Friday, September 13, 2019

Pintar Pelajaran Agama Dan Kepercayaan Di Indonesia : Pengertian, Perbedaan, Teori, Aliran, Perilaku, Fungsi

Agama dan Kepercayaan di Indonesia : Pengertian, Perbedaan, Teori, Aliran, Perilaku, Fungsi - Setiap hari kalian niscaya menjalankan ibadah sesuai dengan anutan agama dan kepercayaan kalian masing-masing. Kemudian apa yang ada di benak kalian ketika berbicara wacana agama? Apa bahu-membahu yang dimaksud dengan agama? Dalam antropologi, agama merupakan salah satu dari tujuh unsur budaya yang harus dipelajari yang di dalamnya termasuk sistem kepercayaan atau sistem religi. Pernahkah kalian berpikir bahwa agama merupakan hasil penafsiran insan atas kitab suci yang diyakini kebenaranya. Agama sanggup dipergunakan insan untuk membenarkan tingkah lakunya. Atas nama agama pula insan melaksanakan banyak sekali kegiatan selama ini sebagai unsur yang berada di luar diri manusia.

 Setiap hari kalian niscaya menjalankan ibadah sesuai dengan anutan agama dan kepercayaan ka Pintar Pelajaran Agama dan Kepercayaan di Indonesia : Pengertian, Perbedaan, Teori, Aliran, Perilaku, Fungsi
Peta penyebaran agama di Indonesia. [1]
Berbagai upacara keagamaan atau perayaan agama sebagai salah satu bentuk bahwa kita sebagai insan yang beragama harus menjalankan kewajibannya sebagai insan yang taat beragama. Agama berkaitan dengan usaha-usaha insan untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama sanggup membangkitkan kebahagiaan batin yang paling tepat dan juga perasaan takut dan ngeri. Agama memberi lambang-lambang kepada manusia. Dengan lambang-lambang tersebut mereka sanggup mengungkapkan hal-hal yang susah diungkapkan. Ide wacana Tuhan telah membantu memberi semangat kepada insan dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari, mendapatkan nasibnya yang tidak baik atau bahkan berusaha mengatasi kesukaran-kesukaran yang banyak dan berusaha mengakhirinya. Dalam berperilaku menjalankan agamanya tersebut sangat bermacam-macam lantaran banyaknya agama yang tersebar di dunia. Secara singkat, agama di dunia dibedakan menjadi dua yaitu agama bumi/alam dengan agama wahyu. Sebelum kalian mempelajarinya, terlebih dahulu kalian mengerti dan memahami apa yang dimaksud dengan agama secara antropologis.


A. Konsep Agama dan Religi

Kamu tentu menganut sebuah agama. Bahkan mungkin kau juga sudah terbiasa mengikuti dan menjalankan banyak sekali anutan agama yang kau anut. Namun, tahukah kau apakah yang disebut dengan agama itu? Apakah semua orang yang ada di sekitarmu juga mempunyai agama yang sama dengan yang kau anut? Untuk bisa menjawabnya, silakan ikuti pembelajaran berikut ini.

1. Konsep Agama

Sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya untuk mengetahui definisi mengenai agama. Definisi agama ada bermacam-macam, tergantung sudut pandang yang dipergunakannya. Geertz, seorang antropolog Amerika menyampaikan bahwa agama yaitu sebuah sistem simbol, sarana yang digunakan untuk membangun suasana hati dan motivasi yang besar lengan berkuasa dan tahan usang di dalam diri manusia, rumusan konsepsi tatanan kehidupan, konsepsi suatu aura faktual, dan sarana untuk menciptakan suasana hati dan motivasi tampak realistik secara unik. Ia selanjutnya menyampaikan bahwa agama yaitu suatu sistem kultur. Adapun Edward Burnett Tylor menyampaikan bahwa agama yaitu kepercayaan pada makhluk-makhluk spiritual. Lebih lanjut dikatakannya bahwa agama yaitu budaya primitif. Menurutnya, tahap awal agama yaitu kepercayaan animisme, yakni alam mempunyai jiwa. Pemujaan terhadap orang mati, pemujaan kepada para leluhur atau nenek moyang.

Sementara itu, Durkheim menyampaikan bahwa agama yaitu hal yang berkenaan dengan yang sakral dengan yang sosial. Hal yang paling elementer di dalam agama yaitu totemisme. Totem yaitu objek penyembahan, tetapi bukan dewa. Totem tidak menjadikan ketakutan atau kehormatan, bahkan secara primitif tidak didiami oleh roh. Namun, totem mempunyai sifat sosial. Totem yaitu simbol suatu suku bangsa. Berlainan dengan Freud dan Marx, dikatakannya bahwa agama yaitu kepercayaan kepada para dewa. Evan Pritchard dan Geertz menyampaikan bahwa agama yaitu korelasi yang tepat dengan wilayah gaib yang terletak di balik dan di luar kehidupan biasa. Dikutip dari Antropolog Haviland, agama yaitu kepercayaan dan pola sikap yang diusahakan oleh insan untuk menangani masalah-masalah penting yang tidak sanggup dipecahkan dengan memakai teknologi dan teknik organisasi sehingga kesannya berpaling kepada manipulasi makhluk dan kekuatan supranatural.

2. Ciri-ciri Agama

Kamu telah bisa mendeskripsikan apa pengertian agama. Para andal memang mempunyai definisi sendiri-sendiri wacana agama. Bahkan kau pun bisa menawarkan definisi wacana agama. Sebagai panduan, kau bisa mengenali ciri-ciri sebuah agama dari hal-hal sebagai berikut. Pertama, terdiri atas ritual. Kedua, ada doa, nyanyian, tarian, sesaji, dan kurban. Ketiga, ada perjuangan insan untuk memanipulasi makhluk dan kekuatan supernatural untuk kepentingannya sendiri; mirip dewa, dewi, arwah leluhur, roh, kekuatan impersonal. Keempat, ada orang tertentu yang mempunyai pengetahuan khusus untuk bekerjasama dengan makhluk dan kekuatan gaib.

Menurut Daniel Lerner, cepat atau lambat masyarakat akan menuju pada kehidupan modern. Penyebab hal tersebut diperkirakan oleh media massa yang dengan gampang menghipnotis insan berubah dari masyarakat tradisional menuju modern. Mannhardt menyampaikan bahwa bentuk mitologi lebih sederhana yaitu ritus-ritus dan kepercayaan para petani mirip hantu-hantu tanaman, rohroh gandum, dan roh-roh pepohonan.

Ada dua jenis agama yang ada di muka bumi ini. Kedua jenis agama tersebut yaitu agama bumi dan agama wahyu. Mari kita deskripsikan bersama.

a. Agama Bumi

Agama bumi tidak mengenal nirwana dan neraka, yang ada hanyalah hidup dan mati. Nirwana pun hanya ada dalam kehidupan. R.M. Lowie menyampaikan bahwa agama primitif dipengaruhi dan ditentukan bentuknya oleh kesadaran wacana adanya hal yang misterius, supernatural, dan sesuatu yang luar biasa.

Di dalam agama primitif, terdapat ritual magis yang secara psikologis berkaitan dengan insiden kerasukan, memercayai kekuatan supranatural bisa mengubah dunia.

b. Agama Wahyu

E.E. Evans Pritchard menyampaikan bahwa awal munculnya agama yaitu dari Tuhan bersamaan dengan diciptakannya insan pertama yang juga bertindak selaku nabi, yaitu Adam. Dikutip dari Pritchard, yang disebut dengan wahyu bukanlah suatu imajinasi atau imajinasi, atau bahkan intuisi. Wahyu yaitu firman Tuhan wacana diri-Nya, ciptaan-Nya, korelasi antara keduanya, serta jalan menuju keselamatan yang disampaikan Nabi dan Rasul pilihan-Nya direpresentasikan melalui kata-kata dan disampaikan kepada Nabi kepada umat insan melalui bentuk bahasa yang bersifat baru, gampang dipahami tanpa kerancuan (confusion) dengan subjektivitas dan inagurasi kognitif pemikiran Nabi. Dikutip dari van Baal, wahyu yaitu sesuatu yang tiba dari Tuhan atau dari dewa-dewa, jadi hal yang tidak sanggup dijangkau oleh daya pikir manusia.

Tabel 1. Perbedaan antara Agama Wahyu dengan Agama Bukan Wahyu

Agama
Kepercayaan
Berpokok pada konsep keesaan Tuhan
Tidak harus demikian.
Beriman kepada nabi.
Tidak beriman kepada nabi.
Sumber utama tuntunan dan ukuran bagi  baik dan jelek yaitu kitab suci yang  diwahyukan.
Kitab suci yang diwahyukan tidak esensial.
Lahir di Timur Tengah.
Lahir di luar area Timur Tengah (kecuali  Paganisme).
Timbul di daerah-daerah yang secara historis berada di bawah efek ras Semitik, kemudian menyebar ke luar area efek Semitik.
Lahir di luar area Semitik.
Agama wahyu yaitu agama mission-ary, sesuai dengan anutan dan/atau historisnya.
Bukan agama missionary
Ajarannya tegas dan jelas.
Ajarannya kabur dan sangat elastik.
Ajarannya menawarkan arah dan jalan yang lengkap kepada para pemeluknya. Pemeluknya berpegang baik pada aspek duniawi (the worldly) atau aspek spiritual dari hidup ini.
Taoisme menitik beratkan kepada aspek hidup spiritual, pada Confusianisme lebih menekankan pada aspek duniawi.

Tabel 2. Perbandingan Sistem Kepercayaan

Sistem Kepercayaan
Cara
Tujuan
Dampak Sosial
Magis
Tidak rasional Misalnya, sesaji, bakar kemenyan, dan lain-lain
Rasional Misalnya, untuk keselamatan dunia, kesehatan ataupun kekayaan
Otoritas dukun (magician), pengokohan hubungan-hubungan sosial, struktur sosial komunitas magis
Agama
Rasional Misalnya puasa, zakat, misa, dan lain-lain
Tidak rasional Misalnya masuk surga, reinkarnasi, dan lain-lain
Otoritas pemimpin agama, pengokohan kekuasaan politis, struktur sosial keagamaan, perubahan kebudayaan
Ilmu Pengetahuan
Rasional Misalnya metode ilmu bisa dibuktikan
Rasional Misalnya pemecahan problem duniawi
Otoritas ilmuwan, pengokohan politis, struktur sosial komunitas keilmuan, perubahan kebudayaan, rasionalitas fenomena

3. Konsep Religi

Sementara itu, religi mempunyai pengertian yang senada dengan agama. Dikutip dari J. van Baal, religi yaitu semua gagasan yang berkaitan dengan kenyataan yang tidak sanggup ditentukan secara empiris dan semua gagasan wacana perbuatan yang bersifat dugaan semacam itu, dianggap benar. Dengan demikian, nirwana atau neraka dianggap benar adanya meski tidak sanggup dibuktikan keberadaannya. Religi itu yaitu sesuatu yang berkaitan dengan nilai susila yang agung. Religi itu mempunyai nilai, dan bukannya sistem ilmu pengetahuan. Religi juga sesuatu yang tidak masuk nalar dan bertentangan dengan rasio. Religi menyangkut pula kasus yang dimiliki manusia. Religi sangat mempercayai adanya Tuhan, aturan kesusilaan, dan roh yang abadi. Spencer menyampaikan bahwa awal mula munculnya religi yaitu lantaran insan sadar dan takut akan maut.

Berikutnya terjadi evolusi menjadi lebih kompleks dan terjadi diferensiasi. Diferensiasi tersebut yaitu penyembahan kepada dewa; mirip yang kuasa kejayaan, yang kuasa kebijaksanaan, yang kuasa perang, yang kuasa pemelihara, dewi kecantikan, yang kuasa maut, dan lain sebagainya. Di dalam religi juga muncul yang disebut dengan Fetiyisme. De Brosess menyampaikan bahwa fetiyisme yaitu pemujaan kepada binatang atau barang tak bernyawa yang dijadikan dewa. Sementara itu kepercayaan akan kekuatan suatu benda yang diciptakan oleh ahlinya disebut dengan Feitico atau azimat. Orang-orang yang berlayar banyak yang mengenakan azimat ini supaya sanggup selamat kembali ke darat.

Sumber penting di dalam religi yaitu adanya empat hal yang muncul yang berkaitan dengan perasaan; yakni takut, takjub, rasa syukur, dan masuk akal. Di dalam perkembangannya, animisme bermetamorfosis politeisme, dan kemudian bermetamorfosis monoteisme. Banyak istilah yang kemudian muncul berkenaan dengan adanya sistem religi. Istilah yang kerap muncul di dalam religi yaitu Tuhan, dewa, dewi, malaikat, roh, jin, iblis, setan, hantu, peri, raksasa, momok, roh, nyawa, orang mati, syamanisme, monoteisme, politeisme, ateisme, kesurupan, kerasukan, wahyu, pendeta, guru, nabi, pengkhotbah, dukun, andal sihir, intuisi, pertanda, ramalan, animisme, totemisme, meditasi, puasa, mana, tabu, sakral, najis, kudus, duniawi, dan seterusnya. Jika dicermati, istilah-istilah tersebut mempunyai hal yang agung, gaib, suci, menakutkan, dan tak kasat mata.

R.R. Marret menyampaikan bahwa animisme bukan tahap awal suatu agama, melainkan pra-animisme. Pra-animisme; yakni animatisme. Dikutip dari Marret, animatisme yaitu pengalaman wacana kekuatan yang impersonal; yaitu suatu kekuatan yang supranatural yang tinggal di dalam orang-orang tertentu, binatang tertentu, dan di dalam bendabenda yang tak berjiwa. Kekuatan tersebut sanggup berpindah. Kekuatan ini disebut dengan mana.

Orang-orang primitif mempunyai perasaan bahwa ada sesuatu kekuatan gaib pada orang-orang dan benda-benda tertentu. Ada dan tidak adanya perasaan tersebut yang kemudian memisahkan antara yang suci (ukhrowi) dengan duniawi; dunia gaib dengan dunia sehari-hari. Dari hal tersebut muncul dengan yang dinamakan takwa. Dikutip dari Pritchard, takwa yaitu suatu gabungan dari rasa takut, damba, kagum, tertarik, hormat, bahkan mungkin cinta.

Spencer menyampaikan bahwa religi muncul lantaran insan sadar dan merasa takut akan adanya maut, berevolusi kepada yang lebih kompleks menjadi penyembahan terhadap yang kuasa maut, yang kuasa perang, dewi kecantikan, yang kuasa laut, dan sebagainya. E.B. Tylor menyampaikan bahwa bentuk religi yang tertua yaitu penyembahan kepada roh-roh yang merupakan personifikasi dari jiwa orang-orang yang telah meninggal, terutama nenek moyang.

4. Teori-Teori wacana Religi

Mengapa insan percaya kepada suatu kekuatan yang dianggapnya lebih tinggi dari dirinya? Mengapa insan melaksanakan banyak sekali macam cara untuk mencari korelasi dengan kekuatan-kekuatan tadi? Ada banyak teori yang berbeda wacana kasus tersebut.

Menurut teori yang terpenting, sikap insan bersifat religi lantaran sebab-sebab sebagai berikut.

a. Manusia mulai sadar akan adanya konsep roh.
b. Manusia mengakui adanya banyak sekali tanda-tanda yang tidak sanggup dijelaskan dengan akal.
c. Keinginan insan untuk menghadapi banyak sekali krisis yang senantiasa dialami insan dalam daur hidupnya.
d. Kejadian-kejadian luar biasa yang dialami insan di alam sekelilingnya.
e. Adanya getaran (yaitu emosi) berupa rasa kesatuan yang timbul dalam jiwa insan sebagai warga negara masyarakat.
f. Manusia mendapatkan suatu firman dari Tuhan.

Adapun teori-teorinya antara lain sebagai berikut.

a. Teori Roh

Teori ini dikemukakan oleh E.B. Tylor. Menurut Tylor, asal mula religi yaitu kesadaran insan akan konsep roh. Hal itu terjadi lantaran dua sebab.
  1. Perbedaan yang tampak antara benda hidup dan benda yang mati. Makhluk yang masih sanggup bergerak disebut makhluk hidup, tetapi apabila tidak bergerak lagi, maka itu berarti bahwa makhluk tersebut mati. Dengan demikian, insan lama-kelamaan mulai menyadari bahwa gerak dalam alam (yaitu hidup) disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang berada di samping tubuh jasmaninya, yakni jiwa (yang kemudian lebih khusus disebut roh).
  2. Pengalaman bermimpi. Dalam mimpinya insan melihat dirinya berada di tempat-tempat lain selain tempat ia tertidur. Maka ia mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang berada di tempat tidur, dan belahan lain dari dirinya, yaitu jiwanya (rohnya), yang pergi ke tempat lain.
b. Teori Batas Akal

Teori ini dikemukakan oleh J.G. Fraser. Dalam bukunya The Golden Bough jilid I mirip ditulis oleh Koentjaraningrat (2002: 196–197), ia menyampaikan bahwa insan memecahkan masalah-masalah hidupnya dengan nalar dan sistem pengetahuannya, tetapi nalar dan sistem pengetahuan insan terbatas. Makin maju kebudayaannya, makin luas batas nalar itu. Dalam banyak kebudayaan batas nalar insan masih sangat sempit. Soal-soal hidup yang tidak sanggup mereka pecahkan dengan akal, dipecahkan dengan magic, atau ilmu gaib.

Menurut Frazer, ketika religi belum hadir dalam kebudayaan manusia, insan hanya memakai ilmu gaib untuk memecahkan masalah-masaah hidup yang berada di luar jangkauan nalar dan pengetahuannya. Ketika mereka menyadari bahwa ilmu gaib tidak bermanfaat bagi mereka, mulailah timbul kepercayaan bahwa alam dihuni oleh makhluk-makhluk halus yang lebih berkuasa, dengan siapa insan kemudian mulai mencari hubungan, sehingga timbullah religi.

c. Teori Masa Krisis dalam Hidup Individu

Pandangan mirip ini dikemukakan oleh M. Crawley dalam bukunya Tree of Life (1905) dan A. van Gennep dalam bukunya Rites de Passage (1909). Dalam buku yang ditulis oleh Koentjaraningrat (1002: 197), kedua pakar menyatakan bahwa selama hidupnya insan mengalami banyak sekali krisis yang sangat ditakuti oleh manusia, dan lantaran itu menjadi objek dari perhatiannya. Terutama terhadap tragedi sakit dan maut, segala kepandaian, kekuasaan, dan harta benda yang dimilikinya, insan tidak berdaya.

Bagi manusia, ada saat-saat ketika insan gampang jatuh sakit atau tertimpa bencana. Misalnya masa kanak-kanak, atau ketika ia beralih dari usia cowok ke usia dewasa, masa hamil, melahirkan, dan ketika ia menghadapi sakratul maut. Pada saat-saat mirip itu insan merasa perlu melaksanakan sesuatu untuk memperteguh imannya, yang dilakukannya dengan upacara-upacara. Perbuatan-perbuatan inilah yang merupakan pangkal dari religi dan merupakan bentuk-bentuk yang tertua.

d. Teori Kekuatan Luar Biasa

Pendapat ini diajukan oleh R.R. Marret. Ia tidak sependapat dengan Tylor. Menurutnya, kesadaran mirip itu terlalu kompleks bagi pikiran makhluk insan yang gres berada pada tingkat-tingkat awal dari kehidupannya. Ia juga menyampaikan bahwa pangkal dari segala sikap keagamaan ditimbulkan oleh perasaan tidak berdaya dalam menghadapi gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa yang dianggap luar biasa dalam kehidupannya.

Alam dianggap sebagai tempat adanya kekuatan-kekuatan yang melebihi kekuatan-kekuatan yang telah dikenalnya dalam alam sekelilingnya, disebut the supernatural. Gejala-gejala, hal-hal, dan peristiwa-peristiwa yang luar biasa itu dianggap sebagai jawaban dari kekuatan supernatural (atau kekuatan sakti).

e. Teori Elementer Mengenai Hidup Beragama

Tokoh teori ini yaitu E. Durkheim. Inti dari teori mirip terdapat dalam buku goresan pena Koentjaraningrat (2002 : 199) yaitu sebagai berikut.
  1. Sejak awal keberadaannya di muka bumi, insan membuatkan religi lantaran adanya getaran jiwa, yaitu suatu emosi keagamaan, yang timbul dalam jiwanya lantaran adanya emosi terhadap keagamaannya, dan bukan lantaran dalam pikirannya insan membayangkan adanya roh yang abstrak, berupa kekuatan yang mengakibatkan hidup dan gerak dalam alam semesta ini.
  2. Dalam pikirannya, emosi keagamaan itu berupa perasaan yang meliputi rasa keterkaitan, bakti, cinta, dan sebagainya, terhadap masyarakatnya sendiri, yang baginya merupakan seluruh dunianya.
  3. Emosi keagamaan tidak selalu berkobar-kobar setiap ketika dalam dirinya. Apabila tidak dirangsang dan dipelihara, emosi keagamaan itu menjadi latent (melemah), sehingga perlu dikorbarkan kembali, antara lain melalui kontraksi masyarakat (mengumpulkan seluruh masyarakat dalam pertemuan-pertemuan raksasa).
  4. Emosi keagamaan yang muncul itu membutuhkan suatu objek tujuan. Mengenai apa yang mengakibatkan bahwa sesuatu hal menjadi objek dari emosi keagamaan, bukanlah terutama sifatnya yang luar biasa atau absurd dan megah, tetapi adanya tekanan berupa anggapan umum dalam masyarakat, contohnya lantaran salah satu insiden secara kebetulan pernah dialami orang banyak. Objek yang menjadi tujuan emosi keagamaan juga sanggup bersifat sacre (keramat), sebagai lawan dari sifat profan (tidak keramat), yang tidak mempunyai nilai keagamaan.
  5. Suatu objek keramat bahu-membahu merupakan lambang dari suatu masyarakat. Pada suku-suku bangsa orisinil di Australia, objek keramat yang menjadi objek emosi kemasyarakatannya sering kali berwujud suatu jenis binatang atau tumbuhtumbuhan. Para pakar menyebut prinsip yang berada di belakang objek dari suatu kelompok dalam masyarakat (misalnya klan atau kelompok kerabat) dengan istilah totem.
5. Unsur-Unsur Dasar Religi

Kamu tentu tahu bahwa bangsa Indonesia terdiri atas suku-suku (lebih dari 600 suku). Kamu tentunya juga tahu apa yang telah diungkapkan E. Durkheim wacana teori religi. Nah, untuk mendeskripsikan religi dalam suku-suku bangsa di Indonesia, antropologi membagi religi ke dalam unsur-unsur sebagai berikut.

a. Emosi keagamaan (getaran jiwa) yang mengakibatkan bahwa insan didorong untuk berperilaku keagamaan.
b. Sistem kepercayaan atau bayangan-bayangan insan wacana bentuk dunia, alam, alam gaib, hidup, dan maut.
c. Sistem ritus dan upacara keagamaan yang bertujuan mencari korelasi dengan dunia gaib berdasarkan sistem kepercayaan tersebut.
d. Kelompok keagamaan atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengonsepsikan dan mengaktifkan religi berikut sistem-sistem keagamaannya.
e. Alat-alat musik yang digunakan dalam ritus dan upacara kesamaan.

B. Fungsi Agama atau Religi dan Kepercayaan

Agama sering dipahami sebagai kepercayaan kepada Tuhan. Bisa pula dipahami sebagai pengamalan yang berkait dengan kepercayaan tersebut. Namun, sebetulnya agama mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan kepercayaan. Kita bisa menyampaikan bahwa sesuatu itu agama apabila ada unsur-unsur: sikap (sembahyang, menciptakan sajian, perayaan dan upacara), sikap (seperti hormat, kasih atau takut), pernyataan (seperti mantra, jampi, kalimat suci), dan benda-benda lahiriah (seperti masjid, candi, gereja, tangkal, azimat).

Agama mempunyai dua fungsi penting; yakni fungsi psikologis dan fungsi sosial.

1. Fungsi Psikologis

Orang meyakini dan mengamalkan anutan agama kebanyakan untuk meraih ketenteraman. Agama bisa memberi ketenangan dan mengurangi kegelisahan lantaran percaya ada tunjangan supranatural yang sanggup diharapkan ketika terjadi bencana. Orang yang gres saja terkena musibah gempa bumi, akan merasa damai apabila ingat dengan Tuhan atau kekuatan supranatural yang ada di atasnya. Selain itu, agama juga bisa memberi tuntunan melalui penggambaran atau kisah makhluk supranatural.

2. Fungsi Sosial

Fungsi lain dari agama antara lain memberi hukuman kepada sejumlah besar tata kelakuan, pemeliharaan solidaritas sosial, pendidikan, dan tertib sosial. Dengan rajin menjalankan perintah anutan agama, maka akan terbentuk sikap dislipin dan ketaatan. Orang yang taat menjalankan perintah agama akan mempunyai sikap yang terpuji dan bisa membangun kebersamaan dengan insan yang lain. 

Coba lihatlah pada dirimu sendiri. Apakah kau telah taat dalam menjalankan perintah anutan agama? Lalu, apa dampak yang kau rasakan sesudah tertib dalam menjalankan anutan agama?

C. Agama/Religi dan Kepercayaan di Indonesia

Indonesia tidak hanya mempunyai suku bangsa yang beragam, namun juga mempunyai agama dan kepercayaan yang beragam. Terdapat enam agama resmi di Indonesia, yaitu Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Berdasarkan data yang ada, dominan masyarakat Indonesia yaitu pemeluk agama Islam. Di samping agama yang resmi, di Indonesia juga tumbuh dan berkembang keyakinan lain yang disebut dengan kepercayaan tradisional.

Dengan adanya diversitas agama di Indonesia, masyarakat Indonesia harus menghargai perbedaan yang ada. Hal tersebut telah diatur di dalam UUD 1945 pada pasal 29 ayat 2 yang menjamin masyarakat mempunyai kemerdekaan di dalam beragama. Setiap individu dibebaskan untuk menganut agama yang dipilihnya. Dengan demikian, tidak ada diskriminasi agama. Setiap individu harus menghormati dan memelihara toleransi terhadap kepercayaan masing-masing.

Agama di Indonesia yaitu Islam, Protestan, Nasrani Roma, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

a. Islam

Agama Islam masuk ke Indonesia sekitar era ke-15 dan 16. Agama Islam salah satu di antaranya dibawa ke Indonesia oleh pedagang India dan Arab. Jumlah pemeluk agama Islam di seluruh Indonesia sekitar 88% dari penduduk Indonesia. Bukti tertua kehadiran Islam di Indonesia ditemukan di Aceh berupa kerikil nisan Sultan Sulaiman bin Abdullah bin al-Basir dengan angka tahun 1211. Dari temuan nisan itu, kita bisa menduga bahwa sekitar era XII di Sumatra telah berkembang masyarakat Islam. Dari tempat itulah, Islam bisa berkembang ke banyak sekali daerah di Indonesia. Meski memuat nilai-nilai baru, namun sikap beragama ketika awal masih dipengaruhi oleh unsur-unsur Hindu-Buddha. Bahkan para pengembang agama Islam di Jawa mirip wali sanga masih memakai adab istiadat yang merupakan peninggalan kebudayaan Hindu-Buddha.

Setelah Aceh, komunitas muslim generasi pertama terdapat di Demak, Banten, Makassar, Maluku, dan Yogyakarta. Di kota-kota itu kita ketahui berdiri kerajaan-kerajaan Islam yang menjadi pusat pengembangan anutan Islam. Peninggalan sejarah dari kerajaan-kerajaan tersebut masih bisa kita lihat hingga kini.

Salah satu sikap beragama yang berkembang pada periode awal yaitu sufisme atau tasawuf. Sufisme merupakan sikap yang mencerminkan unsur batin anutan Islam. Misalnya dengan pengekangan diri melalui bermacam-macam kegiatan mirip zikir, puasa, sembahyang terus-menerus, dan tarian suci. Dari sini dikenal adanya tarekat yaitu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tarekat yang berkembang pada masa awal antara lain sebagai berikut.

Tabel 3. Sastrawan dan Tarekatnya

Nama
Tarikat
Sejarah
Hamzah Fansuri
Qadiriyya
Penyair gaib dan keagamaan, pengarang pertama yang dikenal di dunia Melayu
Shams al Din Pasai
Naqshbandiyya
Penasihat keagamaan Sultan Iskandar Muda dari Aceh, penggagas aliran tersebut.
Abd al Rauf Aceh
Shatariyya
Pendiri Shatariyya di Jawa dan Sumatra sesudah berguru di Madinah
Abd al-Samad
Sammaniyya
Pendiri Sammaniyya di Palembang sesudah berguru di Mekah
Sumber: Indonesian Heritage: Agama dan Upacara, halaman 17

Perilaku beragama umat Islam didasarkan atas keyakinan adanya rukun kepercayaan dan rukun Islam. Rukun kepercayaan terdiri atas percaya pada Allah swt., percaya pada malaikat, percaya pada nabi, percaya pada hari kiamat, percaya pada kitab suci (Taurat, Mazmur, Injil, Quran) dan percaya pada takdir. Rukun Islam meliputi ratifikasi tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah syahadat, sembahyang lima waktu (shalat), puasa di bulan Ramadan, zakat, dan naik haji.

Pada masa kontemporer, sikap keagamaan di Indonesia semakin beragam. Baik dari tradisi Muhammadiyah, NU, maupun penganut Islam inklusif. Masing-masing organisasi massa dan kelompok-kelompok penganut agama itu kemudian berkembang dengan ciri khas masing-masing.

b. Protestan

Agama Protestan banyak ditemui di daerah Maluku, Sulawesi Utara, dan Batak. Jumlah pemeluk agama Protestan sebesar 5% dari populasi. Pembawa agama ini yaitu orang Belanda dan Portugis. Agama Kristen mulai masuk ke Indonesia sesudah VOC menjalankan penjajahannya di banyak sekali pulau. Meski misi utama VOC yaitu berdagang, namun mereka juga wajib membuatkan kepercayaan Protestan. Saat VOC dibubarkan tahun 1799, di Indonesia terdapat 50.000 orang pemeluk Protestan. Agama ini semakin berkembang sesudah pemerintah kolonial mendukung sepenuhnya kegiatan misionaris. Apalagi kitab-kitab suci mereka diterjemahkan ke dalam bahasa lokal dan bahasa Melayu. Komunitas agama Protestan banyak terdapat di tempat Indonesia belahan timur.

Para pemeluk agama Kristen menjalankan bermacam-macam upacara. Banyak di antaranya yang memakai kebudayaan lokal yang telah usang berkembang di masyarakat. Misalnya yang dilakukan oleh masyarakat Kristen di Pulau Samosir, dekat Danau Toba. Mereka biasa menggelar tarian suci dan nyanyian puisi ratapan 
pada perayaan Jumat Agung.

Di Larantuka, Flores Timur, penganut Kristen menyelenggarakan ritual siklus kehidupan dengan menyisipkan prosesi kelahiran dan selesai hidup Kristus dalam kebaktian Paskah. Upacara ini yaitu peninggalan masyarakat Eropa era XVI. Pada Jumat Agung mereka mengadakan arak-arakan lilin di sepanjang jalan dengan membawa patung Perawan Maria lambang Mater Dolorosa (Bunda Berkabung). Kini, daerah-daerah itu menjadi pusat komunitas Kristen. Kamu bisa mencari gosip sebanyak-banyaknya wacana sikap agama mereka.

c. Katolik Roma

Agama Nasrani Roma banyak ditemui di daerah kepulauan timur Indonesia, mirip Roti, Timor, dan Flores. Jumlah pemeluk agama Protestan sebesar 5% dari populasi. Pembawa agama ini yaitu orang Belanda dan Portugis. Komunitas Katholik terbentuk semenjak era XVI di Ambon, Ternate, dan Halmahera. Agama tersebut tiba semenjak Portugis masuk ke Indonesia. Namun, berkembang dengan cepat pada era XIX sesudah pemerintah kolonial Belanda memberlakukan otonomi Gereja Katolik. Apalagi banyak keluarga Belanda yang tiba ke Indonesia mengikuti suami atau ayah mereka yang bertugas di Indonesia.

Penyebaran agama ini banyak didukung oleh keberadaan ordo Fransiscan. Ordo yang berpusat di Maluku Utara dan Sulawesi Utara ini berhasil menciptakan penduduk beragama Katolik. Ordo lain yaitu Jemaat Theatine yang berpusat di pantai barat daya Sumatra dan ordo Dominikan yang berpusat di Solor, Timor, dan Flores.

d. Hindu

Agama Hindu banyak ditemui di daerah Bali dan Lombok (di tempat orang Bali yang tinggal di daerah Lombok). Penganut kurang lebih 2% dari total populasi. Agama ini sedikit berbeda dengan yang dianut di India. Agama ini telah dikenal masyarakat Indonesia semenjak awal era I Masehi melalui korelasi dagang dengan India. Dari kontak dagang ini, kemudian terbangunlah komunitas-komunitas Hindu pada era VIII-IX. Saat itu bersamaan dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu dengan puncak Kerajaan Majapahit. Peran utama penyebaran agama Hindu dipegang oleh kaum brahmana.

Merakalah yang memimpin upacara di kerajaan-kerajaan Hindu. Dalam perkembangannya, mereka memakai akar budaya lokal untuk menjalankan sikap agamanya. Misalnya, kita mengenal Dewi Sri atau penggunaan Gunung Meru.

Masyarakat Hindu terbagi ke dalam empat kasta, yaitu brahmana, kesatria, waisya, dan sudra. Di luar itu masih ada kasta chandala yang meliputi golongan pemburu yang terkontaminasi kedudukannya. Prinsip anutan agama Hindu didasarkan atas lima kepercayaan: brahman yaitu kepercayaan kepada para yang kuasa dalam banyak sekali bentuk perwujudannya, atman yaitu kepercayaan wacana jiwa yang abadi, karmaphala yaitu kepercayaan bahwa setiap tindakan akan berakibat pada pelakunya, punar bhawa yaitu kepercayaan wacana reinkarnasi, dan moksa yaitu kepercayaan wacana kebahagiaan yang tertinggi.

Pemeluk agama Hindu menyelenggarakan serangkaian upacara yang disebut yadnya. Upacara ini terdiri atas lima jenis berdasarkan untuk siapa upacara ditujukan. Upacara itu meliputi Dewa yadnya untuk Yang Maha Kuasa, dewa-dewa dan dewi-dewi, bhuta yadnya untuk roh gaib setan, pitra yadnya untuk untuk orang mati atau leluhur, manusa yadnya untuk orang hidup, rsi yadnya untuk pendeta atau pentasbihan.

Agama Hindu di Bali mempunyai banyak nama, mirip Hindu Bali lantaran khas Bali, agama Tirta lantaran air suci merupakan unsur penting dalam agama Hindu, dan agama Siwa-Weda lantaran ajaran-ajarannya memuja Siwa-Buddha. Kini, nama yang sering digunakan yaitu Hindu Dharma. Penyebaran agama Hindu di Bali banyak memakai tari topeng, wayang, dan pergelaran drama. Tradisi keagamaan di Bali telah mengakar dalam kehidupan sehari-hari dengan pusat keagamaan di pura.

e. Buddha

Agama Buddha berasal dari India. Penganutnya sekitar 1% dari populasi. Buddha berasal dari India dan menyebar ke Indonesia bersamaan dengan Hindu. Pengaruh agama Buddha masuk ke Indonesia pada era VII. Hal ini berdasarkan catatan I-Ching yang melawat ke Sriwijaya pada tahun 671. Setelah selama 10 tahun tinggal di Sriwijaya, IChing menerjemahkan teks-teks Buddha Sanskerta ke dalam bahasa Cina dan menulis kisah perjalanannya.

Ada dua aliran utama yang berkembang dalam Buddha, yaitu Theravada dan Mahayana. Pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, yang berkuasa yaitu aliran Mahayana. Agama Buddha membuatkan anutan Tantra. Namun sesudah kedua kerajaan besar itu runtuh, efek Buddha semakin menghilang. Dalam perkembangannya, para pemeluk agama Buddha mendirikan sangga atau organisasi para biarawan. Hingga kini, pelaksanaan upacara keagamaan banyak dipimpin oleh organisasi ini.

f. Konghucu

Penganut agama Konghucu di seluruh Indonesia berjumlah sekitar 1%. Agama Konghucu yaitu agama yang gres saja diakui oleh pemerintah sebagai salah satu agama resmi di Indonesia. Selain percaya pada adanya Tuhan, masyarakat Indonesia juga percaya pada adanya makhluk halus dan alam gaib. Berkaitan dengan alam gaib, berdasarkan C. Geertz, masyarakat di daerah Jawa sangat mempercayai adanya makhluk halus. Apa saja nama makhluk halus yang ada dalam budaya Jawa, bacalah gosip berikut ini.

Info :

Makhluk halus tersebut terdiri beberapa macam, yaitu sebagai berikut.

a. Memedi : roh yang menakut-nakuti.
b. Lelembut : roh yang mengakibatkan kesurupan.
c. Tuyul : makhluk hidup yang karib.
d. Demit : makhluk hidup yang menghuni suatu tempat.
e. Danyang : roh pelindung.

Untuk melindungi diri dari bahaya, masyarakat Jawa juga sangat aktif melaksanakan ritual keselamatan. Beberapa di antaranya yaitu sebagai berikut.

a. telonan : ritual tiga bulan masa kehamilan.
b. tingkeban : ritual anak pertama bagi ibu, ayah, atau keduanya.
c. babaran/brokohan : ritual kelahiran bayi.
d. pasaran : ritual lima hari sesudah kelahiran.
e. pitman : ritual tujuh bulan sesudah kelahiran.
f. selapanan : ritual satu bulan sesudah kelahiran.
g. taunan : ritual satu tahun sesudah kelahiran.

Masyarakat Jawa mempunyai cara penghitungan hari tersendiri, yakni lima hari pasaran. Hari pasaran tersebut yaitu legi, paing, pon, wage, dan kliwon. Di daerah-faerah yang lain di Indonesia mungkin juga mempunyai cara tersendiri dalam menetapkan hari. Bagaimana masyarakat yang ada di sekitar tempat tinggalmu?

2. Aliran Kepercayaan di Indonesia

Wilhelm Wundt menjelaskan bahwa pada mulanya tiba kepercayaan wacana magi, iblis, dan lainnya. Pada tahap evolusi berikutnya, yakni pada era Totem, mulai munculnya agama dalam bentuk pemujaan binatang. Lama-kelamaan totem mulai susut, kemudian objek pemujaan diganti dengan manusia. Pemujaan beralih menjadi pemujaan terhadap nenek moyang hingga kesannya ada pengkultusan terhadap pahlawan, dan pengkultusan dewa-dewi.

Aliran kepercayaan yang berkembang di Indonesia yaitu Budi Setia (didirikan oleh kaum priayi), Sumarah (didominasi oleh kaum priayi), Kawruh Baja, Ilmu Sejati, Kawruh kasunyatan, Sunda wiwitan (tersisa pada etnis Baduy di Kanekes, Banten), Buhun Jawa Barat, Parmalim (agama orisinil Batak), Kaharingan Kalimantan, Tonaas Walian Minahasa Sulut, Tolottang, Wetu telu, dan Naurus (P. Seram Maluku).

Info :

Wetu telu berarti tiga waktu. Wetu telu yaitu agama Islam yang mengalami sinkretisme dengan Hindu Bali, kejawen, dan kepercayaan kepada leluhur. Kamu sanggup menemui orang-orang yang beragama Islam mirip itu terutama di belahan utara dan selatan Pulau Lombok. Bagaimana hingga terjadi percampuran mirip itu? Latar belakang proses percampurannya yaitu pada waktu itu, ada sejenis agama Islam (keras) berkembang di kalangan orang kaya. Tokoh di balik perkembangan itu yaitu para mahasiswa yang berguru pada kurun waktu tertentu di sekolah-sekolah agama ortodoks. Mereka inilah yang mempelajari dasar-dasar keislaman dengan menafsirkan ayat-ayat untuk diadaptasi dengan tradisi ortodoks yang telah mapan.

Dalam kepercayaan ini, kiprah leluhur begitu menonjol. Mereka mempercayai kehidupan yang senantiasa mengalir dengan unsur sangat besar lengan berkuasa yang disebut jiwa yang sanggup dibangkitkan. Seseorang yang hidup jiwanya selalu berada di dalam tubuh. Jiwa sanggup meninggalkan tubuh (pada ketika tidur) tetapi selalu kembali ke tubuh orang tersebut. Baru sesudah mati, jiwa meninggalkan tubuh, tetapi selalu hidup dan sanggup mengembara ke mana-mana. Nah, supaya jiwa itu tenteram dan tidak membahayakan manusia, maka dilakukanlah upacara-upacara. Pada ketika itulah, orang yang mati diubah menjadi leluhur.

Bagi orang-orang Lombok yang menganut wetu telu, selesai hidup tidak berarti perpisahan. Jiwa orang mati mungkin pergi ke alam lain tetapi tetap sanggup kembali sewaktu-waktu. Oleh lantaran itu, mereka sanggup menghipnotis kehidupan keturunannya yang masih hidup. Para penganut wetu telu sanggup memanggil dan meminta tunjangan arwah para leluhurnya dengan suatu perayaan. Lihatlah gambar di samping. Itulah upacara tumbuk padi yang dilakukan untuk persiapan perayaan.

Orang Islam penganut wetu telu di Lombok Utara mempunyai pusat tempat suci yang disebut dengan Masjid Bayan. Ciri-ciri masjidnya sebagai berikut.

a. Memiliki beduk yang besar.
b. Terdapat patung naga yang disebut dengan naga Bayan.
c. Terdapat patung burung dari kayu di atas mimbar induk.
d. Tidak pernah melaksanakan khotbah hari Jumat.
e. Para jemaah wetu telu hanya mengunjungi jikalau mereka ingin mempersembahkan masakan kepada kiai pada perayaan tertentu.
f. Hanya para kiai-lah yang melaksanakan kiprah keagamaan, tetapi tidak memimpin salat wajib lima waktu.

Berbeda dengan umat Islam umumnya yang mengadakan perayaan meriah pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, maka wetu telu melaksanakan perayaan meriah pada ketika Maulud Nabi. Pada ketika itu, kau akan melihat masjid wetu telu dihiasi dengan umbul-umbul dan kain. Pada waktu malam, para kiai bertemu untuk makan bersama. Ketika bulan rahmat tiba, semua kiai bertemu setiap malam untuk berdoa, dan buka puasa bersama hanya dilakukan pada selesai bulan puasa sekaligus juga dilakukan khotbah. Selain itu, para kiai wetu telu juga akan bertemu di Masjid Bayan jikalau di Lombok Utara terjadi tragedi alam. Mereka melaksanakan upacara lohor jariang jumat. Upacara diakhiri khotbah khas Bayan dengan memakai bahasa daerah.

Para penganut wetu telu sanggup menjelaskan bagaimana Islam diterima di Lombok, serta bagaimana waktu lima dan wetu telu sanggup dibedakan dengan memakai naskah lontar. Memang, hingga kini masyarakat Lombok ada yang melaksanakan sembahyang hanya tiga kali sehari. Hal ini berbeda dengan orang muslim yang melaksanakan salat lima waktu dalam sehari. Oleh lantaran itu, wetu telu sanggup disebut sebagai suatu sekte yang berpegang pada kebiasaan tradisional (adat) dan syariah.

D. Perilaku Religi

Agama yang bermacam-macam adanya di permukaan bumi, tidak seluruhnya mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ritual keagamaannya. Namun, hampir seluruhnya percaya terhadap sesuatu yang dianggapnya mempunyai kekuasaan dan kekuatan. Van Baal menjelaskan bahwa insan mempunyai kepercayaan terhadap mana. Mana yaitu sesuatu yang menghipnotis semua hal yang melampaui kekuasaan insan yang berada di luar jalur yang normal dan wajar. Mana muncul lantaran hadirnya efek yang ditimbulkan oleh pikiran manusia. 

Ketika seseorang mengenakan cincin dengan kerikil akik dengan warna tertentu kemudian mendapatkan kekayaan yang di luar dari kebiasaannya, ia akan berpandangan bahwa kerikil akik yang dikenakannya itu mempunyai mana. Perilaku keagamaan mempunyai bentuk yang beragam. Jika dilihat melalui ritual, sanggup dilihat berikut ini.

Ritual yaitu sarana yang digunakan untuk melaksanakan korelasi antara insan dengan kekuatan supranatural. Selain itu, juga digunakan sebagai penghubung antara insan dengan kekuatan supranatural, digunakan pula untuk memperingati insiden penting dan insiden kematian.

Antropologi membagi ritual menjadi beberapa hal, yaitu upacara peralihan (rites of passage) dan upacara intensifikasi (rites of intensification). Dikutip dari Havilland, upacara peralihan (rites of passage) yaitu upacara keagamaan yang berkaitan dengan tahap-tahap yang penting dalam kehidupan manusia, mirip kelahiran, perkawinan, dan kematian. Upacara intensifikasi (rites of intensification) yaitu upacara keagamaan yang diadakan pada waktu kelompok menghadapi krisis real atau potensial.

Salah satu pola upacara peralihan yang paling serig kita jumpai yaitu aqiqa yang biasa dilaksanakan oleh umat Islam. Upacara aqiqa dilaksanakan pada hari ketujuh dar kelahiran seorang anak, ditandai dengan penyembelihan kambing. Untuk anak anak laki-laki, kambing yang disembelih berjumlah dua ekor sedangkan untuk wanita hanya seekor. Tujuan pelaksanaan upacara ini yaitu untuk menebus anak. 

Menurut keyakinan mereka, seorang anak sebelum diaqiqahi masih tergadai. Rangkaian upacara ini meliputi pencukuran rambut anak, pemberian nama yang baik, dan penyebelihan ternak kurban. Sebagian daging ternak yang telah disembelih itu kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar, sebagian yang lain untuk pesta. Maknanya, anak diantar untuk menjadi seorang makhluk sosial dan mempunyai susila yang baik.

Upacara pada tahap berikutnya yaitu sunatan. Sunat yaitu tanda anak laki-laki memasuki cendekia balig, biasanya dilakukan pada anak usia 8-14 tahun. Saat melaksanakan upacara ini, biasanya orang bau tanah mengadakan pesta dengan mengundang sanak saudara dan tetangga. Setelah menginjak dewasa, sampailah anak pada jenjang perkawinan.

Berdasarkan aturan Islam, perkawinan terjadi antara seorang jejaka dan gadis dengan wali mewakili gadis. Sebuah upacara bisa dilaksanakan apabila ada izin dari wali, selanjutnya ia harus memberikannya dan mendapatkan ikatan perkawinan yang mempersatukan kedua mempelai. Ikatan itu biasa disebut mahar (berupa emas, benda berharga atau Al Quran). Mempelai kemudian mengikuti prosesi di depan tamu undangan. Di beberapa suku bangsa, kedua anggota keluarga yang yang telah terikat dalam satu ikatan kekeluargaan itu saling menawarkan petuah kepada kedua mempelai.

Saat ada salah satu anggota keluarga yang meninggal, maka ada banyak kewajiban yang biasa dilakukan oleh sanak keluarga yang ditinggal. Misalnya dengan memandikan, mengubur, hingga berdoa untuk keluarga yang meninggal. Upacara selesai hidup yang diadakan oleh sanak keluarga biasanya berisi talqin dan tahlil.

Info :

Upacara Penguburan Suku Dayak

Masyarakat Dayak mempunyai kepercayaan bahwa ketika orang meninggal akan menciptakan kasus bagi yang hidup jikalau jiwanya tidak pergi ke dunia kematian. Oleh lantaran itu, mereka menyelenggarakan serangkaian upacara. Upacara selesai hidup pada suku Dayak terbagi menjadi dua:

a. Pemakaman dengan sekali upacara

Upacara ini dilaksanakan oleh masyarakat Modang, Kayan, dan Iban. Upacara ini mirip dengan yang dilakukan oleh suku bangsa-suku bangsa yang lain.

b. Pemakaman dengan dua kali upacara

Upacara ini dilaksanakan oleh masyarakat Ngaju dan Ot Danum. Mayat disimpan sebentar sesudah kematian, kemudian kerangkanya digali dan dipindahkan ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Kerangkanya dimasukkan ke dalam keranda, guci, atau dibungkus dengan tikar dan dikubur, diabukan atau disimpan dalam kubur besar.

Upacara dibagi menjadi tiga tahap, yaitu separasi, transisi, dan inkorporasi. Dikutip dari Havilland, separasi yaitu dalam upacara peralihan, upacara untuk memisahkan seseorang dari masyarakatnya. Transisi yaitu dalam upacara peralihan, isolasi seseorang sesudah mengalami separasi dan sebelun inkorporasi. Inkorporasi yaitu dalam upacara peralihan, penyatuan kembali seseorang ke dalam masyarakat berdasarkan statusnya yang baru.

Berkaitan dengan upacara peralihan, insan dianggap melalui beberapa tahap kehidupan. Tahap kehidupan tersebut yaitu kelahiran, pubertas, perkawinan, menjadi orang tua, naik ke tingkat yang lebih tinggi, spesialisasi pekerjaan, dan kematian. Sementara itu, berkaitan dengan upacara intensifikasi, insan banyak mengalami suatu krisis. Krisis air hujan, serangan hama, muncul serangan binatang berbahaya, muncul serangan musuh, kematian, dan lain-lain. Untuk menghalau krisis-krisis tersebut, insan mengadakan upacara.

Di dalam mencari ketenangan hidup, insan memakai bermacam hal yang berkaitan dengan supranatural. Hal tersebut di antaranya yaitu agama, magi, dan sihir.

E. Perilaku Religi yang Baik

Koentjaraningrat menjelaskan bahwa insan mempunyai kepribadian yang beragam. Dikutip dari Koentjaraningrat, kepribadian yaitu ciri-ciri tabiat seseorang individu yang konsisten yang menawarkan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus. Hal ini menjelaskan bahwa setiap insan akan mempunyai huruf yang khas dan terang berbeda antara insan satu dengan insan yang lain. Karakter tersebut akan tercermin seumur hidup dan tidak sanggup dikamuflase dengan segala hal untuk menutupinya.

Berkaitan dengan kepribadian tersebut, hak mempunyai agama juga berdasarkan atas kepentingan pribadi yang sangat bergantung dengan kepribadian masing-masing orang. Agama tidak sanggup dipaksakan untuk dimiliki oleh seseorang. Pada awalnya, ketika masih kecil, insan hanya mengikuti arus kehidupan yang ada di sekelilingnya. Namun, ketika insan telah hingga pada ketika beliau bisa menentukan jalan hidup dan mengambil keputusan untuk pilihanpilihan hidupnya, agama tidak sanggup lagi dipaksakan untuk ditempelkan ke dalam hidup seseorang.

Pada ketika insan telah bisa menentukan jalan hidup dengan menentukan segala sesuatu sesuai dengan kepribadiannya tersebut, insan menentukan agama sesuai dengan kehendaknya. Pada ketika itu pula interpretasi insan terhadap agama yang dipilihnya akan berjalan sesuai dengan kepribadiannya melaksanakan persepsi.

Sebagaimana yang disampaikan Koentjaraningrat, persepsi yaitu suatu istilah psikologi yang digunakan untuk mendeskripsikan suatu pemikiran pada alam sadar (concious) melalui nalar insan guna menyusun dan memproyeksikan suatu lingkungan yang ditangkap oleh alam pikirnya tersebut.

Persepsi insan terhadap agama yang dianutnya masing-masing individu akan berbeda. Perbedaan tersebut bergantung pada kemampuan insan memproyeksikan makna agama bagi dirinya. Manusia yang bisa memproyeksikan agama di dalam kehidupannya dengan baik dan tepat, akan sanggup menjalani kehidupan dengan baik pula.

Manusia yang mempunyai persepsi tepat dan seirama terhadap anutan agama yang dianutnya, maka ketika menjalani kehidupan pun akan seirama dengan anutan tersebut. Ajaran agama yang tersebar di seluruh permukaan bumi ini bermacam-macam adanya. Namun demikian, insan mempunyai agama bukan berarti bisa pula menjalani kehidupan sesuai dengan anutan agama yang dianutnya. Hal ini tergantung pada persepsinya terhadap agama.

Manusia yang mempunyai persepsi tepat terhadap suatu agama, ia akan dengan tepat pula menjalankan ritual keagamaannya. Namun, sebaliknya, jikalau insan tidak sanggup menempatkan persepsinya pada proporsi yang tepat, maka ia akan menyimpang. Persepsi yang menyimpang itu, terkadang dianggap tidak menyimpang oleh insan yang bersangkutan.

Persepsinya dianggap benar, padahal sesungguhnya tidak sesuai dengan yang maksudkan di dalam agama yang dianutnya. Sir James George Frazer menyampaikan bahwa agama dilihatnya sebagai sesuatu yang digunakan untuk mengambil hati atau menenangkan kekuatan yang melebihi kekuatan insan yang bisa mengendalikan kehidupan manusia. Perilaku yang baik ada dalam anutan agama. Tinggal insan memberi persepsi yang sebaik-baiknya.

F. Perilaku Religi yang Merugikan

Manusia di dalam menjalankan kehidupannya, terkadang tidak sesuai dengan anutan agama yang dianutnya. Untuk menciptakan damai hatinya, ada pula jalan yang diambil tidak baik.

Perilaku tidak baik sanggup ditemukan pada kelompok orang yang bekerja dengan magi.

Dikutip dari Havilland, magi yaitu suatu perjuangan yang digunakan untuk memanipulasi hukum-hukum alam tertentu Frazer menyampaikan bahwa ada dua magi yang penting.

a. Magi simpatetis

Dikutip dari Havilland, Frazer menyampaikan bahwa Magi Simpatetis yaitu magi berdasarkan prinsip bahwa persamaan menjadikan persamaan. Contoh magi simpatetis yaitu sebagai berikut. Seorang cowok akan pergi ke tukang sihir untuk memesan boneka yang dibentuk mirip dengan pemudi yang menolak cintanya itu. Jika boneka tersebut dimasukkan ke dalam air dan diguna-gunai, maka pemudi tersebut sanggup menjadi gila. Pemudi tersebut mengalami nasib yang sama dengan boneka tiruannya tersebut. Itu yang dimaksud dengan Magi Simpatetis.

b. Magi senggol (contagious magis)

Magi Senggol (contagious magis) yaitu magi yang berdasarkan pada prinsip bahwa barang yang pernah bersentuhan sanggup saling memengaruhi sesudah terpisah.

Info :

Dari pengalaman ”menggelitik tradisi” yang dilakukan Toto Amsar bersama Studio Tari STSI Bandung dalam koridor ”preservasi” tidak berarti kritik terhadap tradisi/mengkritisi tradisi menjadi mutlak tidak perlu dilakukan. Dengan kata lain, biarlah duduk masalah kritik/mengkritisi tradisi secara eksklusif dilakukan oleh masyarakat penyangganya. Sebagaimana yang terjadi pada upacara desa “Ngarot” di Lelea Indramayu. Masyarakat Lelea menolak dengan keras dihadirkannya dalang topeng perempuan, semata-mata bukan lantaran tidak biasa. Namun, ada atmosfer imaji dalam ritus kepercayaan masyarakat Lelea yang hilang, yaitu nilai ritus magi simpatetis (upacara kesuburan) yang tercermin dalam korelasi di antara dalang topeng (laki-laki) dengan para kasinoman (remaja putri), dan para kasinoman remaja putra dengan ronggeng (perempuan) dalam ronggeng ketuk. Di sini, tradisi memberi nilai/ajaran wacana alam sepasang, bumilangit, siang-malam, dan lanang-wadhon yang masih tetap dipertahankan dalam keseimbangannya oleh masyarakat desa Lelea, Indramayu. (Sumber: www.pikiran-rakyat.com/cetak)

Contoh Magi Senggol (contagious magis) yaitu sebagai berikut. Rambut, gigi, dan kuku jikalau jatuh ke tangan musuh akan sanggup gampang diguna-guna lantaran rambut, gigi, dan kuku yaitu belahan di tubuh yang sering bersenggolan dengan badannya. Beberapa hal tersebut yaitu sebagian pola sikap yang merugikan. Perilaku religi lain yang merugikan yaitu sihir dan santet. Dikutip dari Havilland, sihir yaitu pada sementara suku kemampuan bawaan yang tidak disadari untuk berbuat jahat, namun berbeda dengan santet, mengadakan pertemuan pada malam hari, menjalankan kanibalisme, dan membunuh orang dari jarak jauh dengan tujuan untuk menyalurkan kegelisahan, ketegangan, dan frustrasi, serta kudeta politik.

Sementara itu, santet (sorcery) yaitu perbuatan sengaja diadakan oleh insan untuk berbuat jahat dengan tujuan khusus dengan cara menenung korbannya dengan memakai kuku, rambut, atau pakaian bekas, memasukkan gigi mayit ke dalam tubuh korban. Sihir dan santet sanggup diketahui melalui nujum (divination). Nujum (divination) yaitu mekanisme magi yang sanggup menentukan lantaran sesuatu insiden khusus, mirip penyakit atau meramalkan sesuatu yang akan terjadi.

Info :

Dicky Zaenal Arifin, guru utama “Hikmatul Iman” yang telah mengakrabi alam gaib semenjak kecil menyataan insiden tersebut bisa saja terjadi. Perbuatan magis mirip santet, teluh, sihir, dan guna-guna yaitu realitas sosial secara empiris yang keberadaannya diakui oleh sebagian masyarakat.

Bahkan, di banyak negara mirip di Benua Afrika dikenal dengan “The Spirit of African” . Di Haiti dikenal dengan “Voodoo”. Ada pandangan perbuatan mirip itu merupakan perbuatan yang angker dan jahat. Oleh lantaran itu, sekaligus sanggup digunakan untuk mencari laba oleh anggota masyarakat untuk menangkal perbuatan magis itu dan atau untuk melaksanakan perbuatan magis tersebut terhadap masyarakat yang percaya terhadap adanya kekuatan magis.
. . .

Pada dasarnya ilmu santet yaitu ilmu yang mempelajari bagaimana memasukkan benda atau sesuatu ke tubuh orang lain dengan tujuan menyakiti. Benda ini bisa saja contohnya sebuah paku atau seekor binatang berbisa yang dikirim secara gaib untuk dimasukkan ke tubuh seseorang dengan tujuan menyakiti orang tersebut.

Walaupun proses santet yang gaib ini sulit dimengerti secara ilmu pengetahuan, tapi secara logis santet sanggup dimengerti sebagai proses dematerialisasi. Pada ketika santet akan dikirim, benda-benda mirip paku, jarum, beling, ataupun binatang berbisa ini diubah dari materi menjadi energi. Kemudian dalam bentuk energi, benda ini dikirim menuju sasaran. Setelah tepat mengenai sasaran, energi ini diubah kembali menjadi materi. Sehingga apa-apa yang tadi dikirim, contohnya kaca dan binatang berbisa akan masuk ke tubuh seseorang yang merupakan sasaran santet.

Selanjutnya secara otomatis benda-benda yang tadi dimasukkan melalui santet ini akan menjadikan kesakitan pada tubuh orang yang disantet. Ada dua jenis santet menyelidiki jenis kekuatan yang dijadikan sumber kekuatannya. Pertama, yaitu santet yang dalam prosesnya memanfaatkan kekuatan makhluk gaib mirip jin, setan, dan makhluk gaib lainnya. Dalam pelaksanaannya, pelaku santet akan bekerja sama dengan makhluk gaib sebagai media pengiriman santet.

Untuk mengajak si makhluk gaib untuk dijadikan ”kurir” ini tentu saja pelaku santet harus menawarkan imbalan sesuai yang diminta sang kurir. Imbalan bisa berupa sesaji khusus yang diperuntukkan makhluk gaib sebagai masakan untuknya. (Sumber: www.pikiran-rakyat.com/cetak)

G. Agama dan Religi pada Suku Bangsa di Indonesia

Indonesia mempunyai keranekaragaman suku bangsa yang tiada bandingannya di dunia. Masing-masing suku bangsa mempunyai ragam budaya dan upacara yang telah mengakar dalam masyarakat yang bersangkutan semenjak ribuan tahun yang silam. Dari serangkaian inovasi prasejarah yang ada di banyak sekali tempat, kita bisa membuktikan bahwa insan prasejarah pun telah mengenal bermacam-macam bentuk religi atau upacara keagamaan. Di banyak sekali daerah ditemukan benda-benda prasejarah dari zaman megalitikum yang bisa memperlihatkan kepada kita bagaimana upacara tersebut dilaksanakan.

Dalam perkembangannya, pelaksanaan upacara dan religi tersebut masih dilanjutkan oleh banyak sekali suku bangsa yang ada di Indonesia. Serangkaian ritual dan upacara dilaksanakan dalam banyak sekali tahap kehidupan manusia, mulai dari kelahiran hingga kematian. Menurut kepercayaan primitif, mereka percaya adanya roh nenek moyang. Oleh lantaran itu, mereka mengadakan serangkaian upacara tertentu dengan sesaji dan menaati peraturan atau norma yang berkaitan dengan upacara tersebut. Seperti halnya yang dilakukan oleh suku bangsa Dayak, mereka mengenal adanya hatallah atau mahatara yaitu pembentuk dunia insan dan manusia. Dengan melaksanakan kegiatan tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa suku bangsa primitif pun telah mempunyai agama dan kepercayaan.

Apa saja macam kepercayaan yang ada di Indonesia? Untuk lebih jelasnya, bisa kau baca pada deskripsi berikut ini.

Manusia primitif sering melihat insiden yang luar biasa, sehingga menganggapnya mempunyai kekuatan gaib. Karena mempunyai kekuatan gaib, maka insiden itu bisa memengaruhi insan dan alam sekitarnya. Dalam istilah etnologi, kekuatan tersebut disebut dengan mana (berasal dari bahasa Sanskerta). Dalam bahasa Jawa, kekuatan gaib yang dimiliki insan biasa disebut dengan kasekten (berasal dari Sanskerta cakti yang berarti kekuatan). Suku bangsa Mentawai mengenal kere, yaitu insan yang mempunyai mana. Setiap insan dianggap mempunyai mana, hanya saja tingkatannya bermacam-macam. Yang dianggap mempunyai mana lebih yaitu para dukun dan pemimpin adat.

Dalam perkembangannya, kepercayaan itu juga dianut oleh orang-orang pada masa berikutnya. Orang tidak berani menyebutkan nama rajanya lantaran merupakan larangan. Kalau menyebut nama raja, mereka yakin akan mengalami musibah atau malapetaka. Oleh lantaran itu, mereka menyebut raja dengan ”Sri Paduka” atau kalau dalam masyarakat Jawa raja disebut dengan ”Sampeyan Dalem”. Menyebut nama raja merupakan larangan atau tabu (tabu berasal dari bahasa Polinesia, sedangkan dalam bahasa Sunda disebut pamali, dalam bahasa Badui disebut buyut atau pantangan dalam bahasa Indonesia).

Salah satu bentuk dinamisme yang biasa dijalankan oleh masyarakat primitif yaitu magi, yaitu menjalankan kegiatan dengan memakai kekuatan alam atau benda yang ber-mana. Ada beberapa bentuk magi, antara lain sebagai berikut. Pertama, magi imitatif. Magi jenis ini berdasarkan perbuatan tiruan. Fenomena alam diyakini bisa dipengaruhi dengan perbuatan-perbuatan yang ibarat keadaan yang sebenarnya. Misalnya, untuk bisa mendatangkan hujan, maka orang akan menciptakan asap supaya membentuk mega. Atau supaya bisa membunuh musuhnya, insan menciptakan orang-orangan kemudian ditusuk atau dipukul. Kedua, magi analogi. Magi ini menghipnotis alam dengan perbuatan yang bisa mengakibatkan suasana atau keadaan yang sebenarnya. Misalnya untuk memudahkan atau mempercepat kelahiran pada ibu yang sudah hamil tua, maka semua benda yang terbuka atau terikat harus dibuka.

Ketiga, magi bahasa. Magi ini memakai bahasa untuk bisa menghipnotis keadaan. Misalnya, untuk mempercepat perkawinan, di tanah Melayu diadakan upacara berpantun. Komunikasi antara kedua belah pihak dianggap bisa mengakibatkan menyebabkan munculnya kekuatan gaib. Pantun yang dibacakan biasanya berisikan pantun asmara atau petuah-petual orang tua.

Animisme berasal dari kata anima yang berarti nafas atau nyawa. Menurut E.B. Tylor, animisme yaitu bentuk agama yang tertua. Ada beberapa macam kepercayaan pada bangsa primitif di Indonesia. Misalnya kepercayaan terhadap kekuatan yang dimiliki insan baik yang telah meninggal atau yang masih hidup dan kepercayaan terhadap segala benda yang ada di sekitarnya.

a. Ruwatan pada Masyarakat Jawa

Ruwatan yaitu upacara pengusiran roh yang berlaku pada suku bangsa Jawa. Tujuannya untuk membebaskan korban atau calon korban supaya tidak dimangsa Batara Kala. Pelaksanaan ritual ini didasarkan pada lakon wayang Murwakala, sebuah naskah usang yang diambil dari kitab Tantu Panggelaran pada selesai era XV. Orang atau anak yang diancam Batara Kala mempunyai ciri-ciri tertentu. Biasanya anak yang menempati posisi khusus dalam sebuah keluarga. Misalnya, anak tunggal, anak kandung lima hingga enam bersaudara atau yang dikenal dengan sendang kapit pancuran (anak wanita di antara dua anak laki-laki dalam satu keluarga), pancuran kapit sendang (anak laki-laki di antara dua anak perempuan), dan lain-lain. Anak-anak itu dalam budaya Jawa dikenal sebagai anak sukerta.

Upacara pengusiran roh jahat bisa dilakukan dengan menggelar wayang kulit dengan tema Murwakala. Untuk melaksanakan upacara Murwakala, diharapkan persiapan yang matang supaya terhindar dari segala pengganggu. Religi itu merupakan sesuatu yang suci, sehingga diharapkan sesajen untuk disajikan kepada para yang kuasa dan danyang penunggu tempattempat tertentu.

Tokoh wayang yang akan digunakan dihias secara khusus dengan dilengkapi air suci dan kemenyan. Tokoh wayang yang dipilih biasanya putera dan puteri Arjuna atau Bima, contohnya Wisanggeni. Selama pergelaran wayang Murwakala, batas antara dunia mistis dengan dunia nyata terhapus. Keluarga yang mempunyai anak sukerto juga ikut menyatu dalam mitos.

b. Owasa pada Masyarakat Nias

Owasa yaitu perayaan keselamatan yang dilaksanakan oleh aristokrat Nias. Status aristokrat Nias biasanya ditentukan oleh emas permata yang dimilikinya. Untuk menahbiskan kedudukannya, aristokrat harus mengumpulkan babi dan menyembelihnya. Setelah menyelenggarakan upacara owasa, aristokrat akan memperoleh gelar gres dengan hak-hak istimewa. Gelar itu dalam masyarakat Nias disebut si’ulu.

Dalam perayaan itu, setiap orang akan saling mengalahkan dalam hal menyediakan binatang babi. Semakin banyak babi yang ia sediakan, semakin tinggi pula kedudukan dan martabat yang akan ia peroleh. Selanjutnya, daging babi yang telah disembelih itu dibagikan kepada masyarakat sesuai dengan tingkat dan golongannya. Semakin banyak yang ia bagikan semakin terhormat pula ia di mata masyarakat.

c. Puliaijat pada Masyarakat Siberut

Masyarakat Siberut mempunyai kepercayaan bahwa setiap benda, baik berbentuk manusia, hewan, flora atau benda lainnya, mempunyai jiwa (dalam bahasa setempat disebut dengan simarege). Mereka percaya bahwa benda-benda itu berkhasiat sendiri-sendiri dan harus digunakan sesuai dengan fungsinya. Oleh lantaran itu, segala ketentuan yang berkaitan dengan benda tersebut harus dipatuhi. Apabila insan melanggar ketentuan tersebut, kekuatan gaib yang ada pada benda tersebut (dalam bahasa setempat disebut bajou) akan bangkit. Kekuatan yang bangun inilah yang akan mengakibatkan penderitaan (sakit, mati, dan lain-lain) pada manusia.

Oleh lantaran itu, mereka menyelenggarakan upacara yang berfungsi memanggil semua kekuatan yang baik dan mengusir segala kekuatan yang jahat. Untuk bisa melaksanakan upacara ini, masyarakat perlu tunjangan para dukun. Upacara ini dalam kebudayaan setempat dikenal dengan puliaijat. Saat pelaksanaan upacara ini, masyarakat Siberut menghentikan seluruh kegiatan kehidupannya. Mereka mempersiapkan sebuah jamuan untuk diri dan jiwa mereka. Mereka mengundang roh leluhur sebagai tamu, meminta perlindungannya, dan menikmati pesat bersama.

Perayaan puliaijat dalam masyarakat Siberut terbagi menjadi beberapa tahap. Antara lain sebagai berikut.
  1. Daging babi dibagi-bagikan pada suatu pesta besar keagamaan oleh para penghuni uma (rumah).
  2. Pemimpin upacara memukulkan pelepah daun aren pada awal upacara, sebagai tanda kesatuan uma.
  3. Seluruh penerima upacara berhias dengan memakai janur.
  4. Para dukun mengusir kekuatan jahat dari dalam uma.
  5. Para dukun mengundang arwah leluhur untuk bergabung dengan yang masih hidup.
Pada selesai upacara, mereka meminta berkah kepada para roh leluhur supaya diberi fasilitas dalam berburu di tengah hutan. Karena mereka yakin bahwa keberhasilannya dalam berburu sangat ditentukan oleh kemurahan para roh tersebut.

Info :

Religi Bercocok Tanam Orang Bukit

Orang Bukit yaitu masyarakat yang tinggal di tempat hutan lindung Pegunungan Meratus, Kalimantan Selatan. Mereka tinggal secara tradisional dalam kampung dan anak kampung yang saling berjauhan. Orang Bukit meyakini bahwa kampung mereka (banua) dijaga oleh Siasia Banua, yakni roh nenek moyang yang pertama kali mendirikan kampung tersebut. Diyakini pula bahwa roh inilah yang memelihara air, tanah, kebun, dan hutan.

Agama tradisional Orang Bukit disebut agama Balian atau Kaharingan. Menurut Orang Bukit, sistem bercocok tanam (perladangan berpindah dan menanam padi) bagi Orang Bukit lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Berladang menanam padi (bahuma) diyakini sebagai pekerjaan Orang Langit, sebaliknya pekerjaan lain tersebut sebagai pekerjaan Orang Bumi.

Kedudukan perladangan berpindah bagi Orang Bukit sangat tinggi. Oleh lantaran itu, mereka mengenal religi bercocok tanam. Adapun tahap dalam religi atau upacara-upacara perladangan Orang Bukit antara lain sebagai berikut.

a. Mencari ladang

Apabila ingin mencari ladang, Orang Bukit harus melapor dulu pada kepala padang. Apabila sudah ditemukan, dilakukan upacara puja puji bagi arwah nenek moyang (Pidara Datu Nini), penguasa hutan, atau roh yang ada pada calon ladang yang dipimpin oleh balian atau dukun.

b. Memuja Tampa

Saat menciptakan atau mempertajam kembali peralatan pertanian utama, yaitu bendo dan belayung, si pintar besi mengucapkan puja-puja bagi Pidara Datu Nini.

c. Batilah

Batilah dilaksanakan di lahan gres maupun bekas ladang, supaya tidak membawa mudarat bagi umbun yang bersangkutan.

d. Katuan atau Merendahkan Balai Diyang Sanyawa

Katuan dilaksanakan untuk memuja roh (Diyang Sanyawa) yang menguasai tempat itu. Biasanya dilaksanakan di bawah pohon terbesar atau tertinggi yang dianggap tempat tinggalnya (dinamakan Balai Diyang Sanyawa). Upacara ini menandai berakhirnya persiapan ladang.

e. Bamula

Inilah ketika penanaman padi sesudah daun-daun dan ranting sudah dibakar habis dan sudah dibersihkan. Penanaman padi bagi Orang Bukit juga digambarkan sebagai ”mengantar diyang berlayar” atau ”mengantar diyang mencari jodoh”. Usai upacara, dilanjutkan dengan penanaman padi ke seluruh ladang.

f. Basambu Umang

Upacara ini dimaksudkan untuk merawat padi, supaya padi tumbuh subur, baik, dan berisi.

g. Manyindat Padi

Upacara mengikat rumpun dan tangkai padi sebagai tanda awal menuai padi. Upacara ini bermakna persiapan menjemput diyang.

h. Manatapakan Tihang Babuah

Karena padi semakin berat berisi perlu dijaga supaya tidak roboh, sehingga perlu melaksanakan upacara. Dalam rangka upacara ini terdapat 5-7 hari masa berpantang. Biasanya masa ini diisi dengan menciptakan bakul pengangkut padi dan memperbaiki atau menciptakan lumbung.

i. Bawanang

Upacara ini dilaksanakan untuk mendapatkan kawanangan (kebebasan dari pantangan atau pemali) padi yang gres dituai. Hanya padi yang sudah wanang yang boleh ditumbuk menjadi beras, ditanak atau ditukar dengan benda keperluan hidup lainnya.

j. Mamisit Padi

Mamisit Padi meliputi memasukkan ke dalam lumbung. Orang Bukit menyebutnya dengan ungkapan ”menaikkan diyang ke dalam balai peristirahatan”.

Itulah beberapa pola sikap keagamaan yang ada di banyak sekali suku bangsa di Indonesia. Perilaku keagamaan di atas masih banyak diwarnai oleh peninggalan budaya Austronesia. Kamu tentu bisa memperlihatkan sikap yang lain. Kamu bisa mencari sikap keagamaan yang dijalankan para pemeluk agama yang ada di sekitar tempat tinggalmu.

Glosarium :

Agama yaitu ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang bekerjasama dengan pergaulan insan serta lingkungannya.

Animisme yaitu kepercayaan kepada roh yang mendiami semua benda (pohon, batu, sungai, gunung, dan sebagainya).

Profan yaitu tidak bersangkutan dengan agama atau tujuan keagamaan; lawan sakral.

Religi yaitu kepercayaan kepada Tuhan; kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia; kepercayaan (animisme, dinamisme).

Sangga yaitu majelis biksu Buddha yang keanggotaannya sanggup dari segala kasta; merupakan tiga pokok keimanan dalam agama Buddha.

Sihir yaitu perbuatan yang asing yang dilakukan dengan pesona dan kekuatan gaib.

Anda kini sudah mengetahui Agama dan Kepercayaan. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

Referensi :

Dyastriningrum. 2009. Antropologi : Kelas XII : Untuk Sekolah Menengan Atas dan MA Program Bahasa. Pusat Perbukuan Departemen Nasional, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 90.

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta, Jakarta.

Supriyanto. 2009. Antropologi Kontekstual : Untuk Sekolah Menengan Atas dan MA Program Bahasa Kelas XII. Pusat Perbukuan Departemen Nasional, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 240.

Referensi Lainnya :

[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia

No comments:

Post a Comment