Tuesday, November 26, 2019

Pintar Pelajaran Proses Indianisasi Di Indonesia, Bukti, Sumber, Perkembangan, Informasi Luar Dan Dalam Negeri, Sejarah

Artikel dan Makalah perihal Proses Indianisasi Di Indonesia, Bukti, Sumber, Perkembangan, Berita Luar dan Dalam Negeri, Sejarah - Berikut ini ialah bahan lengkapnya : 

1. Berita Luar Negeri

Kronik-kronik Tiongkok pada masa Dinasti Han, Dinasti Sung, Dinasti Yuan dan Dinasti Ming menyebutkan bahwa semenjak awal Masehi telah terjadi relasi dagang antara Cina dan Indonesia. Salah satu buktinya ialah ditemukannya artefak-artefak berupa keramik Cina di Indonesia. Fa-Hien, seorang rahib Buddha dari Cina yang terdampar di To lo mo (maksudnya Kerajaan Taruma atau Tarumanegara di Jawa Barat) selama 5 bulan, dalam perjalanannya dari India ke Cina, menulis apa-apa yang dilihatnya. Fa-Hien terkesan dengan keterampilan para pedagang di To lo mo dalam mengatakan dagangannya, terutama beras dan kayu jati. Sementara itu, I-Tsing, peziarah dan rahib Buddha yang juga dari Cina, menuliskan kesan perihal Sriwijaya sebagai salah satu sentra Buddhisme di Asia, era ke-7 M yang sanggup disejajarkan dengan India dan Cina. Di Sriwijaya itulah para calon rahib dan rahib Cina maupun pribumi, berguru bahasa Sansekerta dan Pali sebelum berangkat ke India. (Baca juga : Kerajaan Hindu Budha di Indonesia)

Seorang hebat geografi Yunani, Claudius Ptolomeus, memberitakan bahwa kapal-kapal dari Aleksandria di Laut Mediterania (Mesir) berlayar melalui Teluk Persia ke bandar-bandar Baybaza di Cambay, India dan Majuri di Kochin, India Selatan. Dari tempat ini kapal-kapal melanjutkan pelayaran mereka ke bandar-bandar di pantai timur India hingga ke kepulauan Aurea Chersonnesus. Di kepulauan itu, kapal-kapal singgah di Barousae, Sinda, Sabadiba, dan Iabadium. Aurea Chersonnesus merupakan pengucapan Yunani untuk Kepulauan Indonesia, sedangkan Barousae ialah Baros, sebuah bandar dagang kuno di pantai barat Sumatera. Sementara itu, Sinda ialah ejaan lain untuk Sunda, Sabadiba ialah Svarnadwipa (Sumatera), dan Iabadium ialah Javadwipa (Jawa). Indonesia juga disebutkan dalam petunjuk pelayaran maritim dari Yunani (Erythraea) bersama 27 mancanegara lainnya.

Kitab Ramayana karya Valmiki dari India era ke-3 SM juga secara tidak eksklusif menyebutkan perihal Indonesia. Diceritakan bahwa sehabis Sita (Dewi Sinta) diculik oleh Ravana (Rahwana) Raja Lanka (Alengka), Hanuman (Hanoman) atas perintah Rama mencari Sita hingga ke Javadwipa. Meski bukan kejadian nyata, Ramayana telah menginformasikan bahwa penulisnya setidaknya telah mengenal nama Jawa (terlepas dari apa ia pernah pergi sendiri ke Jawa atau hanya mengenal namanya dari pelaut India yang pernah pergi ke Jawa). Yang jelas, dari kitab tersebut kita sanggup menyimpulkan bahwa Pulau Jawa merupakan tempat strategis dalam dunia perdagangan pada masanya.

Di samping Ramayana, Piagam Nalanda (berasal dari Benggala, India sebelah timur) menyebutkan bahwa Sriwijaya mempunyai dua pelabuhan penting di Selat Malaka sebagai pintu gerbang memasuki bandar-bandar lain di Indonesia. Kedua bandar itu berada di Sumatera dan Semenanjung Malaka, yakni bandar Katana di Ligor, dan berperan sebagai bandar transit. Kedua bandar itu merupakan sentra perdagangan tambang, emas, timah, hasil hutan, dan perkebunan lada, kayu gaharu, dan kelembak.

Para saudagar dan hebat geografi Arab juga telah menulis perihal keberadan Indonesia semenjak era ke-6 M. Mereka menyebut kerajaan berjulukan Zabaq atau Sribuza untuk Sriwijaya. Raihan Al Beruni, yang menulis sebuah buku perihal India, menyebutkan bahwa Zabaq terletak di sebuah pulau yang berjulukan Suwarndib, yang berarti “Pulau Emas“. Berita Arab lainnya menyebut Sribuza sebagai tempat yang banyak menghasilkan kayu wangi.

Kronik-kronik dari Indocina juga memperlihatkan bahwa jalur perdagangan antara Indonesia, India, Cina, dan juga Indocina (Vietnam, Kamboja, Siam atau Thailand, dan wilayah Asia Tenggara lainnya) telah ramai semenjak awal masehi. Hubungan perdagangan tersebut menjadi perintis relasi yang lebih jauh: politik, agama, dan kebudayaan. Kronik Vietnam dari era ke-8 M mencatat serangan dari Jawa dan “Pulau-pulau Selatan“ yang dilakukan pasukan Syailendra dari Sriwijaya terhadap sentra kerajaan maritim

Kerajaan Chenla di Vyadhapura, Kamboja. Berita tersebut diperkuat oleh catatan dari Champa pada era ke-8 M, yang mencatat bahwa pasukan Jawa telah menghancurkan kuil-kuil dan berkuasa di sebagian wilayah Kampuchea (Kamboja).

Bukti lainnya ialah prasasti di Nakhon Si Thammarat, Thailand, dari era ke-8 M. Prasasti itu mengumumkan telah dibangunnya sejumlah biara Buddha oleh raja Sriwijaya. Laporan serupa terdapat dalam sebuah prasasti di Kra, sebelah selatan Thailand, dari era ke-8 M. Prasasti itu melaporkan Raja Sriwijaya mendirikan sejumlah bangunan suci Budha dalam rangka merayakan kemenangan Sriwijaya menaklukkan Semenanjung Melayu.

2. Sumber Dalam Negeri

Sementara itu, berita-berita dalam negeri berasal dari prasasti (batu tulis) dan yupa. Yupa-yupa yang ditemukan di Kutai, Kalimantan Timur, prasasti-prasasti Tarumanagara di Jawa Barat, Prasasti Canggal zaman Mataram Kuno di Jawa Tengah dan Prasasti Dinoyo di Jawa Timur, ditulis dalam bahasa Sansekerta dan abjad Pallawa. Selain itu, bangunan-bangunan benda-benda purbakala, menyerupai candi, arca, serta sistem goresan pena dalam kitab-kitab kakawin juga memperlihatkan imbas Hindu-Budha.

Anda kini sudah mengetahui Proses Indianisasi Di Indonesia. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Suwito, T. 2009. Sejarah : Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) Kelas XI. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p. 368.

No comments:

Post a Comment