Wednesday, September 18, 2019

Pintar Pelajaran Vitamin B1, Tiamina, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi, Dampak Samping, Struktur, Makanan

Vitamin B1, Tiamina, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi, Efek Samping, Struktur, Makanan - Thiamine atau tiamina (vitamin B1) yang disebut juga sebagai "thio-vitamin" ("vitamin yang mengandung sulfur"), yaitu jenis dari vitamin B kompleks yang larut dalam air. Vitamin B1 pada awalnya diberi nama Aneurin lantaran mempunyai efek neurologis yang merugikan bila tidak ada dalam asupan makanan, vitamin ini kesudahannya diberi nama deskriptor generik menjadi vitamin B1. Turunan fosfat pada vitamin B1 terlibat dalam banyak proses seluler. Bentuk yang terkarakterisasi paling baik yaitu tiamina pirofosfat (TPP), yang merupakan koenzim pada katabolisme gula dan asam amino. Tiamina dipakai pada proses biosintesis neurotransmitter asetilkolin dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Pada ragi, TPP juga dibutuhkan pada langkah pertama dari proses fermentasi alkohol.
 yaitu jenis dari vitamin B kompleks yang larut dalam air Pintar Pelajaran Vitamin B1, Tiamina, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi, Efek Samping, Struktur, Makanan
Gambar 1. Tiamin / Vitamin B1. [75]
Semua organisme hidup memakai tiamina, tetapi tiamina hanya sanggup disintesis oleh bakteri, jamur, dan tanaman. Hewan harus mendapatkannya melalui masakan mereka, dan bagi mereka, tiamina merupakan nutrisi yang penting. Kurangnya asupan tiamina pada burung menyebabkan gangguan pada polyneuritis (sistem saraf perifer). Pada mamalia, kekurangan tiamina akan menyebabkan sindrom Korsakoff (Korsakoff's syndrome), neuropati optik, dan penyakit yang disebut beri-beri, dimana penyakit ini menghipnotis sistem saraf perifer (polyneuritis) dan / atau sistem kardiovaskular. Kekurangan tiamina mempunyai hasil yang berpotensi fatal bila tidak diobati. [1] Dalam kasus yang tidak begitu parah, terjadi tanda-tanda nonspesifik termasuk malaise (perasaan tidak sehat), penurunan berat badan, gampang tersinggung dan kebingungan. [2]

1. Sifat Kimia Tiamina (Vitamin B1)

Tiamina yaitu senyawa organosulfur tidak berwarna dengan rumus kimia C12H17N4OS. Strukturnya terdiri dari aminopyrimidine dan sebuah cincin tiazol (thiazole) yang dihubungkan oleh satu jembatan metilen. Tiazol ini tersubstitusi dengan rantai samping metil dan hidroksietil. Tiamina yaitu senyawa yang larut dalam air, metanol, dan gliserol, sehingga tidak larut dalam pelarut organik yang bersifat kurang polar. Tiamina stabil pada pH asam, tetapi tidak stabil dalam larutan alkali. [1][3] Tiamina, yang merupakan karbena N-heterosiklik, sanggup dipakai pada sianida sebagai katalis untuk kondensasi benzoin. [4][5] Tiamina tidak stabil terhadap panas, tetapi stabil selama disimpan dalam kondisi beku. Selain itu tiamina juga tidak stabil bila terkena sinar ultraviolet [3] dan iradiasi sinar gamma. [6][7] Tiamina bereaksi kuat pada reaksi Maillard. [1]

2. Biosintesis Tiamina (Vitamin B1)

Biosintesis dari tiamina kompleks terjadi pada bakteri, beberapa protozoa, tanaman, dan jamur. [8][9] Gugus thiazole dan pirimidin dibiosintesis secara terpisah dan kemudian digabungkan untuk membentuk ThMP oleh agresi dari sintase tiamina-fosfat (EC 2.5.1.3). Jalur biosintesis tiamina kemungkinan berbeda-beda pada tiap organisme. Pada E. coli dan jenis Enterobacteriaceae lainnya, ThMP sanggup terfosforilasi menjadi kofaktor ThDP oleh tiamina-fosfat kinase (ThMP + ATP → THdP + ADP, EC 2.7.4.16). Pada kebanyakan basil dan organisme eukariotik, ThMP dihidrolisis menjadi tiamina, yang kemudian sanggup difosforilasi menjadi ThDP oleh tiamina difosfokinase (tiamina + ATP → ThDP + AMP, EC 2.7.6.2).

Jalur biosintesis / biosynthesis pathway dari tiamina (vitamin B1) diatur oleh riboswitches. Jika tiamina ada pada jumlah yang cukup di dalam sel maka tiamina akan terikat pada gen penyandi mRNA yang dibutuhkan pada jalur biosintesis, sehingga mencegah translasi dari enzim. Jika tiamina tidak ada dalam jumlah yang cukup maka tidak akan ada hambatan, dan enzim yang dibutuhkan untuk biosintesis akan diproduksi. [10] Riboswitch yang bersifat spesifik spesifik, TPP riboswitch, yaitu satu-satunya riboswitch yang telah diidentifikasi pada organisme eukariotik dan prokariotik.

3. Nutrisi

3.1. Tiamina (Vitamin B1) pada Makanan

Tiamina ditemukan di dalam banyak sekali macam masakan pada konsentrasi rendah. Ragi, ekstrak ragi, dan  adalah sumber tiamina yang paling tinggi. Secara umum, biji-bijian merupakan sumber masakan paling penting yang mengandun tiamina, berdasarkan manfaat dan keutamaannya. Dari sumber tersebut, biji-bijian lebih banyak mengandung tiamina bila dibandingkan dengan biji-bijian olahan, lantaran tiamina kebanyakan ditemukan pada lapisan luar dari gandum dan kulit ari biji-bijian (yang dihilangkan selama proses pemurnian/pengolahan). Misalnya, 100 g tepung gandum utuh mengandung 0,55 mg tiamina, sementara 100 g tepung putih hanya mengandung 0,06 mg tiamina. Di Amerika Serikat, tepung olahan harus diperkaya dengan mononitrat tiamina (bersama dengan niacin / niasin, zat besi, riboflavin, dan asam folat) untuk menggantikan tiamina yang hilang selama pemrosesan. Di Australia, tiamina, asam folat, dan garam beryodium ditambahkan untuk alasan yang sama. [11] Oleh lantaran itu seluruh jenis masakan sangat dianjurkan untuk mengatasi penyakit jawaban defisiensi / kekurangan vitamin.

Beberapa masakan lainnya yang kaya akan kandungan tiamina yaitu oatmeal, rami dan biji bunga matahari, beras merah, gandum utuh gandum, asparagus, kubis kembang kol, kentang, jeruk, hati (sapi, babi, dan ayam), dan telur. [2]

Tiamina hidroklorida (Betaxin) berwarna putih apabila dalam bentuk senyawa tunggal. Senyawa ini yaitu senyawa aditif / tambahan pada masakan yang mempunyai berwujud kristal higroskopis  dan dipakai untuk menawarkan aroma dan rasa kaldu pada sup. Senyawa ini merupakan senyawa mediator alami yang dihasilkan dari reaksi tiamina-HCl, yang mendahului siklus hidrolisis dan fosforilasi, sebelum kesudahannya dipakai (dalam bentuk TPP) pada sejumlah amino enzimatik, asam lemak enzimatik, dan reaksi karbohidrat. [12][13]

3.2. Anjuran Asupan Tiamina per hari

RDA (Recommended Dietary Allowance) di kebanyakan negara ditetapkan kira-kira sebesar  1,4 mg/hari. Namun, tes pada relawan wanita yang diberi takaran harian sekitar 50 mg telah diklaim sanggup meningkatkan ketajaman mental. [14] Tidak ada laporan yang tersedia mengenai imbas samping dari konsumsi tiamina yang berlebihan melalui masakan dan suplemen. Karena data tidak memadai untuk evaluasi risiko kuantitatif, tidak ada nilai Tolerable Upper Intake Level (UL) / ambang batasa yang sanggup dapat ditentukan untuk asupan tiamina.

3. Senyawa Antagonis bagi Tiamina (Vitamin B1)

Kandungan tiamina di dalam masakan sanggup terdegradasi melalui banyak sekali cara . Sulfit , yang ditambahkan ke masakan (biasanya sebagai pengawet), [15] akan menyerang struktur tiamina pada jembatan metilen, memisahkan cincin pirimidin dari cincin tiazol. [2] Laju reaksi ini meningkat pada kondisi asam. Tiamina juga sanggup terdegradasi oleh thermolabile thiaminase (terdapat pada ikan mentah dan kerang [1]), beberapa thiaminase sanggup diproduksi oleh basil . Thiaminase pada basil yaitu berupa enzim permukaan sel, enzim ini harus terdisosiasi (terpisah) dari membran sebelum diaktifkan; disosiasi (pemisahan) sanggup terjadi pada ternak (hewan pemamah biak) dalam kondisi asidosis. Bakteri rumen juga sanggup menurunkan sulfat menjadi sulfit, sehingga asupan masakan tinggi sulfat sanggup memicu acara antagonis / berlawanan terhadap tiamina.

Tanaman yang mempunyai acara antagonis terhadap tiamina yaitu tumbuhan yang tahan panas dan menghasilkan orto- dan para-hydroxyphenols. Beberapa pola senyawa antagonis dari tumbuhan yaitu asam caffeic, asam klorogenat, asam andtannic. Senyawa ini berinteraksi dengan tiamina untuk mengoksidasi cincin tiazol, sehingga biosintesis tiamina terganggu. Dua jenis flavonoid, quercetin dan rutin, juga berimplikasi sebagai senyawa antagonis tiamina. [2]

4. Absorbsi dan Transpor Tiamina (Vitamin B1)

4.1. Absorbsi Tiamina (Vitamin B1)

Tiamina dilepaskan melalui oleh agresi dari fosfatase dan pyrofosfatase di pecahan atas usus halus. Pada konsentrasi rendah, proses ini dimediasi oleh senyawa pembawa (intermediate compound), dan pada konsentrasi tinggi, perembesan terjadi melalui difusi pasif . Transfer aktif paling besar terjadi di dalam jejunum (bagian tengah dari usus kecil) dan ileum (bagian selesai dari usus kecil), proses ini sanggup dapat dihambat oleh konsumsi alkohol dan kekurangan folat. [1] Penurunan perembesan tiamina terjadi pada asupan di atas 5 mg / hari. [16] Sel-sel mukosa pada usus mempunyai acara enzim thiamine pyrophosphokinase, tetapi tidak terperinci apakah enzim ini terkait dengan perembesan aktif. Mayoritas tiamina ada di dalam usus dalam bentuk ThDP yang terfosforilasi, tapi ketika tiamina berada pada pecahan serosal usus, tiamina cenderung dalam bentuk bebas. Penyerapan tiamina oleh sel mukosa kemungkinan mempunyai cara tambahan untuk proses fosforilasi / defosforilasinya. Di sisi serosal usus, bukti memperlihatkan bahwa pelepasan dari vitamin oleh sel tergantung pada enzim Na+-dependent ATPase. [2]

4.2. Tiamina (Vitamin B1) Terikat pada Protein di dalam Plasma Darah

Mayoritas tiamina di dalam serum (plasma darah) terikat pada protein, terutama albumin. Sekitar 90% dari total tiamina pada darah berada di dalam eritrosit. Sebuah protein pengikat spesifik (specific binding protein) yang disebut tiamina-binding protein (TBP) telah diidentifikasi pada serum tikus dan diyakini merupakan hormone-regulated carrier protein yang berperan penting bagi distribusi tiamina pada jaringan. [2]

4.3. Penyerapan Seluler Tiamina (Vitamin B1)

Penyerapan tiamina oleh sel-sel darah dan jaringan lain terjadi melalui transfer aktif dan difusi pasif. [1] Otak membutuhkan tiamina pada jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan sel tubuh lainnya. Banyak tiamina yang tertelan tidak pernah mencapai otak lantaran adanya difusi pasif dan penghalang darah di otak (blood brain barrier). Sekitar 80% dari tiamina intraseluler terfosforilasi dan sebagian terikat dengan protein. Pada beberapa jaringan, perembesan tiamina dan sekresi sepertinya dimediasi oleh transporter yang larut dalam tiamina, dimana transporter ini tergantung pada Na+ dan gradien proton transeluler. [2]

4.4. Distribusi Tiamina (Vitamin B1) pada Jaringan

Penyimpanan tiamina pada insan berjumlah sekitar 25 hingga 30 mg, dengan konsentrasi terbesar berada pada otot rangka, jantung, otak, hati, dan ginjal. ThMP dan tiamina bebas (unbelum terfosforilasi) hadir di dalam plasma, susu, cairan serebrospinal, dan diduga, pada semua cairan ekstraseluler. Berbeda dengan bentuk-bentuk tiamina yang terfosforilasi, ThMP dan tiamina bebas bisa melintasi membran sel. Kandungan tiamina pada jaringan insan lebih sedikit bila dibandingkan dengan organisme lainnya. [2]17]

4.5. Ekskresi Tiamina (Vitamin B1)

Tiamina dan metabolit asamnya (asam 2-metil-4-amino-5-pirimidin karboksilat, asam 4-metil-tiazol-5-asetat, dan tiamina asam asetat) diekskresikan melalui urin. [3]

5. Turunan Fosfat pada Tiamina (Vitamin B1) dan Fungsinya

Tiamina intinya yaitu bentuk transfer dari vitamin, sedangkan bentuk aktifnya berup turunun (derivative) tiamina yang terfosforilasi. Ada lima turunan tiamina fosfat alami yang dikenal: tiamina monofosfat (ThMP), tiamina difosfat (ThDP); kadang kala disebut juga tiamina pirofosfat (TPP), tiamina trifosfat (ThTP), dan baru-baru ini ditemukan adenosin trifosfat tiamina / Adenosine thiamine triphosphate (AThTP), dan adenosin difosfat tiamina / Adenosine thiamine diphosphate (AThDP).

5.1. Tiamina difosfat / Thiamine diphosphate (ThDp)

Tidak ada tugas fisiologis yang dikenal dari tiamina monofosfat ThMP, tetapi mempunyai relasi yang relevan dengan tiamina difosfat. Sintesis tiamina difosfat (ThDP), yang juga dikenal sebagai tiamina pirofosfat (TPP) atau kokarboksilase (cocarboxylase), dikatalisis oleh enzim yang disebut tiamina difosfokinase berdasarkan reaksi; tiamina + ATP → ThDP + AMP (EC 2.7.6.2). ThDP yaitu koenzim untuk beberapa enzim yang mengkatalisis transfer dari unit dua-karbon dan khususnya dehidrogenasi (dekarboksilasi dan konjugasi dengan koenzim A pada proses selanjutrnya) dari 2-oxoacids (asam alfa-keto). Beberapa pola dari tiamina difosfat yaitu sebagai berikut :

Ada pada hampir semua spesies
  • Pyruvate dehydrogenase (piruvat dehidrogenase) dan 2-oxoglutarate dehydrogenase (disebut juga α-ketoglutarate dehydrogenase)
  • Branched-chain (rantai bercabang) α-keto acid dehydrogenase
  • 2-hydroxyphytanoyl-CoA lyase
  • Transketolase
Ada pada beberapa spesies :
  • Pyruvate decarboxylase / piruvat dekarboksilase (pada ragi)
  • Beberapa enzim tambahan pada bakteri.
Enzim transketolase, piruvat dehidrogenase (PDH), dan 2-oxoglutarate dehidrogenase (OGDH) sangat penting untuk metabolisme karbohidrat. Transketolase (enzim sitosolik) yaitu “pemain kunci” pada jalur pentosa fosfat, yang merupakan rute utama untuk biosintesis gula pentosa (deoksiribosa dan ribose). PDH dan OGDH yang terletak di mitokondria merupakan pecahan dari jalur biokimia yang menghasilkan generasi adenosin trifosfat (ATP), yang merupakan bentuk utama energi bagi sel. PDH terhubung dengan glikolisis untuk kemudian menuju ke siklus asam sitrat, sedangkan reaksi yang dikatalisis oleh OGDH merupakan rate-limiting step (faktor pembatas laju reaksi) pada siklus asam sitrat. Pada sistem saraf, PDH juga terlibat di dalam produksi asetilkolin, neurotransmiter, dan sintesis myelin. [18]

5.2. Tiamina trifosfat / Thiamine triphosphate (ThTP)

Tiamina trifosfat (ThTP) sudah usang dianggap sebagai bentuk neuroactive spesifik dari tiamina. Namun, akhir-akhir ini telah ditunjukkan bahwa ThTP yang ada pada bakteri, jamur, tumbuhan dan binatang diduga mempunyai tugas seluler yang jauh lebih umum. [19] Secara khusus, contohnya pada E. coli, tiamina trifosfat (ThTP) sepertinya memainkan tugas dalam respon terhadap kondisi “kelaparan” asam amino. [20]

5.3. Adenosin trifosfat tiamina / Adenosine thiamine triphosphate (AThTP)

Adenosin trifosfat tiamina (AThTP) atau adenosin trifosfat yang tertiaminilasi, baru-baru ini ditemukan pada Escherichia coli, senyawa ini terakumulasi sebagai jawaban dari “kelaparan” karbon. [21] Pada E. coli, AThTP sanggup berjumlah hingga 20% dari total tiamina. Senyawa ini juga ada dalam jumlah yang kecil pada ragi, akar flora (tumbuhan tingkat tinggi) dan jaringan hewan. [22]

5.4. Adenosin difosfat tiamina / Adenosine thiamine diphosphate (AThDP) 

Adenosin difosfat tiamina (AThDP) atau adenosine difosfat yang tertiaminilasi ada dalam jumlah yang kecil pada hati vertebrata, tetapi kiprahnya masih belum diketahui. [22]

6. Penyakit Defisiensi / Kekurangan Tiamina (Vitamin B1)

Turunan (derivatif) tiamina dan enzim yang tergantung pada tiamina, ada pada semua sel tubuh, sehingga kekurangan tiamina sepertinya akan menghipnotis semua sistem organ. Namun, sistem saraf yaitu sistem yang sangat sensitif terhadap defisiensi tiamina, lantaran ketergantungan sistem ini pada metabolisme oksidatif.
Kekurangan tiamina (vitamin B1) biasanya terjadi secara sub-akut dan sanggup menyebabkan koma pada sistem metabolisme dan kematian. Kurangnya tiamina sanggup disebabkan oleh; a) Kekurangan gizi, diet yang tinggi terhadap masakan yang kaya akan tiaminase (ikan air tawar mentah, kerang mentah, pakis) dan / atau masakan yang mempunyai faktor anti-tiamin tinggi (teh, kopi, buah pinang) [23], b) Status / kondisi gizi yang terlalu terganggu, hal ini berkaitan dengan penyakit kronis, menyerupai kecanduan alkohol, penyakit pencernaan, HIV-AIDS, dan terus menerus mengalami muntah. [24] Diperkirakan bahwa banyak orang yang mengidap diabetes, mengalami kekurangan / defisiensi tiamina (vitamin B1) dan hal ini kemungkinan berafiliasi dengan beberapa komplikasi yang sanggup terjadi jawaban diabetes. [25][26]

Sindrom paling populer yang disebabkan oleh kekurangan tiamina (vitamin B1) yaitu beri-beri, sindrom Wernicke-Korsakoff, dan neuropati optik (optic neuropathy). Tiamina juga sanggup dipakai untuk mengobati penyakit kehilangan memori pada penyakit Alzheimer dan penyakit otak jawaban alkohol.

6.1. Penyakit Alzheimer

Kekurangan tiamina (vitamin B1) sanggup merusak sistem kolinergik (cholinergic) dan enzim yang tergantung pada tiamin, hal ini sanggup mengarah pada penyakit Alzheimer. Tiamina pada takaran farmakologis (3 hingga 8 g tiamin / hari secara oral) kemungkinan mempunyai imbas ringan yang menguntungkan pada penderita demensia jawaban Alzheimer. [27] Fursultiamine (TTFD), turunan dari tiamina, mempunyai imbas ringan menguntungkan pada pasien dengan penyakit Alzheimer, hal ini sanggup dipakai sebagai pengobatan alternatif selain pengobatan dengan memakai tiamin hidroklorida pada takaran tinggi. [28] Mekanisme dan etiologi dari efek tiamina (vitamin B1) pada penyakit Alzheimer belum begitu dipahami, dan bukti efektivitasnya belum konklusif. [29]

6.2. Beri-beri

Beri-beri yaitu penyakit saraf dan kardiovaskular. Tiga bentuk utama dari beri-beri adalah; beri-beri kering, beri-beri basah, dan beri-beri infantile (beri-beri yang terjadi pada bayi). [3]

Beri-beri kering (Dry beriberi) terutama ditandai oleh neuropati perifer yang meliputi penurunan simetris fungsi sensorik, motorik, dan refleks yang menghipnotis distal diatas segmen tungkai proksimal dan menyebabkan nyeri otot betis. [24] 

Namun, baru-baru ini telah diketahui bahwa, neuropati perifer (kesemutan atau mati rasa pada tingkat ekstrim) lantaran kekurangan tiamina (vitamin B1) juga sanggup terjadi jawaban neuropati aksonal (kelumpuhan parsial atau kehilangan sensorik). Neuropati perifer sanggup terjadi bersamaan dengan sub-akut neuropati aksonal motorik (subacute motor axonal neuropathy) yang mempunyai tanda-tanda sama dengan sindrom Guillain-Barré ; atau juga sanggup berbentuk sebagai serat proprioseptif besar pada neuropati aksonal perifer pusat berupa ataksia sensorik sub-akut (subacute sensory ataxia). [30]

Beri-beri berair (wet beriberi) dikaitkan dengan kebingungan mental, atrofi otot, edema, takikardia (tachycardia), kardiomegali (cardiomegaly), dan gagal jantung kongestif, sebagai tambahan selain neuropati perifer. [1]

Beri-beri infantile terjadi pada bayi yang disusui oleh ibu yang mengalami kekurangan tiamina (vitamin B1). Bayi sanggup mengalami gangguan pada jantung, aphonic (ketidakmampuan untuk menghasilkan suara), atau pseudomeningitic. Bayi yang mengalami beri-beri pada jantung sering  menangis dengan keras, muntah, mengalami takikardia / tachycardia (denyut jantung yang melebihi batas normal). [3] Konvulsi (kejang-kejang) tidak biasa terjadi, dan janjkematian sanggup terjadi bila bayi tidak segera diberikan asupan tiamina (vitamin B1). [24]

Setelah dilakukan pengobatan dengan tiamina (vitamin B1), terjadi penyembuhan secara cepat, pada umumnya dalam waktu 24 jam. [3] Sedangkan perbaikan / penyembuhan untuk neuropati perifer kemungkin memerlukan waktu pengobatan dengan tiamina (vitamin B1) hingga beberapa bulan. [31]

6.3. Penyakit Pada Otak jawaban Pengaruh Alkohol

Sel-sel saraf dan sel pendukung lainnya (seperti sel glial) dari sistem saraf memerlukan tiamina (vitamin B1 ). Beberapa pola gangguan neurologis yang terkait dengan penyalahgunaan alkohol meliputi ensefalopati Wernicke / Wernicke’s encephalopathy (WE, sindrom Wernicke-Korsakoff) dan psikosis Korsakoff / Korsakoff’s psychosis (gangguan amnestik jawaban alkohol) serta banyak sekali tingkat kerusakan kognitif. [32]

Ensefalopati Wernicke / Wernicke's encephalopathy yaitu penyakit yang paling sering ditemui  akibat defisiensi tiamina (vitamin B1) pada masyarakat Barat, [33][34] meskipun hal ini juga sanggup terjadi pada pasien dengan gangguan gizi dari penyebab lain, menyerupai penyakit pencernaan, [33] orang yang mengidap HIV-AIDS, dan dengan manajemen / pengaturan yang gegabah pada glukosa parenteral atau hiperalimentasi tanpa suplementasi vitamin B yang memadai. [35] Ensefalopati Wernicke yaitu gangguan neuropsikiatri mencolok yang ditandai dengan kelumpuhan pergerakan mata, sikap dan gaya berjalan abnormal, dan gangguan fungsi mental berupa kegilaan. [36]

6.4. Neuropati optik (Optic neuropathy)

Neuropati optik juga sanggup terjadi jawaban kekurangan tiamina (vitamin B1) dan ditandai dengan hilangnya penglihatan bilateral, cecocentral scotomas dan terganggunya persepsi warna. Temuan secara oftalmologi biasanya sanggup memperlihatkan adanya edema bilateral pada cakram optik dalam fase akut, yang diikuti dengan atrofi optik bilateral.

Pecandu alkohol sanggup mengalami defisiensi tiamina (vitamin B1) lantaran beberapa alasan :
  • Asupan gizi yang tidak memadai : Pecandu alkohol cenderung mendapatkan asupan tiamina (vitamin B1) kurang dari jumlah yang disarankan.
  • Terjadi penurunan perembesan tiamina pada kanal gastrointestinal : transfer aktif tiamina menuju enterosit terganggu selama paparan alkohol akut.
  • Simpanan cadangan tiamin pada hati berkurang lantaran steatosis pada hati atau fibrosis. [37]
  • Gangguan pada fungsi / pemanfaatan tiamina (vitamin B1) : Magnesium, yang dibutuhkan untuk mengikat tiamina pada enzim yang memakai tiamina di dalam sel, juga mengalami kekurangan lantaran konsumsi alkohol kronis. Pemanfaatan tidak efisien dari setiap jenis  tiamina yang tidak mencapai sel-sel tertentu akan semakin memperburuk kondisi kekurangan / defisinesi tiamina (vitamin B1).
  • Ethanol per se inhibits thiamine transport in the gastrointestinal system and blocks phosphorylation of thiamine to its cofactor form (ThDP). [38]
  • Etanol sanggup menghambat transportasi tiamin di dalam sistem pencernaan dan menghalangi fosforilasi tiamina untuk membentuk kofaktor (ThDP). [38]
Secara umum, Sindrom Korsakoff, dianggap terjadi dengan adanya  penurunan fungsi otak pada pasien yang pada awalnya didiagnosis menderita Ensefalopati Wernicke / Wernicke's encephalopathy. [39] Sindrom Korsakoff yaitu sindrom amnestik-confabulatory yang ditandai dengan amnesia retrograde dan anterograde, penurunan fungsi konseptual, serta penurunan spontanitas dan inisiatif. [24]

Setelah dilakukan perbaikan gizi dan penghentian konsumsi alkohol, beberapa gangguan yang berafiliasi dengan kekurangan tiamina (vitamin B1) sanggup kembali normal, khususnya pada fungsi otak yang rendah, meskipun dalam kasus yang lebih parah, sindrom Wernicke dan Korsakoff sanggup meninggalkan kerusakan permanen (tremens delirium).

6.5. Kekurangan Tiamina (vitamin B1) pada Unggas

Oleh lantaran kebanyakan materi pakan yang dipakai di dalam diet unggas mengandung jumlah vitamin yang cukup untuk memenuhi persyaratan pada spesies ini, kekurangan / defisiensi tiamina tidak terjadi dengan penggunaan pakan komersial. Hal ini, setidaknya, merupakan pendapat pada tahun 1960. [40]

Ayam remaja memperlihatkan tanda-tanda defisiensi, 3 ahad sehabis diberi makan dengan nutrisi terbatas. Pada ayam muda, tanda-tanda tersebut sanggup muncul sebelum usia 2 minggu. Serangan gejala-gejala defisiensi terjadi secara mendadak pada ayam muda. Beberapa tanda-tanda yang terjadi diantaranya yaitu anoreksia dan cara jalan yang tidak normal. Kemudian, diikuti dengan tanda-tanda pada alat gerak, dimulai dengan kelumpuhan yang terlihat terperinci pada fleksor jari-jari kaki. Posisi pada keadaan ini disebut dengan "stargazing".

Respon penanganan berupa pertolongan tiamina berlangsung agak cepat, proses penyembuhan ini sanggup terjadi beberapa jam kemudian [41] [42].

Diagnosis yang berbeda-beda meliputi defisiensi riboflavin dan avian encephalomyelitis. Pada defisiensi riboflavin, "jari kaki yang meringkuk" yaitu tanda-tanda khas. Tremor pada otot merupakan tanda-tanda khas dari avian encephalomyelitis. Diagnosis terapi bisa dicoba dengan menambahkan tiamina hanya pada burung yang terkena dampak. Jika binatang tidak merespon dalam beberapa jam, defisiensi tiamina sanggup dikecualikan.

6.6. Kekurangan Tiamina (vitamin B1) pada Ruminansia (hewan pemamah biak)

Polioencephalomalacia (PEM) yaitu gangguan kekurangan tiamin yang paling umum terjadi pada binatang ruminansia muda dan binatang non-ruminan. Gejala PEM meliputi diare berlebihan yang bersifat sementara, kelesuan, gerakan berputar-putar, posisi stargazing (memandang bintang) atau opisthotonus (kepala yang ditarik kebelakang hingga melebihi leher), dan tremor otot. [43] Penyebab paling umum yaitu pakan tinggi karbohidrat, yang menyebabkan pertumbuhan berlebih dari basil penghasil thiaminase, namun konsumsi diet thiaminase (misalnya, flora pakis atau paku-pakuan), atau penghambatan perembesan tiamin oleh asupan belerang yang tinggi kemungkinan juga sanggup menjadi penyebab. [44] Penyebab lain dari PEM yaitu nanah Clostridium sporogenes atau Bacillus aneurinolyticus. Bakteri ini memproduksi thiaminase, sehingga akan menyebabkan defisiensi tiamina akut pada binatang yang terkena infeksi. [45]

6.7. Penyakit Kelumpuhan Idiopatik pada Burung Liar, Ikan dan Mamalia

Baru-baru ini, kekurangan / defisiensi tiamina (vitamin B1) telah diidentifikasi sebagai penyebab penyakit lumpuh yang menghipnotis burung liar di daerah Laut Baltik yang terjadi pada tahun 1982. [46] Pada kondisi ini, ada kesulitan untuk menjaga sayap tetap terlipat di sepanjang sisi tubuh ketika beristirahat, kehilangan kemampuan untuk terbang dan bersuara, dan pada kesudahannya terjadi kelumpuhan pada sayap dan kaki sehingga menyebabkan kematian. Penyakit ini besar lengan berkuasa terutama pada burung dengan ukuran 0,5-1 kg, menyerupai herring gull / camar hering (Larus argentatus), Starling / burung jalak (Sturnus vulgaris) dan burung Eider (Somateria mollissima). Para peeneliti mencatat bahwa, "Karena spesies yang diamati menempati ekologi dan posisi dalam jaring masakan yang luas, kami terbuka terhadap kemungkinan bahwa kelas binatang lain kemungkinan juga sanggup menderita kekurangan tiamina (vitamin B1)." [46] p. 12006

Pada daerah Blekinge dan Skåne (wilayah paing selatan dari Swedia) janjkematian missal dari  camar hering dan juga spesies lain telah diamati semenjak awal tahun 2000. Baru-baru ini, jenis kelas lain sepertinya juga terpengaruh. Tingkat janjkematian yang tinggi dari ikan salmon (Salmo salar) di sungai Mörrumsån pernah dilaporkan, dan pada tahun terakhir, mamalia yang menyerupai dengan Eurasian Elk (Alces alces) telah menderita janjkematian dalam jumlah yang tinggi dan tidak wajar. Pada ketika analisis telah dilakukan, kurangnya tiamina (vitamin B1) menjadi penyebab umum dari hal tersebut. Hal yang dilakukan oleh Dewan kota pada April 2012 ini telah menemukan situasi yang begitu mengkhawatirkan dan mereka meminta pemerintah Swedia untuk melaksanakan penyelidikan yang lebih mendalam. [47]

6.8. Analisis dan Diagnosis

Sebuah tes diagnosis faktual terhadap kekurangan tiamina sanggup dipastikan dengan mengukur acara enzim transketolase di dalam eritrosit (Erythrocyte Transketolase Activation Assay). Tiamina, serta turunan fosfatnya, juga secara keseluruhan sanggup dideteksi secara pribadi di dalam darah, jaringan, makanan, pakan ternak, dan secara kimiawi  dengan memakai  konversi tiamina menjadi  fluorescent thiochrome (Thichrome Assay) dan pemisahan dengan memakai kromatografi cair kinerja tinggi / high-performance liquid chromatography  (HPLC). [48][49][50] Pada laporan terbaru, sejumlah teknik Elektroforesis kapiler / Capillary Electrophoresis (CE) dan metode reaksi enzim in-capillary (di dalam kapiler) telah muncul sebagai teknik alternatif untuk penentuan dan pemantauan kandungan tiamina (vitamin B1) di dalam sampel. [51] Konsentrasi tiamina (vitamin B1) normal di dalam EDTA-darah yaitu sekitar 20-100 mg / l.
 yaitu jenis dari vitamin B kompleks yang larut dalam air Pintar Pelajaran Vitamin B1, Tiamina, Fungsi, Sumber, Manfaat, Kekurangan, Defisiensi, Efek Samping, Struktur, Makanan
Gambar 2. Oksidasi tiamin menghasilkan fluorescent thiochromes. Oksidasi ini memakai potassium ferricyanide pada kondisi basa.  [76]
7. Penyakit Genetik jawaban Defisiensi / kekurangan Thiamine / Tiamina (Vitamin B1)

Penyakit genetik jawaban transpor tiamin jarang terjadi namun sanggup berakibat serius. Thiamine responsive megaloblastic anemia (TRMA), diabetes mellitus dan tuli sensorineural, [52] yaitu gangguan resesif autosomal yang disebabkan oleh mutasi pada gen SLC19A2, [53] yang merupakan transporter tiamina (vitamin B1) dengan afinitas tinggi. Pasien TRMA tidak memperlihatkan tanda-tanda kekurangan /defisiensi tiamina sistemik, tetapi diduga mengalami kelebihan di dalam sistem transportasi tiamin. Hal ini telah menyebabkan inovasi transporter tiamin kedua dengan afinitas tinggi, yaitu SLC19A3. [54][55] Penyakit Leigh / Leigh disease (subacute necrotising encephalomyelopathy) yaitu kelainan bawaan yang menghipnotis sebagian besar bayi pada tahun-tahun pertama kehidupan dan selalu berakibat fatal. Kesamaan patologis antara penyakit Leigh dan Ensefalopati Wernicke / Wernicke's encephalopathy mengarah pada hipotesis bahwa, penyebabnya yaitu cacat pada metabolisme tiamina (vitamin B1). Salah satu temuan yang paling konsisten yaitu telah terjadi acara asing pada kompleks dehidrogenase piruvat. [56]

Gangguan lain yang diduga terjadi jawaban kelainan dalam metabolisme tiamina (vitamin B1) yaitu ; subacute necrotising encephalomyelopathy (Leigh Disease), opsoclonic cerebellopathy (sindrom paraneoplastik), dan ataksia (ataxia) musiman yang terjadi di Nigeria. Selain itu, beberapa kelainan bawaan dari enzim yang tergantung pada ThDP telah dilaporkan, [57] hal ini kemungkinan sanggup diteliti dan dipakai lebih lanjut untuk pengobatan terhadap kelainan metabolisme tiamina (vitamin B1). [24]

8. Sejarah Thiamine / Tiamina (vitamin B1)

Pada tahun 1884, Kanehiro Takaki ( 1849-1920 ), seorang jenderal andal bedah di angkatan bahari Jepang, menolak teori nanah kuman yang sebelumnya dipakai untuk penyebab beri-beri dan menawarkan hipotesis bahwa, penyakit ini disebabkan jawaban kekurangan di dalam diet / pola makan. [58] Dengan mengubah diet / pola makan pada kru sebuah kapal angkatan laut, beliau menemukan bahwa mengganti diet / pola makan yang sebelumnya nasi putih saja dengan nasi putih yang mengandung jelai (barley), disertai dengan daging , susu, roti, dan sayuran hampir mengeliminasi penyakit beri-beri pada perjalanan bahari selama 9 bulan. Namun, Takaki salah mengkaitkan hal tersebut dengan peningkatan asupan nitrogen, oleh lantaran vitamin yaitu zat yang belum diketahui pada ketika itu. Angkatan Laut pada ketika itu tidak begitu yakin mengenai perlunya jadwal perbaikan diet yang begitu mahal, dan banyak korban yang terus bertambah jawaban beri-beri, bahkan selama perang Rusia-Jepang pada tahun 1904-1905. Hingga pada tahun 1905, sehabis faktor anti - beri-beri telah ditemukan pada kulit padi (yang dihilangkan selama pemrosesan menjadi beras putih) dan beras barley cokelat. Penemuan tersebut yaitu percobaan Takaki yang membuatnya menjadi seorang baron pada sistem gelar kebangsawanan Jepang , sehabis itu beliau sering disebut dengan "Barley Baron".

Hubungan spesifik kandungan vitamin B pada biji padi ditemukan pada tahun 1897 oleh Christiaan Eijkman (1858-1930), seorang dokter militer di Hindia-Belanda. Dia menemukan bahwa, unggas yang diberi diet beras olahan yang dimasak, menderita kelumpuhan, dan kelumpuhan ini sanggup disembuhkan dengan menghentikan pemrosesan beras. [59] Dia kemudian menghubungkan beri-beri dengan racun saraf pada pecahan endosperm beras, di mana lapisan luar biji padi menawarkan proteksi kepada tubuh. Rekan kerjanya, Gerrit Grijns (1865-1944), menginterpretasikan dengan benar relasi antara konsumsi berlebihan dari beras olahan dan beri-beri pada tahun 1901. Dia menyimpulkan bahwa, beras mengandung nutrisi penting pada lapisan luar bijinya, dimana lapisan luar ini dihilangkan selama pemrosesan. [60]

Eijkman kesudahannya dianugerahi Penghargaan Nobel di bidang Fisiologi dan Kedokteran pada tahun 1929, lantaran pengamatannya menjadi penyebab ditemukannya vitamin. Senyawa ini diberi nama oleh Casimir Funk. Pada tahun 1911, Casimir Funk mengisolasi zat antineuritik dari kulit padi yang beliau sebut "vitamin" (karena mengandung gugus amino). Kimiawan Belanda, Barend Coenraad Petrus Jansen (1884-1962) dan kolaborator terdekatnya Willem Frederik Donath (1889-1957), kemudian mengisolasi dan mengkristalkan zat aktif tersebut pada tahun 1926, [61] dimana strukturnya kemudian ditetapkan oleh Robert Runnels Williams (1886 -1965), spesialis kimia Amerika Serikat, pada tahun 1934. Tiamina ("vitamin yang mengandung belerang ") disintesis pada tahun 1936 oleh kelompok peneliti yang sama. [62]

Tiamina pada awalnya berjulukan "Aneurin" (vitamin anti-neuritik). [63] Sir Rudolph Peters dari Oxford, memakai merpati yang kekurangan tiamina sebagai model untuk memahami bagaimana kekurangan / defisiensi tiamina sanggup menyebabkan gejala-gejala patologis-fisiologis jawaban penyakit beri-beri. Memberi makan merpati dengan beras olahan mengarah ke sikap yang gampang dikenali berupa retraksi kepala, suatu kondisi yang disebut opisthotonus. Jika tidak diobati, binatang akan mati sehabis beberapa hari. Pemberian tiamina pada tahap opisthotonus akan menyembuhkan merpati tersebut dalam waktu 30 menit. Oleh lantaran tidak ada modifikasi morfologi yang diamati pada otak merpati sebelum dan sehabis pengobatan dengan tiamina, Peeters kemudian memperkenalkan konsep lesi / luka biokimia (biochemical lesion). [64]

Pada ketika Lohman dan Schuster (1937) memperlihatkan bahwa, turunan tiamina yang terdisfosforilasi (tiamina difosfat, ThDP) yaitu kofaktor yang dibutuhkan untuk dekarboksilasi oksidatif piruvat, [65] (reaksi yang kini diketahui dikatalisasi oleh dehidrogenase piruvat), prosedur kerja tiamina dalam metabolisme sel sepertinya harus dijelaskan. Saat ini, gagasan tersebut sepertinya lebih disederhanakan, dimana dehidrogenase piruvat hanya salah satu dari beberapa enzim yang membutuhkan tiamina difosfat sebagai kofaktor, apalagi, turunan (derivatif) fosfat tiamina lainnya telah ditemukan semenjak ketika itu dan juga sanggup berkontribusi pada tanda-tanda yang terjadi jawaban kekurangan tiamina (vitamin B1).

Pada akhirnya, prosedur mengenai mengapa gugus tiamina dari ThDP sanggup mempunyai fungsi sebagai koenzim diketahui sebagai jawaban dari substitusi proton pada posisi ke-2 dari thiazoliumring (cincin tihazole). Hal ini dijelaskan oleh Ronald Breslow pada tahun 1958. [66]

Referensi :
  1. a b c d e f g h Mahan, L. K.; Escott-Stump, S., eds. (2000). Krause's food, nutrition, & diet therapy (10th ed.). Philadelphia: W.B. Saunders Company. ISBN 0-7216-7904-8.
  2. a b c d e f g h Combs, G. F. Jr. (2008). The vitamins: Fundamental Aspects in Nutrition and Health (3rd ed.). Ithaca, NY: Elsevier Academic Press. ISBN 978-0-12-183493-7.
  3. a b c d e f Tanphaichitr V. Thiamin. In: Shils ME, Olsen JA, Shike M et al., editors. Modern Nutrition in Health and Disease. 9th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 1999
  4. http://www.umsl.edu/ orglab/pdffiles/multistp.pdf
  5. www.stpaulsschool.org.uk/resource.aspx?id=136714
  6. Luczak M, Zeszyty Probi PostepoLc Vauh Roln 1968;80,497; Chem Abstr 1969;71,2267g
  7. Syunyakova ZM, Karpova IN, Vop Pitan 1966;25(2),52; Chem Abstr 1966;65,1297b
  8. Webb, ME; Marquet, A; Mendel, RR; Rébeillé, F; Smith, AG (2007). "Elucidating biosynthetic pathways for vitamins and cofactors". Nat Prod Rep 24 (5): 988–1008. doi: 10.1039/b703105j. PMID 17898894.
  9. Begley, TP; Chatterjee, A; Hanes, JW; Hazra, A; Ealick, SE (2008). "Cofactor biosynthesis—still yielding fascinating new biological chemistry". Curr Opin Chem Biol 12 (2): 118–125. doi: 10.1016/j.cbpa.2008.02.006. PMC 2677635. PMID 18314013.
  10. Bocobza, Samuel; Aharoni, Asaph (2008). "Switching the light on plant riboswitches". Trends in Plant Science 13 (10): 526–533. doi: 10.1016/j.tplants.2008.07.004. PMID 18778966.
  11. Food Standards Australia - Addition of vitamins and minerals to food. Also see Standard 2.1.1 - Cereal Products. The few exceptions include organic wholemeal flour (on the assumption that the wholewheat will have kept more of the nutrients).
  12. Skylabs Inc. "Thiamine Hydrochloride Information." 2007.
  13. http://www.healthdigest.org/topics/category/1672-thiamine-hydrochloride-dosage-interactions-side-effects-how-to-use
  14. Thiamine's Mood-Mending Qualities, Richard N. Podel, Nutrition Science News, January 1999.
  15. McGuire, M. and K.A. Beerman. Nutritional Sciences: From Fundamentals to Foods. 2007. California: Thomas Wadsworth.
  16. Hayes KC, Hegsted DM. Toxicity of the Vitamins. In: National Research Council (U.S.). Food Protection Committee. Toxicants Occurring Naturally in Foods. 2nd ed. Washington DCL: National Academy Press; 1973.
  17. Bettendorff L., Mastrogiacomo F., Kish S. J., and Grisar T. (1996). "Thiamine, thiamine phosphates and their metabolizing enzymes in human brain". J. Neurochem. 66 (1): 250–258. doi: 10.1046/j.1471-4159.1996.66010250.x. PMID 8522961.
  18. Butterworth RF. Thiamin. In: Shils ME, Shike M, Ross AC, Caballero B, Cousins RJ, editors. Modern Nutrition in Health and Disease, 10th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2006
  19. Makarchikov AF, Lakaye B, Gulyai IE, Czerniecki J, Coumans B, Wins P, Grisar T and Bettendorff L (2003). "Thiamine triphosphate and thiamine triphosphatase activities: from bacteria to mammals". Cell. Mol. Life Sci 60 (7): 1477–1488. doi: 10.1007/s00018-003-3098-4. PMID 12943234.
  20. Lakaye B, Wirtzfeld B, Wins P, Grisar T and Bettendorff L (2004). "Thiamine triphosphate, a new signal required for optimal growth of Escherichia coli during amino acid starvation". J. Biol. Chem. 279 (17): 17142–17147. doi: 10.1074/jbc.M313569200. PMID 14769791.
  21. a b c Bettendorff L, Wirtzfeld B, Makarchikov AF, Mazzucchelli G, Frédérich M, Gigliobianco T, Gangolf M, De Pauw E, Angenot L and Wins P (2007). "Discovery of a natural thiamine adenine nucleotide". Nature Chemical Biology 3 (4): 211–212. doi: 10.1038/nchembio867. PMID 17334376.
  22. a b c Frédérich M., Delvaux D., Gigliobianco T., Gangolf M., Dive G., Mazzucchelli G., Elias B., De Pauw E., Angenot L., Wins P. and Bettendorff L. (2009). "Thiaminylated adenine nucleotides — chemical synthesis, structural characterization and natural occurrence FEBS J". FEBS Journal 276 (12): 3256–3268. doi: 10.1111/j.1742-4658.2009.07040.x. PMID 19438713.
  23. "Thiamin", Jane Higdon, Micronutrient Information Center, Linus Pauling Institute
  24. a b c d e Butterworth RF. Thiamin. In: Shils ME, Shike M, Ross AC, Caballero B, Cousins RJ, editors. Modern Nutrition in Health and Disease, 10th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
  25. Thornalley PJ (2005). "The potential role of thiamine (vitamin B(1)) in diabetic complications". Curr Diabetes Rev 1 (3): 287–98. doi: 10.2174/157339905774574383. PMID 18220605.
  26. Diabetes problems 'vitamin link', BBC News, 7 August 2007
  27. Meador, K; Loring, D; Nichols, M; Zamrini, E; Rivner, M; Posas, H; Thompson, E; Moore, E (1993). "Preliminary findings of high-dose thiamine in dementia of Alzheimer's type". J. Geriatr Psychiatry Neurol. 6 (4): 222–9. PMID 8251051.
  28. Mimori, Y; Katsuoka, H; Nakamura, S (1996). "Thiamine therapy in Alzheimer's disease". Metab Brain Dis. 11 (1): 89–94. doi: 10.1007/BF02080934. PMID 8815393.
  29. Rodríguez-Martín, JL; Qizilbash, N; López-Arrieta, JM (2001). "Thiamine for Alzheimer's disease". In Rodríguez, José-Luis. Cochrane Database Syst Rev. 2 (2): CD001498. doi: 10.1002/14651858.CD001498. PMID 11405995.
  30. Spinazzi M, Angelini C, Patrini C. Subacute sensory ataxia and optic neuropathy with thiamine deficiency. Nature Reviews Neurology. 2010;6:288-93
  31. Maurice V, Adams RD, Collins GH. The Wernicke-Korsakoff Syndrome and Related Neurologic Disorders Due to Alcoholism and Malnutrition. 2nd ed. Philadelphia: FA Davis, 1989.
  32. Martin, PR, Singleton, CK, Hiller-Sturmhofel, S (2003). "The role of thiamine deficiency in alcoholic brain disease". Alcohol Research and Health 27 (2): 134–142. PMID 15303623.
  33. to: a b Kril JJ (1996). "Neuropathology of thiamine deficiency disorders". Metab Brain Dis 11 (1): 9–17. doi: 10.1007/BF02080928. PMID 8815394.
  34. For an interesting discussion on thiamine fortification of foods, specifically targetting beer, see "Wernicke's encephalopathy and thiamine fortification of food: time for a new direction?". Medical Journal of Australia.
  35. Butterworth RF, Gaudreau C, Vincelette J et al. (1991). "Thiamine deficiency and wernicke's encephalopathy in AIDS". Metab Brain Dis 6 (4): 207–12. doi: 10.1007/BF00996920. PMID 1812394.
  36. Harper C. (1979). "Wernicke's encephalopathy, a more common disease than realised (a neuropathological study of 51 cases)". J Neurol Neurosurg Psychol 42 (3): 226–231. doi: 10.1136/jnnp.42.3.226. PMC 490724. PMID 438830.
  37. Butterworth RF (1993). "Pathophysiologic mechanisms responsible for the reversible (thiamine-responsive) and irreversible (thiamine non-responsive) neurological symptoms of Wernicke's encephalopathy". Drug Alcohol Rev 12 (3): 315–22. doi: 10.1080/09595239300185371. PMID 16840290.
  38. Rindi G, Imarisio L, Patrini C (1986). "Effects of acute and chronic ethanol administration on regional thiamin pyrophosphokinase activity of the rat brain". Biochem Pharmacol 35 (22): 3903–8. doi: 10.1016/0006-2952(86)90002-X. PMID 3022743.
  39. McCollum EV A History of Nutrition. Cambridge, MA: Riverside Press, Houghton Mifflin; 1957.
  40. Merck Veterinary Manual, ed 1967, pp 1440-1441.
  41. R.E. Austic and M.L. Scott, Nutritional deficiency diseases, in Diseases of poultry, ed. by M.S. Hofstad, Iowa State University Press, Ames, Iowa, USA ISBN 0-8138-0430-2, p. 50.
  42. The disease is described more carefully here: merckvetmanual.com
  43. National Research Council. 1996. Nutrient Requirements of Beef Cattle, Seventh Revised Ed. Washington, D.C.: National Academy Press.
  44. Polioencephalomalacia: Introduction, Merck Veterinary Manual
  45. Polioencephalomacia: Introduction, "ACES Publications"
  46. a b Balk, L; Hägerroth, PA; Akerman, G; Hanson, M; Tjärnlund, U; Hansson, T; Hallgrimsson, GT; Zebühr, Y; Broman, D et al.; Mörner, T.; Sundberg, H. (2009). "Wild birds of declining European species are dying from a thiamine deficiency syndrome". Proc Natl Acad Sci U S A 106 (29): 12001–12006. doi: 10.1073/pnas.0902903106. PMC 2715476. PMID 19597145.
  47. Blekinge län, Länsstyrelsen (2013). 2012-04-15 500-1380-13 Förhöjd dödlighet hos fågel, lax og älg.
  48. Bettendorff, L, Peeters, M., Jouan, C., Wins, P., Schoffeniels, E. (1991). "Determination of thiamin and its phosphate esters in cultured neurons and astrocytes using an ion-pair reversed-phase high-performance liquid chromatographic method". Anal. Biochem 198 (1): 52–59. doi: 10.1016/0003-2697(91)90505-N. PMID 1789432.
  49. Losa, R, Sierra, MI, Fernández, A, Blanco, D, Buesa, JM. (2005). "Determination of thiamine and its phosphorylated forms in human plasma, erythrocytes and urine by HPLC and fluorescence detection: a preliminary study on cancer patients". J Pharm Biomed Anal 37 (5): 1025–1029. doi: 10.1016/j.jpba.2004.08.038. PMID 15862682.
  50. Lu, J, Frank, EL. (May 2008). "Rapid HPLC measurement of thiamine and its phosphate esters in whole blood". Clin Chem. 54 (5): 901–906. doi: 10.1373/clinchem.2007.099077. PMID 18356241.
  51. Shabangi, M, Sutton, JA. (2005). "Separation of thiamin and its phosphate esters by capillary zone electrophoresis and its application to the analysis of water-soluble vitamins". Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis 38 (1): 66–71. doi: 10.1016/j.jpba.2004.11.061. PMID 15907621.
  52. Slater, PV (1978). "Thiamine Responsive Megaloblastic Anemia with severe diabetes mellitus and sensorineural deafness (TRMA)". The Australian nurses' journal 7 (11): 40–3. PMID 249270.
  53. Kopriva, V; Bilkovic, R; Licko, T (Dec 1977). "Tumours of the small intestine (author's transl)". Ceskoslovenska gastroenterologie a vyziva 31 (8): 549–53. ISSN 0009-0565. PMID 603941.
  54. Beissel, J (Dec 1977). "The role of right catheterization in valvular prosthesis surveillance (author's transl)". Annales de cardiologie et d'angéiologie 26 (6): 587–9. ISSN 0003-3928. PMID 606152.
  55. Online 'Mendelian Inheritance in Man' (OMIM) 249270.
  56. Butterworth RF. Pyruvate dehydrogenase deficiency disorders. In: McCandless DW, ed. Cerebral Energy Metabolism and Metabolic Encephalopathy. Plenum Publishing Corp.; 1985.
  57. Blass JP. Inborn errors of pyruvate metabolism. In: Stanbury JB, Wyngaarden JB, Frederckson DS et al., eds. Metabolic Basis of Inherited Disease. 5th ed. New York: McGraw-Hill, 1983.
  58. McCollum EV. A History of Nutrition. Cambridge, Mass.: Riverside Press, Houghton Mifflin; 1957.
  59. Eijkman, C. (1897). "Eine Beriberiähnliche Krankheit der Hühner". Virchows Arch. Pathol. Anat. 148 (3): 523. doi: 10.1007/BF01937576.
  60. Grijns, G. (1901). "Over polyneuritis gallinarum". I. Geneesk. Tijdscht. Ned. Ind. 43: 3–110.
  61.  Jansen, B.C.P.; Donath, W.F. (1926). "On the isolation of antiberiberi vitamin". Proc. Kon. Ned. Akad. Wet. 29: 1390–1400.
  62. Williams, R.R.; Cline, J.K. (1936). "Synthesis of vitamin B1". J. Am. Chem. Soc. 58 (8): 1504–1505. doi: 10.1021/ja01299a505.
  63. Carpenter KJ. Beriberi, white rice, and vitamin B: a disease, a cause, and a cure. Berkeley, CA: University of California Press; 2000
  64. Peters, R.A. (1936). "The biochemical lesion in vitamin B1deficiency. Application of modern biochemical analysis in its diagnosis". Lancet 1 (5882): 1161–1164. doi: 10.1016/S0140-6736(01)28025-8.
  65. Lohmann, K.; Schuster, P. (1937). "Untersuchungen über die Cocarboxylase". Biochem. Z. 294: 188–214.
  66. Breslow R (1958). "On the mechanism of thiamine action. IV.1 Evidence from studies on model systems". J Am Chem Soc 80 (14): 3719–3726. doi: 10.1021/ja01547a064.
  67. Djoenaidi W, Notermans SL, Gabreëls-Festen AA, Lilisantoso AH, Sudanawidjaja A (1995). "Experimentally induced beriberi polyneuropathy in chickens". Electromyogr Clin Neurophysiol 35 (1): 53–60. PMID 7737017.
  68. Bruce WR, Furrer R, Shangari N, O’Brien PJ, Medline A, Wang Y (2003). "Marginal dietary thiamin deficiency induces the formation of colonic aberrant crypt foci (ACF) in rats". Cancer Lett 202 (2): 125–129. doi: 10.1016/j.canlet.2003.08.005. PMID 14643441.
  69. Langlais PJ (1995). "Pathogenesis of diencephalic lesions in an experimental model of Wernicke's encephalopathy". Metab Brain Dis 10 (1): 31–44. doi: 10.1007/BF01991781. PMID 7596327.
  70. Frederikse PH, Zigler SJ Jr, Farnsworth PN, Carper DA (2000). "Prion protein expression in mammalian lenses". Curr Eye Res 20 (2): 137–43. doi: http://dx.doi.org/10.1076%2F0271-3683%28200002%2920%3A2%3B1-D%3BFT137. PMID 10617916.
  71. Kale, S; Ulas, G; Song, J; Brudvig, GW; Furey, W; Jordan, F (2008). "Efficient coupling of catalysis and dynamics in the E1 component of Escherichia coli pyruvate dehydrogenase multienzyme complex". Proc Natl Acad Sci U S A 105 (4): 1158–1163. doi: 10.1073/pnas.0709328105. PMC 2234108. PMID 18216265.
  72. Kluger, R; Tittmann, K (2008). "Thiamin diphosphate catalysis: enzymic and nonenzymic covalent intermediates". Chem Rev 108 (6): 1797–1833. doi: 10.1021/cr068444m. PMID 18491870.
  73. Makarchikov, AF; Lakaye, B; Gulyai, IE; Czerniecki, J; Coumans, B; Wins, P; Grisar, T; Bettendorff, L (2003). "Thiamine triphosphate and thiamine triphosphatase activities: from bacteria to mammals". Cell Mol Life Sci 60 (7): 1477–1488. doi: 10.1007/s00018-003-3098-4. PMID 12943234.
  74. Bettendorff L. and Wins P. (2009). "Thiamin diphosphate in biological chemistry : new aspects of thiamin metabolism, especially triphosphate derivatives acting other than as cofactors". FEBS J. 276 (11): 2917–2925. doi: 10.1111/j.1742-4658.2009.07017.x. PMID 19490098.
  75. http://en.wikipedia.org/wiki/File:Thiamin.svg
  76. http://en.wikipedia.org/wiki/File:Thiochromes.jpg
Artikel ini merupakan terjemahan dari materi yang disediakan oleh wikipedia (13/10/2013). Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.

No comments:

Post a Comment