yunani Heuriskein, yakni mempunyai arti menemukan. Jika kita ingat bahwa sejarah terdiri atas begitu banyak periode dan dibagibagi atas begitu banyak bidang: mirip politik, ekonomi, sosial, budaya, militer dan sebagainya maka kita akan manyadari bahwa sumber sejarah bersama-sama beraneka ragam. Usaha kita untuk menemukan sumber-sumber untuk penelitian sejarah yang hendak kita lakukan, akan sangat sukar, kalau kita tidak mengadakan pembagian terstruktur mengenai atau penggolongan dari sekian banyak macam sumber tersebut.

Metode heuristik merupakan bab dari penelitian dalam kajian sejarah. Heuristik yaitu metode penelitian yang cermat untuk menghimpun jejak-jejak sejarah atau mengumpulkan dokumen-dokumen semoga sanggup mengetahui peristiwa-peristiwa bersejarah masa lampau. Jejak atau dokumen yang berhasil dikumpulkan itu merupakan data yang sangat berharga sehingga sanggup dijadikan dasar untuk menelusuri kejadian-kejadian sejarah pada masa lalu.

Secara sederhana, bersama-sama mencari jejak sejarah sama halnya dengan mencari jejak hewan buruan. Untuk menghadang hewan buruan, hendaknya kita mengetahui dahulu ke mana arahnya buruan pergi. Jejak kaki yang ditinggalkan oleh hewan yang bersangkutan, memberitahukan kita ke mana dan di mana kita harus menghadangnya. Begitu pula dengan pencarian jejak-jejak sejarah. Kita harus mempunyai pengetahuan yang cukup ihwal informasi kejadian yang tengah diselidiki.

Jejak sejarah ini biasanya ditemukan secara tidak sengaja oleh masyarakat awam. Tidak jarang, benda atau artefak sejarah diketemukan oleh seorang petani yang tengah mencangkuli sawahnya. Sering pula jejak sejarah itu diketahui ketika ada penggalian lahan tanah untuk pemukiman atau pabrik baru, misalnya. Seperti yang terjadi pada inovasi situs masa Hindu-Buddha di Bojong Menje, Jawa Barat. Biasanya, sesudah adanya inovasi yang tak disengaja tersebut, para ilmuwan kemudian melaksanakan penelitian lebih lanjut dan komprehensif terhadap situs yang bersangkutan

2. Kritik atau Analisis

Jika dalam perjuangan untuk menyusun fakta-fakta dari sesuatu bab sejarah kita menemukan sesuatu sumber, contohnya sebuah dokumen, bagaimanakah caranya kita menyimpulkan informasi dari sumber itu? Apakah sumber itu memang bertalian dengan penelitian kita?

Pertanyaan-pertanyaan itu membawa kita pada bidang kritik sejarah, yakni metode untuk menilai sumber- sumber yang kita butuhkan guna mengadakan penulisan sejarah maka sanggup kita katakan, bahwa kritik sejarah terutama sekali mengenai sumber tertulis.

Setiap sumber mempunyai aspek ekstern dan aspek intern. Aspek ekstern bersangkutan dengan persoalan-apakah sumber itu memang merupakan sumber sejati yang kita butuhkan, aspek intern bertalian dengan masalah apakah sumber itu sanggup memperlihatkan informasi yang kita butuhkan. Karena itu evaluasi sumber-sumber sejarah mempunyai dua segi, yaitu:

a. Kritik Ekstern

Kritik ekstern bertugas menjawab tiga pertanyaan mengenai sesuatu sumber: Apakah sumber itu memang sumber yang kita kehendaki? Apakah sumber itu orisinil atau turunan? Apakah sumber itu utuh atau telah diubah-ubah? Pertanyaan-pertanyaan mempersoalkan otentik tidaknya atau sejati tidaknya sesuatu sumber. Jika diungkapkan secara negatif pertanyaan akan berbunyi apakah sumber itu palsu?

Pertanyaan kedua mengenai orisinil tidaknya sesuatu sumber, harus dijawab dengan analisis sumber. Analisis sumber mencoba mengetahui apakah sesuatu sumber itu orisinil ataukah turunan. Sumber orisinil sudah barang tentu lebih tinggi mutunya daripada sumber turunan atau salinan. Proses ini terutama sekali penting bagi dokumen-dokumen dari zaman dahulu alasannya yaitu pada waktu itu satu-satunya cara memperbanyak yaitu dengan jalan menyalinnya. Dalam menyalin itu tentu ada kemungkinan timbulnya perubahan di dalam isi dokumen. Dokumen-dokumen dari zaman modern yang diperbanyak dengan mesin stensil atau dengan kertas-karbon, dan foto kopi sudah tentu lebih sanggup diandalkan daripada sumber yang diturunkan dengan goresan pena tangan.

b. Kritik Intern

Kritik intern yaitu kritik terhadap isi dari suatu peninggalan sejarah mirip isi prasasti, kitab kuno, dokumen dan sebagainya. Kritik Intern ini mulai bekerja sesudah kritik ekstern selesai menentukan, bahwa dokumen yang kita hadapi memang dokumen yang kita cari. Kritik intern harus membuktikan, bahwa kesaksian yang diberikan oleh sesuatu sumber itu memang sanggup dipercaya.

3. Interpretasi

Setelah melaksanakan kritik intern, kita telah sanggup menghimpun banyak sekali infonnasi mengenai sesuatu periode sejarah yang sedang kita pelajari. Berdasarkan semua keterangan itu sanggup kita susun fakta-fakta sejarah yang sanggup kita buktikan kebenarannya. Menurut Louis Gottschalk suatu fakta sejarah atau ”historical facts adalah;a particular derived di rectly or indirectly from historical documents and ragaded as credible after careful tasting in accordance with the canons of historical method’’.

Jelaslah bahwa fakta-fakta sejarah tidak sama dengan data sejarah atau jejak-jejak sejarah sebagai peristiwa. Jejak itu hanyalah bahan-bahan untuk menyusun fakta-fakta sejarah. Kumpulan faktafakta sejarah belum merupakan kisah-sejarah. Daftar fakta sejarah yang disusun secara kronologis barulah merupakan kronik dan bukan merupakan sejarah. Misalnya, daftar fakta-fakta dari sejarah Perang Kemerdekaan kita mirip Proklamasi, Pembentukan BKR, Pembentukan TKR, Pertempuran Surabaya, Agresi Militer Belanda I, Agresi Militer Belanda II, Gencatan Senjata, Pengakuan Kedaulatan, barulah merupakan bahan-bahan mentah bagi penulisan sejarah Perang Kemerdekaan kita. Ciri dari historiografi dan alhasil yang berupa sejarah sebagai kisah yaitu interpretasi.

Interpretasi dalam sejarah yaitu penafsiran kembali terhadap suatu kejadian sejarah kemudian memperlihatkan pandangan atau pendapat teoretis yang ilmiah. Seorang peneliti sejarah takkan berani memperlihatkan tafsiran bohong atas sebuah kejadian sejarah. Penafsiran ini perlu dilakukan alasannya yaitu walau bagaimana pun suatu kejadian yang terjadi di masa lampau tak akan bisa diungkapkan secara keseluruhan dan detail. Tak semua kejadian tersebut direkam atau ditulis oleh orang-orang yang hidup pada masa kejadian berlangsung. Bahkan tak jarang, penulis yaitu orang yang hidup pada masa berlainan dengan masa tokoh atau kejadian yang ia tulis.

Di Indonesia, banyak naskah-naskah kuno, terutama yang berasal dari masa Hindu-Buddha, yang penulisnya anonim, alias tak diketahui. Lebih dari itu, biasanya sebuah naskah klasik, baik itu berupa kidung, hikayat, carita, ditulis oleh lebih dari satu orang. Apalagi, naskah-naskah tersebut ditulis atas perintah raja atau sultan tertentu. Kaum penulis ini biasanya diberi honor oleh raja dan berdiam di istana. Maka dari itu jangan heran bila isi dari naskah bersangkutan begitu menyanjung-nyanjungi kebesaran dan kewibawaan raja yang bersangkutan. Padahal, pada kenyataannya belum tentu sikap raja tersebut sesuai dengan apa yang diberitakan oleh naskah.

Kita bisa melihat perbedaan fundamental yang terdapat dalam naskah Pararaton dan Negarakretagama. Dalam buku Pararaton diceritakan bahwa Raja Kertanegara dari Singasari yaitu sosok yang suka berpesta-pora dan berperilaku serampangan, sedangkan Negarakretagama menggambarkannya sebagai raja yang religius, penganut Buddha-Tantrayana yang saleh. Dengan demikian, terlihat terang bahwa antara penulis kedua kitab tersebut terdapat pandangan yang berbeda mengenai Kertanegara. Yang satu merendahkan, sementara yang satu mengagungkan.

Berbagai fakta yang ada dan satu sama lain itu harus kita rangkaikan dan kita hubung-hubungkan sehingga menjadi kesatuan yang selaras dan masuk akal. Peristiwa-peristiwa yang satu harus kita masukkan di dalam keseluruhan konteks peristiwaperistiwa lain yang melingkunginya. Proses menafsirkan fakta-fakta sejarah serta proses penyusunannya menjadi satu kisah sejarah yang integral menyangkut proses koleksi sejarah. Sudah barang tentu tidak semua fakta sanggup kita masukkan. Kita harus menentukan rencana yang relevan dan mana yang tidak. Pemilihan itu tergantung pada anggapan-anggapan kita. Ini ada hubungannya dengan subjektivitas sejarah yang telah kita jelaskan.

Di dalam interpretasi ini terrnasuk pula periodisasi sejarah. Dalam kenyataannya kejadian yang satu disusul oleh kejadian yang lain tanpa batas-batas dan tanpa putus-putus. Tetapi, di dalam historiografi, kita mengadakan pembagian atas periode-periode berdasarkan anggapan kita, bahwa tiap-tiap periode itu dirinci berdasarkan hal-hal yang khas. Menurut anggapan orang Indonesia misalnya, tahun 1945 merupakan batas periode antara masa yang besar di dalam sejarah Indonesia, yakni masa penjajahan dan masa kemerdekaan. Menurut anggapan sejarawan kolonial Belanda batas periode yang besar itu yaitu tahun 1949, yakni “penyerahan”; kedaulatan sesudah munculnya Perjanjian Meja Bundar, ini memperlihatkan perbedaan tafsiran mengenai fakta-fakta tertentu.

4. Historiografi

Tahap ini yaitu puncak dalam mekanisme penelitian sejarah yang kita lakukan dan hingga kepada bab terakhir dari metode sejarah. Pada tahap terakhir ini sejarawan melaksanakan penyusunan kisah sejarah sesuai dengan norma-norma dalam disiplin ilmu sejarah. Di antaranya yang paling penting penyusunan tersebut haruslah kronologis. Di samping itu, dalam penulisan kisah sejarah haruslah diupayakan seobjektif mungkin menghindari adanya penyimpangan. Walaupun demikian, unsur-unsur subjektivitas seringkali sulit dihindari alasannya yaitu perbedaan penafsiran dan latar belakang penulisnya.

Kita telah rnulai dengan menentukan apa yang hendak kita teliti. Kita telah mencari sumber-sumbernya. Kita telah menilai sumber-sumber itu dan menafsirkan infomasi yang terkandung di dalamnya. Kini datang saatnya hasil penafsiran atau interpretasi atas fakta-fakta sejarah itu kita tuliskan menjadi suatu kisah yang selaras.

Di sinilah muncul masalah yaitu menuntut kemahiran menulis yang dilakukan bagi seorang sejarawan. Masalah bahasa sejarah tidaklah amat berbeda dengan masalah bahasa di dalam bidang-bidang lain yang mempergunakan bahasa, yakni menggunakan bahasa baik dan menghindarkan bahasa buruk. Kita perlu sadari, bahwa sejarah meskipun disusun berdasarkan bahan-bahan yang telah diolah secara ilmiah, tetap menyangkut keindahan bahasa alasannya yaitu dituliskan sebagai kisah.

Kaprikornus dapatlah disimpulkan, bahwa sejarah juga merupakan suatu seni. Tetapi bersifat seni sepenuhnya juga tidak alasannya yaitu kita ketahui proses penelitian bahan-bahannya dilakukan secara ilmiah. Dengan demikian, tampaklah bahwa pada taraf penelitian sumber-sumber sejarah bersifat ilmiah; pada taraf penafsiran dan penulisannya sejarah bersifat seni.

Ilmu sejarah menciptakan pembatasan, bahwa fakta-fakta sejarah yang diselidiki itu yaitu peristiwa-peristiwa pada masa lampau yang terjadi dalam masyarakat insan mengenai sikap kolektif atau individual. Sejarah sebagai kenyataan itu belum mempunyai bentuk. Fakta-fakta sejarah itu sanggup diibaratkan masih awut-awutan mirip watu dan tulang-tulang berserakan. Karena itulah harus dikumpulkan dan disusun dalam bentuk tertentu berdasarkan hubungan-hubungan yang logis dan disusun satu sama lain.

Hubungan-hubungan itu mempunyai sifat-sifat tertentu dalam rangkaian dan kombinasi yang amat banyak jumlahnya. Memberikan bentuk kepada sejarah itu yaitu kiprah ilmu sejarah. Fakta-fakta disusun menjadi suatu ceritra sejarah tersebut diberi- fungsi tertentu. Fakta-fakta sejarah merupakan titik kristalisasi dari suatu proses dalam masyarakat. Kegiatan ilmu memberi bentuk pada sejarah, yakni menyusun ceritra sejarah, disebut historigrafi (penulisan sejarah). Melalui ceritra sejarah kita sanggup menghayati kembali dan merenungkan kembali, segala pengalamam insan di masa lampau.

Dalam historiografi ada tiga masalah yang penting, yakni:
  1. Peristiwa-peristiwa sejarah manakah yang dianggap patut dicatat.
  2. Bagaimana menghubungkan peristiwa- kejadian tersebut satu sama lain.
  3. Apakah dan manakah sumber-sumbernya?
Setiap bangsa yang bernegara dan merdeka merasa perlu menuliskan sejarah mengenai perkembangan bangsanya dan tanah airnya. Sejarah itu yaitu sejarah nasional dan bertujuan untuk mengingatkan masa lampau bangsanya. Penulisan sejarah nasional itu mempunyai fungsi tertentu dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Dalam tahap historiografi ini sejarawan sanggup mengkomunikasikan hasil penelitiannya untuk dibaca oleh khalayak umum.


B. Sumber, Bukti, Dan Fakta Sejarah

C. Jenis-Jenis Sejarah

D. Prinsip-Prinsip Dasar Dalam Penelitian Sejarah Lisan

E. Menemukan Dan Menulis Kembali Jejak Masa Lampau





Anda kini sudah mengetahui Penelitian Sejarah : Metode-Metode, Dasar-Dasar, Sumber, Bukti, Jenis, Prinsip. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Hendrayana. 2009. Sejarah 1 : Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Jilid 1 Kelas X. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 202.

No comments:

Post a Comment